SYAKIRA
Dirga muncul di depan gerbang membawa bungkusan yang berisi...aku memerhatikannya sebentar dan benar, es krim.
"Lama nunggu?" tanyanya begitu menghampiriku. Motor Dirga sudah terparkir rapi dengan jejeran motor teman Ryan.
"Ngapain?" heranku tersadar akan keberadaannya yang tiba-tiba.
"Mau es krim 'kan?" tanyanya membuat aku mengernyit dan segera menerima bungkusan yang dibawa Dirga. Bukan hanya es krim, ada beberapa makanan ringan juga di sana. "Ryan chat aku, katanya kamu mau es krim dan dia sibuk gak bisa nemani kamu,"
Sibuk apanya? Main game? Dasar Ryan!
"Dan kamu datang karena itu aja?"
"Aja?" Dirga kelihatan tidak terima dengan ucapanku. "Aku gak ditawarin masuk dulu, nih?"
Eh, iya. Astaga, sampai lupa dimana letak sopan santunku menerima kedatangan tamu yang spesial dan tiba-tiba ini.
Langkahku beriring pelan bersama Dirga memasuki ruang tamu. Aku berencana membawa Dirga ke dapur dan menikmati es krim di sana. Tetapi, langkah Dirga tertahan di ruang tamu.
"Sibuk banget kayaknya," sindir Dirga.
Ryan menoleh sesaat lalu kembali fokus pada game. Tangan Ryan terangkat menyapa untuk sesaat. "Hai, Bang, Dir!"
Sopankah begitu? Aku tanya.
Dan Dirga kelihatan tidak keberatan dengan tingkah Ryan barusan.
Teman-teman Ryan juga menyapa Dirga yang dibalas Dirga dengan anggukan kecil.
Kami melanjutkan langkah ke dapur dan aku memasukkan es krim ke dalam kulkas, sementara Dirga memilih duduk di salah satu kursi meja makan.
"Nggak di makan?" tanyanya.
Aku menggeleng. "Nanti aja,"
"Mama Papa kamu mana?" Dirga terlihat celingukan. "Aku datang gak salim dulu masa. Mau ijin jalan sama kamu juga,"
Aku mengernyit. Jalan?
"Keluar kota," balasku singkat dan aku memilih duduk di hadapan Dirga lalu menceritakan padanya soal perjalanan bisnis Papa. Dan Dirga hanya mengangguk menanggapiku.
"Bude Yun mana?" tanyanya.
"Tadi katanya keluar buat beli bumbu dapur, belum balik kayaknya,"
"Jadi aku ijin sama siapa untuk pinjam kamu sebentar kalau gitu?"
Bisa-bisanya aku tersipu. "Pinjam apaan, sih, Dir?"
"Sesekali, Ra. Malam minggu ini," ujarnya. "Jalan kaki ke depan komplek aja mau?"
Tawaran Dirga memunculkan senyum di wajahku disertai anggukan. "Boleh,"
***
Kami benar-benar hanya jalan kaki ke depan komplek, lalu memutuskan kembali pulang. Segabut itu, ya? Berasa ronda yang ada.
"Kita beneran jalan gini doang?" tanyaku menghentikan langkah di sela-sela perjalanan balik.
Dirga menoleh dan ikut menghentikan langkahnya lalu tersenyum. "Tadinya mau aku ajak keliling aja, sih, tapi Mama Papa kamu gak ada. Aku gak mau dikira ambil kesempatan di tengah kesempitan,"
"Kamu banyak senyum," perasaanku mengatakan ada hal yang disembunyikan Dirga. Sepanjang perjalanan kami, Dirga memang kerap senyum seraya berbicara membalas ucapanku. Tidak seperti Dirga biasanya.
"Kan bagus,"
"Aku malah takut," balasku. "Ada apa?"
Dirga mengernyit. "Gak ada apa-apa,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Own Fault of Feeling || [END]
Ficção AdolescenteDirga memasuki kehidupan Syakira tanpa ijin. Syakira perlahan menerima kehadiran Dirga yang membuat hari-harinya lebih berwarna. Hingga satu hari, Syakira tau perlakuan Dirga selama ini bukan atas kemauan Dirga. Lalu haruskah Syakira menyalahkan D...