Maaf ceritanya sedikit kasar + mature. Kalau ada yang ga nyaman ya maap-maap dah dikasih tau y. Selamat baca, semoga ada manfaatnya walaupun segede upil semut, dan semoga ngerti ya.
.....
Dari jauh mata bulat Nova terus memandang Gavin tertawa, merasakan kebahagian yang tersalur dari tawa lelaki yang sudah lama dia sukai itu, meskipun Gavin tertawa bersama seorang yang kehadirannya tidak pernah Nova harapkan.
Senyumnya mengambang melihat Gavin tertawa, tapi hatinya juga merasa perih saat dia harus menyaksikan hal seperti ini. Kenapa diantara banyaknya penyebab bahagia, Gavin harus bahagia bersama gadis lain, bukannya bersama Nova yang jelas sudah mencintainya dari lama.
Gadis itu berjalan lunglai tanpa arah, hanya menapakan kaki di tanah tanpa tahu harus melangkah kemana. Air matanya yang hampir menetes, buru-buru dia lap pakai tangan, tidak mau ada orang lain yang melihatnya.
Andai perjalanan hidup bisa dia tuliskan sendiri, sudah pasti dia memilih bersama Gavin. Kalau saja gadis itu bisa bertukar posisi dengan Alena--gadis yang disukai Gavin-- pasti hidupnya akan bahagia. Pasti, Nova bisa menjamin hal itu. Salahkah bila Nova berharap hubungan Gavin dan Alena cepat selesai?
Gadis itu menghentikan langkahnya, ponsel yang dia pegang bergetar menampilkan pesan group yang memberi tahu kelas akan segera dimulai. Buru-buru gadis itu berjalan menuju kelas, tidak ingin terlambat sedetik pun.
Nova ini mahasiswa tingkat akhir, tapi meskipun sudah lumayan lama menuntut ilmu di kampus, keberadaannya tetap gaib bagi sebagian orang. Jarang ada yang mengenal Nova. Bahkan Gavin yang belajar satu ruangan pun tidak mengetahui keberadaan Nova.
Saat berpapasan di jalan, mereka hanya akan melewati Nova begitu saja, tanpa tahu yang mereka lewati itu teman sekampusnya. Nova ini jadi manusia invisible karena keberadaannya tidak terlalu penting. Nova tidak memikili sesuatu yang membuatnya dikenal. Semua yang ada di dirinya biasa saja.
Gadis itu tersentak saat pantatnya hampir saja bersentuhan dengan aspal, beruntung seorang yang dia tabrak segera memegangi tangannya. Matanya yang tadi menunduk melihat aspal, kini melebar saat melihat siapa yang memegangi tangannya agar tidak terjatuh.
"Ga apa-apa?" tanya Alena. Ya, gadis yang disukai Gavin ini yang dia tabrak.
Mata Alena menyipit, menunduk melihat sesuatu, lalu memungutnya. "Hp kamu jatuh, sedikit retak. Coba dicek, masih jalan ga?" ucapnya, menyodorkan ponsel Nova.
Gugup, gadis itu pun menerimanya dengan tangan bergetar lalu menyalakan ponsel itu. Beruntung masih menyala.
"Untung masih nyala. Hm.. Maaf ya, aku duluan. Sekali lagi maaf, nanti kalau kita ketemu lagi aku ganti," ujar Alena sembari berjalan meninggalkan Nova.
Gadis itu mematung di tempat, memandang punggung Alena yang mulai menjauh. Dari jauh Nova bisa lihat, Gavin menghampiri gadis itu lalu sepertinya mereka membicarakan Nova, sebab lelaki itu langsung menoleh ke belakang, membuat Nova menunduk.
Nova menatap ponselnya yang sedikit retak, membayangkan kembali wajah Alena saat barusan meminta maaf. Untuk apa Alena minta maaf? Lalu menggantikan apa maksudnya? Uang service? Jelas Nova yang menabrak, ditambah ponselnya ini memang sudah tua, mudah rusak.
口口口
Jam sudah menunjukan pukul empat sore, kelas terakhir pun berakhir, waktunya pulang. Nova biasa pulang menaiki bis kota, karena rumahnya lumayan jauh. Meskipun harus berdesak-desakan tapi ya bagaimana lagi, dia tidak punya kendaraan atau pun orang yang mengantarnya pulang.
Mata gadis itu melirik sekitar, melihat orang-orang yang pulang dengan kendaraan pribadi, atau pun yang diantar temannya. Diantara banyaknya orang, mata Nova menyipit, melihat Gavin. Ada yang aneh..