27 KITA

39 9 0
                                    

.

MOHON DI VOTE TERLEBIH DAHULU

KITA

DEG

Steven's POV

"Jadi?" tanya ibuku yang sedang duduk di kursi tua, ya aku berada di lekslop, lagi. Aku memghampiri ibuku dengan pelan, wajahnya masih sama dengan bibir merahnya yang terkadang mencekam.

Aku baru menyadari bahwa ada kursi di depannya yang di sediakan untukku.

Aku duduk menghadapinya dan bersender santai. "Jadi apa?" tanyaku kembali. Ia menatapku tajam, "kau sudah mencari tahu tentang Tebing Oldo dan Manusia Abadi?" aku mengangguk. Ia memajukan badannya, "kau adalah salah satu dari Mahkluk Abadi tipe dua, sebuah kekuatan itu bisa mematikanmu, namun aku tidak tahu itu apa. Pancing Burna ke tebing itu, jangan takut Steve, dan jangan beri tahu siapa siapa." jelas ibuku. Aku hanya mengangguk.

"Aku memutuskan esok hari akan aku pindakahkan warga ke Amavera." ibuku mengelus dagunya pelan seperti berfikir. "Kau harus lakukan ini dengan pelan pelan, jika kau ceroboh sedikit saja, semuanya akan buyar." ia beranjak dari kursinya lalu berjalan mengitari kursi. "Aku memiliki terowongan kereta cepat di ruang bawah tanah, itu bisa mengangkut ribuan orang, pakai itu agar pihak musuh tidak tahu kita memindahkan semua warga, dan juga, siapkan beberapa pasukan keluarga Mockingbird untuk mengawasi bawah tanah, dan juga ratunya harus ikut." jelas ibukku. Aku mengangguk pelan, entahlah aku tidak bisa mengatakan apapun lagi.

"Kau akan pergi lagi?" tanyaku, ibuku menatapku tajam. "Ya tentu saja." aku menunduk kecewa, aku ingin bertemu dengannya lalu berbicara dengannya lebih lama, walaupun lekslop tidak bekerja seperti itu namun aku hanya ingin ibuku tahu bahwa aku baik baik saja, dan merindukannya.

"Kenapa kau tidak pernah tinggal?" ucapku. Sekarang ia menatapku kosong. "Semua yang aku lakukan malah membuatmu untuk tinggal Steve, aku harus pergi, dan memang itu kenyataannya." balasnya lagi. Aku menatapnya dengan tatapan kecewa, bukan itu yang aku maksud, aku hanya ingin dia mengatakan, "aku mencintaimu, kau bagian dari hatiku" atau lain sebagainya.

"Aku hanya ingin kau di sini, itu saja, berbicara ringan." jawabku lagi. Ia tertawa meremehkanku. "Berbicara ringan? Sejak kapan aku akan berbicara ringan Steve. Ini masalah serius, kita harus membicarakannya, tidak usah pakai acara pembicaraan ringan." aku menatapnya sinis, terakhir kali kita berdebat itu saat aku sebelas tahun, namun ia tidak pernah se keras ini sebelumnya.

"Aku merindukanmu, itu saja." ucapku dengan tatapan serius, tapi sepertinya ia tidak peduli. "Aku harus pergi, lakukan tugasmu." ia berjalan ke belakang, cahaya terang menariknya, bayangannya sudah tidak ada hanya tinggal aku sendiri di dini.

JLEP

Aku terbangun dan masih memeluk Clara dari samping. Sepertinya ia masih tertidur lelap. Mau tidak mau aku harus lakukan ini sekarang, jika tidak aku tak akan tahu kita masih selamat atau tidak esok harinya.

Aku beranjak dari ranjang pelan pelan. Aku buru buru mengganti baju lalu menyiapkan baju Clara agar ia bisa cepat bergerak.

"Sayang, Clara," panggilku. Aku menggoyangkan tubuhnya dengan pelan. Ia membuka matanya yang biru lalu menatapku kebingungan. "Kau mau kemana?" tanyanya serak. "Shh, bangun dulu ya? Pakai baju ini, aku sudah siapkan, aku tunggu di luar." ia mengangguk pelan lalu mengelus matanya dan beranjak dari kasur. Aku mengambil pedangku lalu pergi keluar kamar.

Aku menuju kamar Charcoal, dengan hati yang berdegup kencang. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi saat pemindahan, aku hanya bisa bedoa agar tidak terjadi apa apa.

"Charcoal!" gedorku, tidak ada sahutan darinya, mau tidak mau aku hatrus mendobrak pintu kamarnya lalu membangunkannya dengan paksa. Sekarang jam dua pagi, jika kita lama bisa bisanya mereka akan tahu gerak gerik dari kita sendiri.

The History of The Dark PhoenixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang