Aku tersenyum lebar, tanpa babibu langsung menjatuhkan badan ke atas kasur. Perjalan jauh membuat badanku pegal. Jalanannya sulit dilalui mobil, membuat aku dan temanku terpaksa berjalan kaki, sembari menggendong ransel milik temanku yang berat ini. Sebenarnya bisa saja dia membawa ranselnya sendiri, tapi di perjalanan tadi dia ngotot ingin bertukar beban. Anehnya aku hanya mengangguk tanpa protes, mengira ransel miliknya lebih ringan padahal tidak sama sekali.
Aku melirik ke arah ransel yang tadi dibanting itu. Meski punggungku terasa rapat dari kasur, tapi aku tetap bangkit untuk mengecek barang bawaan apa yang ada di ransel itu. Ukuran ranselnya lebih kecil dari punyaku, tapi ko bisa bebannya lebih berat? Apa dia membawa batu?
"Ga sopan buka tas orang lain." Aku tersentak, segera menjauhkan tangan dari ransel, begitu sang pemilik datang dengan dua gelas teh panas di tangannya. Lelaki dengan kaos polo berwarna biru tua itu menyimpan gelasnya di atas nakas, lalu pandangannya jatuh pada ransel yang tadi aku pegang.
Aku berdecak, lalu menatap temanku itu lekat-lekat. "Do, ini isinya apa sih? Berat banget. Untung pundak gue kokoh."
Temanku ini bernama Ado, atau akrab dipanggil Dodot. Seminggu lalu pamannya meninggal, dan hal itu membuatnya cukup tertekan mengingat selama ini Paman lah yang menggantikan sosok Ayah bagi Dodot. Tadi pagi Dodot menghubungiku, bicara tentang rumah masa kecilnya bersama paman di desa. Dia bilang, dia ingin mendatangi rumah itu bersamaku, dan aku jelas tidak bisa menolak keinginan temanku yang sedang berduka ini. Menurutku, ya itung-itung membuatnya ceria kembali.
"Kenapa nanya isinya?" tanya Dodot, terkesan dingin. Nada bicara lelaki ini sedikit membuatku kaget, karena selama kami berteman Dodot selalu berucap dengan hangat dan senyum. Tetapi aku berusaha memaklumi saja, mungkin suasana hatinya sedang tidak baik. Jadinya, aku pun meminta maaf, siapa tahu pertanyaanku malah membuat hatinya terusik.
"Yaudah maaf ya," ucapku lirih, kini mengambil teh yang barusan dia bawa, lalu meminumnya. Aku menyerngit, merasakan ada yang berbeda dari rasa teh ini. Bukan hanya rasa, baunya pun sedikit berbeda. Seperti melati? Tapi juga ada bau busuk.
"Itu teh herbal."
Aku mengangguk pelan begitu Dodot menjelaskan, seperti tahu apa yang aku pikirkan. Seumur-umur aku belum pernah meminum teh herbal, jadi mungkin saja memang rasanya seperti ini kan? Ya bisa jadi. Tidak ingin membuat Dodot berpikir aku tidak menyukai teh ini, aku pun menyeruputnya sampai tandas walaupun jujur aku harus menahan nafas.
Hari sudah malam sesampainya kami di sini. Rumah ini tidak terlalu besar, namun untuk ukuran rumah di desa, tergolong luas. Di luarnya banyak pohon yang tertanam, sepanjang perjalanan tadi kami disambut dengan pohon-pohon yang melambai, seperti mengucapkan selamat datang. Walaupun harus diakui suasana lumayan mencekam, apalagi dengan pohon rimbun seperti di hutan. Mungkin jika siang suasananya lebih mendingan, kita lihat saja esok.
Di depan rumah ini terdapat pohon pisang, kata Dodot itu hasil tanam dia dan sang paman. Aku hanya meng'iya'kan saja, walaupun dalam hati bertanya kapan mereka menanam pohon pisang, mengingat dua tahun terakhir Paman dirawat di rumah sakit, dan umur pohon pisang pun tidak terlalu panjang. Selain pohon pisang, rumah ini juga punya kamar yang lebih dari satu. Total jumlahnya ada tiga, jadi aku dan Dodot pun tidur di ruangan berbeda.
Kamar yang aku tempati ini luas, kasurnya juga empuk, lumayan untuk memanjakan punggungku yang kelelahan. Hanya saja cahaya di sini remang-remang. Sepertinya bukan hanya di kamarku, tapi diseluruh desa. Mungkin desa ini termasuk desa yang masih kesulitan untuk listrik. Jaraknya memang jauh dari kota sih, jadi tidak heran.
Malam ini dingin, tapi aku tertidur nyenyak tanpa ingat kapan memejam. Bahkan aku lupa makan tadi malam. Mataku perlahan membuka, begitu fajar yang muncul lewat celah jendela menyapa penglihatanku. Aku merenggangkan badan, yang kini sudah lebih baik--pegalnya lumayan hilang-- Mataku menyipit, begitu mendapati piring kotor di atas nakas. Piring itu terlihat seperti habis dipakai, tapi kapan dan oleh siapa? Seingatku aku tidak sempat makan malam.