29 SEBUAH AKHIRAN

121 11 6
                                    

"Just a pity story from a beautiful mind"

MOHON DI VOTE TERLEBIH DAHULU

SEBUAH AKHIRAN

BEBERAPA JAM YANG LALU

"Rainofa, jangan bodoh dengan hal ini, kau memecutku tidak akan mengeluarkan hasil." Mera tersenyum miring. Rainofa mendengus kasar dengan ucapan Mera, dan seaslinya Rainofa paham bahwa dia salah mengambil orang.

"Kau hanya diam? Memikirkan apa? Memikirkan aku akan membuka mulutku?" Rainofa menatap mata mera dengan sinis.

"Kau tahu kekuatanku?" Rainofa berjalan ke arah Mera. Sekarang mereka berhadap hadapan lagi, Rainofa membelai rambut milik Mera, "Jika kau tidak tahu, akan aku perjelas." Mera menatapnya jijik.

"Memangnya aku sudah jawab pertanyaanmu?" Rainofa tertawa, "jika kau tahu kekuatanku maka jelaskanlah." Mera hanya tertawa meremehkan, "kekuatan sebanding dengan kutukan Steve? Halah, omong kosong." Rainofa menampar mera dengan kencang. Rainofa menjambak rambut Mera lalu menatapnya tajam, "kau melupakan kekuatanku yang lain," Rainofa mundur beberapa langkah. Tangannya mengeluarkan sebuah asap hitam dan juga perak, hampir sama dengan asap milik Steve.

"Jika kau melupakannya, maka akan aku ingatkan kekuatan ini kembali." Rainofa mengarahkan kekuatan tersebut ke arah Mera. Perlahan kekuatan Mera yang ada di tubuhnya keluar perlahan. Warna merah dari kekuatannya tertarik oleh kekuatan milik Rainofa.

Mera meringis kesakitan dengan tarikan tersebut, "HENTIKAN!!!!" Mera teriak dengan kencang, kulitnya memucat dan juga tangannya yang hampir menjadi debu.

"AHAHAHAHA!!! kau kira kekuatanku itu itu saja? Tentu tidak bodoh! Dan mungkin kau bertanya, mengapa aku tidak mengambil kutukan Steve dengan kekuatanku sendiri? Hal itu tidak akan pernah bisa terjadi! Aku harus membawanya ke Tebing Oldo, dan makanya aku memintamu untuk memberi tahu, apa saja yang sedang kalian diskusikan?" Mera menatap rainofa dengan lemah. Tentu saja ia tidak bisa berkata apa apa, ia harus mengabdi dirinya kepada raja tertinggi di evoir island, dan juga ia harus tetap menutup mulutnya walaupun seberapa keras Rainofa akan menyakitinya.

"Kau tetap diam? Kau bodoh Mera? Kau kehilangan kekuatanmu, dan itu akan membuatmu seperti manusia! AHAHAHAHA!!!" Mera menunduk. Sekarang pilihannya adalah menjadi manusia atau memberi strategi yang sudah mereka bicarakan.

Pikiran Mera sekarang menjadi rumit, ia tidak tahu bagaimana caranya mengakhiri semua ini.

"Baiklah... Akan aku beri tahu. TAPI setelah aku beri tahu kau harus melakukan satu hal untukku." Mera menahan sakit dari tubuhnya, berusaha berdiri untuk menyamakan tubuhnya dengan Rainofa.

"Apapun itu, setuju?" Rainofa menatap Mera dengan sinis dan Mera mengangguk seperti mensetujui persetujuan ini.

_________

Velena's POV

Kami semua menunggu perintah dari amavera. Dari gerak gerik Alice entah aku melihat sedikit ke khawatiran pada matanya. Sering kali ia menatap jendela dan juga suka berdiri di depan jendela. Rasa penasaranku muncul, saat ingin memasuki ke kepalanya itupun rumit.

Ia juga suka menatap jam saku yang biasa ia gantung. Menatap jam dan jendela menerut kalian itu hal biasa, namun tidak untukku.

"Alice, kau kenapa?" tanyaku mendekati dirinya. Ia suka menggigit jarinya saat menghadap jendela, seperti ia tahu bahwa sesuatu akan datang. "Tidak apa apa Velena, hanya saja rasa takut suka menghantui diriku." ia menatap ku dengan mata yang penuh ke khawatiran. Aku mengangguk paham dengan ucapannya, biasanya jika orang seperti dia sedang khawatir atau ketakutan mereka lebih baik di biarkan dulu untuk menenangkan diri mereka sendiri, jika aku ikut campur di awal, sepertinya aku memburuk ke adaan.

The History of The Dark PhoenixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang