O

1.5K 122 8
                                    


Menilik dari caranya menikmati secangkir kopi hangat tanpa kedip canggung, Jimin sebagai pemilik ruangan merasa ragu hanya untuk bergerak meraih cangkir yang sama di atas meja.

"Apa saya membuat kamu tidak nyaman Jimin-shi?" suara beratnya mengalun bingung, cangkir di letakkan kembali ke tatakan. Jimin berkedip lalu mengibas tangan ribut membalasnya.

"Tidak kok, cuma kaget saja. Aku tak sempat baca surat dari Jungkook-gun kemarin karena bersin bersin." detik setelahnya ia meringis mendengar ucapannya sendiri.

"...Jimin-shi alergi tulip?"

Meringis makin lebar, Jimin mengangguk mengiyakan. Pun menyela, nyaris meninggikan suara "Tidak perlu minta maaf, kamu berniat baik mengirimi bunga tanpa tahu selera penerima, aku juga pernah mengalami hal serupa. Tidak apa, toh, rekan kerjaku masih ngotot untuk disimpan sebagai tanda perkenalan."

Jungkook menangkap vas besar di atas nakas disamping jendela besar di sisi ruangan. Beruntung Yeonjun ragy membuang karena ucapan semberono Yoongi kemarin, makanya Jimin bisa memeliki bunga kuning tersebut di ruangannya.

"Jungkook-gun tidak sibuk ya, sampai bisa kemari pagi pagi."

Menyadari sufiks yang terlampau sopan, Jungkook mengulum bibir dengan gurat terpesona.

"Saya punya jadwal temu pukul sepuluh nanti dan sisa harinya akan di habiskan berolahraga sepanjang sore. Kedatangan saya kemari berniat mangajak Jimin-shi mampir ke Myeongdong dan mencicipi jajanan yang belum pernah saya coba sambil mendekatkan diri. Itupun kalau Jimin-shi berkenan sore ini."

Berpaling menatap figura foto Yoongi dan dirinya yang berpose imut berlatar laut Busan empat tahun lalu, Jungkook sampai tergelak karena kenalan yang bersemu malu sampai menghindar bertatapan dengannya.

"Aku tak punya alasan menolak, kasus yang ku kerjakan sudah selesai kemarin. Jungkook-gun mau mengajak'ku berkencan?"

"Iya, seperti yang saya bilang tadi, Myongdeong dan mendekatkan diri."

Jimin berpaling lagi. Munafik kalau ia bilang tidak senang.

JIMIN SENANG SEKALI.

SANGAT SENANG.

Degup jantungnya berdetak tak normal dan Yoongi bisa membunuhnya nanti kalau sampai ia menolak ajakan kencan yang di damba dari lima belas tahun lamanya.

"Well, aku tak keberatan—tentu saja," mengerling malu seraya mengulas senyum, Jimin melanjutkan dengan tawa kecilnya "tapi kalau kamu memaksa, boleh tunggu sebentar selagi aku berpamitan pada pawangnya singa?"

"Hyungnim?"

Kepala bersurai cokelat muda berlapis gel berpaling dari lembaran berkas kepada lelaki cengir lebar di ambang pintu.

Jimin belum sepenuhnya masuk, dan balasan berupa gumam singkat menyuruhnya agar melangkah masuk usai menyapa.

Meja di samping sofa di sebrang ruangan dipenuhi tas karton berlabel rumah mode ternama.

Benaknya sudah menebak, cukup terbiasa dengan hadiah berlimpah yang datang ketika pacar rasa suami sahabatnya pulang, karena cinderamata mewah sudah bertaburan dimana mana.

"Taehyung mengirimkan empat pasang mantel musim dingin," sahut Yoongi tanpa memandangnya, Jimin berpaling dari tumpukan tas karton tersebut sambil berdecak.

"Aku tidak minta."

"I give it because my darling want to buying you some gift before your birthday."

Keduanya berjengit kaget, kalaupun pulang, Taehyung tidak akan datang berkunjung hari ketika ia tiba. Pangeran muda itu harus di sibukkan jadwal mingguan dan baru bisa menyapa kekasih hatinya yang menggerutu karena di peluk terlalu erat.

Dan ini adalah sebuah keajaiban dalam empat tahun menjalin hubungan. Yoongi sampai berdiri dan tergesa mendekat untuk memeluk lelaki kaki panjang yang pamer senyum kotak menyapanya.

Jimin meringis sembari membenarkan letak meja yang terdorong kasar karena Yoongi. Pasangan muda itu berpelukan tanpa percakapan, menikmati angin musim semi yang bertiup dari jendela terbuka di sudut ruangan.

"Tidak sibuk Yang Mulia?"

Mengapit pinggul Yoongi erat, lelaki itu menyahut dengan senyum terulas lebar.

"Aku bersyukur pada tuhan karena tidak sibuk Jimin-ah," katanya mengangkat pandangan, menatap sahabat baik kekasihnya yang melambai kecil menyapanya "kebetulan Ayahanda tidak ingin aku menghabiskan waktu di ruang kerja setelah tiga minggu mendekam bersama tumpukan berkas juga latihan untuk pertandingan. Beliau berkata kalau Yoongichi mengirim surat warna biru melalui harimau putih kesayangannya minggu lalu. Isinya tentang rindu sepanjang kertas."

Menggerut tepian jas mahal pangeran, Yoongi balas berbisik rendah disamping telinga. Jimin memalingkan muka, memberi mereka privasi.

"Bukankah sudah ku katakan segeralah nikahi aku?"

Menghela nafas pelan, Taehyung mengecup pipi tembam Yoongi yang makin merengut.

"Secepatnya, sayang. Secepatnya."

Jimin lelah, ia mau keluar saja dari sini. Niat awalnya ingin meminta ijin pulang cepat, malah di suguhi pemandangan pasangan yang sedang memadu kasih disini.

"Take your time my lord and his lover, i had to go now." beranjak dari kursi, Jimin melangkah melewati kedua lelaki tersebut sebelum badannya terhuyung ke belakang karena sebelah tangan yang ditarik kuat oleh Yoongi.

"Mau kemana?"

"Pulang, aku harus memilah baju supaya mendapat kesan yang baik di mata teman kencanku."

Jimin hampir berteriak karena urung melangkah kendati sudah di depan pintu, Yoongi menyeretnya sampai di depan sofa dan menekan pundaknya agar duduk dengan paksa.

"...kalian sudah bertemu?"

Jimin mengerling jahil lalu tertawa, mengusap bahu Yoongi perlahan dan bangkit setelah berpamitan pada keduanya.

"Akan ku hubungi besok pagi, tutup kantor dan habiskan waktu bersama Taehyung. Kalau bisa, aku mau dapat kabar pernikahan kalian, lusa nanti. Aku pergi dulu, sampai jumpaa!!"

Semi formal bukan pakaian cocok yang dipakai berkencan menurut Jieun selaku penikmat kencan setelah bercerai dengan calon teman kencannya. Jimin harus menuruti atau kakaknya itu tak akan membiarkan Jimin menjumpai keponakannya.

Sweater putih dan mantel, celana katun, dan tas acorn. Pilihannya jatuh pada setelan musim dingin karena berita salju pertama turun malam ini. Sembari melilitkan syal ia berlalu keluar rumah dengan tergesa, mengejar waktu bus tiba.

Teman kantor menggodanya karena alasan klasik tentang menghemat uang dengan menaiki bus, Yoongi juga mendesaknya membeli mobil agar tidak repot kesana kemari menggunakan bus. Tidak alasan khusus sebenarnya, Jimin menaiki bus karena angin membantunya menghilangkan batin yang belum bisa menghilangkan sakitnya di telantarkan.

Yoongi nyaris melempar bingkai foto sewaktu Jimin mengungkapkan alasan sebenarnya, sahabatnya juga sependapat kalau itu menyakitkan, tapi paling tidak datang saat pergantian tahun untuk makan malam bersama, atau dalam kalimat lain; memaafkan.

Jimin bukan tidak bisa memaafkan, hanya sukar menghilangkan rasa sakitnya.

Terlalu banyak melamun membuatnya tak sadar bahwa busnya telah berhenti di halte yang ia tuju. Pun mendelik begitu mendapati sosok semampai bersetelan hitam dari kepala sampai ujung kaki berdiri di hadapan menyambutnya. Rambut panjangnya dibiarkan terurai dan senyum lelaki itu membuat Jimin terdiam sepersekian detik sebelum menyiapkan tekad dan meniti petak mendekati calon teman kencannya.

"Menunggu lama, Jungkook-gun?"

•••

Ini short AU yaaaa,
Enam sampai tujuh chapter lagi selesai kok.

Viudo: Bad GentleManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang