Lelaki paruh baya itu menatap pantulan dirinya di cermin. Setelah menarik nafas panjang, dia pun melatih senyum lebarnya.
Wajahnya sudah ia dandani dengan warna putih untuk mata dan area sekitar bibir, tak lupa pipi merah juga hidung tomatnya. Kini, setelah dirasa lengkap dia pun mengenakan rambut palsu yang seperti permen kapas warna-warni itu.
Lelaki ini tersenyum, mengelus foto usang yang terselip di ujung cermin tua. Foto itu diambil 10 tahun lalu, saat anaknya masih berumur tujuh tahun, bersama sang istri yang di sana nampak begitu sehat.
Kalau saja dulu anaknya tidak merengek minta jalan-jalan, mungkin sampai sekarang foto itu tidak akan pernah ada. Dua tahun setelah foto ini diambil, sang istri meninggal dunia akibat kecelakaan.
Seperti pribahasa yang mengatakan habis jatuh tertimpa tangga, penderitaannya tak lantas berakhir di sana. Beberapa bulan setelah ditinggal selamanya oleh sang istri, kantor tempat dia bekerja mengalami kebangkrutan.
Setelah keluar dari kantor, lelaki bernama Wira ini melakukan berbagai pekerjaan untuk menghidupi putri sulungnya, Tiara. Gadis cantik yang kini sudah berseragam putih abu.
Namun di umurnya yang sudah tidak muda lagi ini, mencari pekerjaan bukan perkara mudah. Sudah banyak surat lamaran ia kirim, sudah banyak pintu yang dia ketuk, tetapi hasilnya tetap saja nihil.
Beruntung Tuhan masih mempercayainya satu pekerjaan, walau dengan penghasilan yang tidak seberapa. Wira berhasil mendapat pekerjaan, dia menjadi badut panggilan untuk acara ulang tahun anak, dan kalau tidak ada panggilan dia menyewa kostum untuk dipakainya berkeliling di jalan.
Hari ini minggu, Wira sudah dipanggil untuk mengisi acara ulang tahun seorang anak bernama Caca. Lokasinya pun tidak jauh, kalau berjalan kaki hanya menghabiskan waktu 15 menit.
Dengan penuh semangat, sebelum memulai perjalan Wira sempatkan untuk berdoa di dalam hati. Berharap semoga usahanya membuahkan hasil.
"Tiara ayah pergi dulu ya," pamitnya pada sang anak yang mungkin sedang di dalam kamar.
Tidak perlu menunggu jawaban, Wira pun mulai melangkah keluar rumah. Sudah biasa anaknya diam di kamar tanpa suara, bahkan semenjak beranjak remaja Tiara jarang sekali mengobrol dengan Wira, jangankan mengobrol, pamitan kalau mau keluar rumah saja sudah jarang.
Sesampainya di tempat tujuan, Wira langsung disambut oleh anak-anak yang sudah menunggunya. Mendengar tawa anak-anak ini, membuat Wira seperti bernostalgia sewaktu Tiara seumur mereka.
Waktu kecil, Tiara itu anak yang periang dan ramah. Setiap Wira pulang kerja, Tiara selalu menyambutnya hangat, tak jarang gadis kecil itu membuatkan minuman untuk Wira.
Wira pikir Tiara akan selamanya bersikap seperti itu, namun sepertinya Wira tidak mengurus Tiara sepandai sang istri. Anak itu kini berubah menjadi sosok pendiam yang tak ingin diganggu. Matanya yang dulu selalu bersinar pun, kini hanya diisi hampa. Wira takut Tiara kesepian, tapi bagaimana caranya Wira mengisi kekosongan Tiara, kalau gadis itu tak mau didekati?
"Om badut bisa sulap ga?" tanya seorang anak lelaki.
"Bisa... Kamu mau lihat?"
"Mau!" teriak serentak anak-anak di sana.
"Ini kosong gak, ya?"
"Kosooong!"
"Hmm masa sih kosong?" Wira tersenyum, melafalkan sembarang mantra lalu menutup matanya sampai kemudian setangkai bunga mawar pun muncul, membuat semua anak-anak di sana bersorak gembira dengan trik sulap ini.
"Ini bunganya," ucap Wira, memberikan bunga ini pada anak lelaki tadi.
"Aku kan cowok, jadi... Bunganya buat Caca aja, kan dia yang ulang tahun!" katanya sembari malu-malu memberikan bunga itu pada anak yang sedang ulang tahun. "Happy birthday Ca."