Wimala

6 1 0
                                    

Bimala itu dikenal sebagai lelaki dingin dan tegas. Jika dia sudah memiliki tujuan, maka dia akan mengejarnya walau dengan kaki terpincang-pincang.

Bimala jarang menunjukan ekspresi lain selain wajah datar penuh aura kepemimpinan, dan dengan tampang tajamnya, orang bisa saja merasa terintimadasi setiap ditatapnya. Tapi bagaimana pun, Bimala tetap manusia normal yang memiliki afeksi, terutama untuk sang ibu.

Kalau tidak, mana mungkin Bima di jam semalam ini menggemudikan mobilnya di jalanan yang bukannya dipenuhi kendaraan, malah dipenuhi wanita-wanita berpakaian minim di setiap sisinya.

Pagi ini akan ada pertemuan keluarga besar yang biasa dilaksanakan setiap tahun, dan seminggu lalu sang ibu meminta Bima agar membawa wanitanya ke acara itu. Sebenarnya saat ini tidak ada wanita yang sedang berhubungan dengannya, setelah dia putus dengan Paula karena gadis itu kesal Bima lebih mementingkan pekerjaan. Tapi Bima tidak bisa berterus terang pada sang ibu, jadi dia pun berencana membawa wanita lain untuk ditunjukan pada sang ibu, meski itu artinya dia berbohong.

Bima sebenarnya ragu, apa dia bisa memakai cara ini? Maksudnya... Apa bisa dia membawa wanita yang dia temui di jalanan, untuk menghadiri acara keluarga dan memperkenalkan diri sebagai wanitanya? Apalagi wanita yang dia pilih adalah wanita tunasusila yang tidak jelas asal-usulnya. Tapi ya mau bagaimana lagi, untuk pertama kalinya Bima kehilangan cara memikirkan hal lain.

Mobilnya berjalan pelan, sementara matanya—walau malas— memperhatikan sudut-sudut jalanan. Banyak diantara wanita-wanita itu yang menggodanya, karena kaca mobil itu kini sedang turun, tapi tatapannya tertuju pada satu wanita berdres merah yang tertunduk sembari menyenderkan badan di tiang. Berbeda dengan yang lain, tatapan wanita itu kosong, bahkan tangannya tak henti menarik ujung baju yang kependekan. Sangat jelas kalau dia tidak nyaman dengan pakaiannya.

Setelah memperhatikan beberapa menit, Bima pun memutuskan untuk turun dari mobilnya, menghampiri wanita itu. Tanpa suara, Bima berdiri di depannya sampai sang wanita mendongakkan pandangannya. Dan ternyata wanita ini menangis.

Wajahnya yang memerah karena menangis, segera dia susut kasar menggunakan tangan. Sedang gestur gugup kentara Bima rasakan dari wanita ini. "Eugh... Maaf, pak..." ucapnya setelah berhenti menyusut wajah.

"Bisa temani saya?"

Sesaat setelah wanita itu mengangguk, Bima pun melepaskan jasnya kemudian disimpan di pundak sang wanita. Sempat tertegun beberapa saat, akhirnya wanita ini pun mengekori Bima masuk ke dalam mobilnya.

Setelah berada di dalam mobil, Bima hanya fokus menyetir, tanpa mempedulikan wanita di sebelahnya yang sibuk menunduk. Bima tebak, mungkin wanita ini mengira Bima akan membawanya ke hotel atau semacamnya. Tapi tujuan Bima bukan tempat semacam itu.

Lelaki ini berdehem, lalu mengeluarkan sesuatu di dalam dasbornya yang kemudian dia lempar ke pangkuan sang wanita. "Pernah lihat orang-orang itu?"

"Maksudnya, orang di foto itu pernah jadi pelanggan kamu?"

Wanita ini pun menunduk, melihat-lihat beberapa foto yang diberikan Bima. Diantara kelima foto ini, tak ada satu pun orang yang pernah dia lihat, jadi dia menggeleng. "Ngak pernah."

Bima mengangguk. Berarti pilihannya tepat. Kelima foto itu berisikan foto-foto anggota keluarga besarnya yang dikenal senang meniduri wanita sana-sini. Bukan sebuah ketidak mungkinan, kan kalau Bima curiga mereka juga memakai wanita tunasusila? "Gak lucu kalau tiba-tiba salah satu dari mereka ngenalin cewe yang lo bawa," ucap Atma—teman Bima— sore tadi waktu Bima menceritakan rencananya. Walau sempat tidak setuju dan mengangap Bima bodoh sekali, tapi akhirnya Atma tetap membantu. Lelaki itu lah yang memberinya lembaran foto sekaligus memberi tahu tempat ini, berhubung Bima kurang suka tempat brisik seperti club.

That storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang