U

821 92 0
                                    


Bibir tebal mengerucut membuang asap rokok dari jumputan batang yang terapit di kedua jemari sedetik lalu. Suara berisik pesta dari aula memaksanya menyusuri jalan setapak menuju ruang jamuan di sayap timur istana. Dekat perpustakaan baginda ditemani seekor kucing kecil yang mengusal manja di kakinya.

Jimin menghisapnya lagi, kotak yang sejatinya penuh sudah tak bersisa isinya. Mengerjap kecil, ia menyadari menghindar bukan hal yang patut dilakukan untuk pria tua sepertinya.

Jimin terlalu terkejut untuk menerima penjelasan lebih lanjut dan binar bahagia Yoongi membuatnya juga ikut merasakan hal serupa.

"Menurutmu, apa yang harus aku lakukan sekarang, kucing kecil?"

Geraman menggemaskan menjawab Jimin yang termenung, sinar bulan menyinari wajahnya yang resah dan Jimin tidak bisa berlama lama disini atau Seokjin akan memenggal kepalanya karena menghilang sepanjang pesta.

Dan mendapati sosok jangkung berbalut sweater kerah tinggi dan jas pas badan di ambang gerbang, membuat Park Jimin menghentinkan langkah kendati niat kabur sudah mengudara.

"Aku pikir kamu gantung diri, Jimin-shi" tukas lelaki itu seraya melangkah maju, mendekati Jimin yang bergeming bersama kibaran mantel panjangnya.

Sebentuk lengan melingkar tanpa ijin ke belakang tubuh, merengkuh pinggang dan membuat wajahnya terbentur dada bidang si pujaan.

"Percayalah aku pernah mencobanya, Jungkook-gun."

Terlanjur basah, Jimin ingin tercebur semakin dalam sekalian. Menggerut pundak lebarnya, Jimin memeluk pria di hadapan semakin erat, menghalau dinginnya udara dan salju yang turun makin lebat malam ini.

Perasaannya campur aduk, terasa menyesakkan dan senang bersamaan. Sahabat terbaiknya yang tinggal bersama sepuluh tahun terakhir akan pergi dari hidupnya, itu terdengar menyedihkan tapi juga bahagia mendengar bahwa dia sudah menemukan kebahagiannya sendiri.

Jimin ingin menangis, sepanjang hidupnya ia tak pernah berpikir sulitnya mengihklaskan suatu keadaan. Yoongi bahkan memukul kepalanya ketika cetus ide tentang menyerah pada cinta pertamanya yang sudah di pertahankan belasan tahun, tempo hari.

Jungkook balas mendekap, membiarkan pria di pelukannya merasa nyaman. Jimin bersuara usai terdiam cukup lama.

"Apa aku boleh mencium'mu disini?"

Berpaling terkejut, Jungkook terkekeh sembari merendahkan kepala. Menjumput dagu dan mengecup bibir tebal lelaki dalam rengkuhannya.

Mencecap rasa pahit rokok dari bibir lembut Jimin, melumat  labium atas dan bawahnya bergantian. Menikmati bagaimana lenguh Jimin mengudara sensual, jemari mungil yang menarik tengkuk dan rambutnya secara bersamaan.

Hingga tautan itu terlepas, deru nafas hangat saling beradu akibat kedua wajah yang terlalu dekat. Binar mata hitam kelam semakin menggelap, dan Jimin bergerak mundur walau sia sia. Jungkook sudah pasti tidak akan melepasnya malam ini, dan Jimin harus berkelit supaya tidak di tiduri saat ini juga.

"Tidak ada seks sebelum menikah." sergahnya tegas, jelas dan penuh penekanan. Jungkook menggeram tak terima menjawabnya, pria tersebut hendak mencumbunya kembali kalau saja Jimin tidak menahan dadanya sekuat tenaga.

"Apa aku harus menuruti keinginanmu yang ini juga?" suaranya memberat berbahaya. Jimin mengangguk pasti, meraih kepala Jungkook dan mencium keningnya. Mengusap pipi dan tersenyum lebar sampai kedua bulan sabit kegemaran sekaligus kelemahan Jungkook muncul di kedua matanya.

Membuang nafas kasar, Jungkook bergumam dari balik pundak sempit Jimin "Yoongi-nim ingin berbicara dengan Jimin-shi, tapi beliau tidak mengetahui keberadaanmu semenjak pesta di mulai. Aku dan Namjoon hyung mencari dari sayap utara dan barat, dan tidak membuahkan hasil apa apa, tapi tuhan sedang berpihak padaku karena perjalanan menuju dapur searah dengan tempat ini. Ayo? Aku sudah mengabari calon raja dan beliau memintaku membawamu kembali kesana. Seokjin hyung juga khawatir."

Berjalan mengikuti Jungkook, lelaki tersebut menggenggam jemarinya erat. Membiarkan tubuhnya di seret lembut oleh sang pujaan.

"Untuk apa mereka khawatir kalau aku punya kamu, Jungkook-gun."

Yoongi memukulnya begitu memasuki aula, Jimin sampai melompat ke belakang tubuh Taehyung yang tertawa melihatnya.

Putra mahkota memberinya buah apel segar pemberian ibu suri yang pamit undur diri usai pesta selesai setengah jam yang lalu. Yoongi menyeretnya duduk di salah satu kursi dan nyaris berteriak ketika menanyakan keberadaannya sesorean ini.

"Di sayap timur dekat perpustakaan baginda raja, ada ruang terbuka disamping menara penjaga. Aku tidak sendirian kok, ada anak kucing yang kebetulan lewat dan menemaniku selama aku disana." sahutnya menjawab, mengerjap pelan dan tertawa begitu Yoongi mengangkat kedua alis seolah bertanya 'sudah, itu saja?' dan Jimin balas menganggukkan kepala, pasti.

"..merokok?"

"Satu kotak. Merek biasa kok, aku tidak bisa coba yang lain."

Yoongi meringis, mengulurkan tangan menyentuh pinggiran wajah sahabatnya yang dingin. Bibir plum itu memucat tidak seperti biasanya, dan Yoongi paham karena selain alkohol, Jimin biasa merokok untuk meringankan pikirannya.

"Ada lagi yang ingin hyung tanyakan padaku?"

Menggeleng pelan, Yoongi menarik tangannya menjauh sembari tersenyum lebar. Melirik Jungkook yang berjalan mendekat bersama suaminya.

"Kalau begitu aku akan pulang, bisa bertemu besok pagi? Kamu hutang penjelasan padaku."

"Datang saja, kamu tahu pukul berapa aku bangun Park Jimin."

Terkekeh kecil menanggapi, sebelah tangannya di tarik kecil dan Jimin mendongak untuk mendapati pria yang beberapa menit lalu ia cium, atas keinginannya sendiri. Dan sekarang, Yoongi pasti memintanya agar pulang bersama Jungkook sampai rumah, atau paling tidak hingga masuk ke dalam kamar.

Beranjak tegak, Yoongi melambai padanya dan membiarkan Jungkook membawanya pergi meninggalkan pelataran. Menyapa beberapa kenalan yang masih mengobrol di lahan parkir, Jungkook bergegas membuka pintu mobil untuknya.

Ferrari kuning milik pria disampingnya cukup menarik perhatian karena beberapa pejabat yang baru akan pulang melihat ke arah mereka dengan terkagum. Jimin mendelik memerhatikan, tidak terlalu risih karena sepanjang masa kuliahnya dahulu, Yoongi akan membawa mobil sport berbeda setiap minggunya, dan belum tahu apakah akan menjadi lebih baik dengan kekayaan Jungkook yang tidak ada bedanya.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?"

"Bagaimana cara mencegahmu meniduri ku saat tiba di rumah?"

Jungkook tertawa, tidak berusaha menampik bahwa kesederhanaan pria cantik di sisinya semakin memikat Jungkook agar terjatuh makin dalam pada pesonanya.

"Seorang pria selalu memegang kata-katanya. Kalau membahas tentang kamu mau jadi pacarku saja bagaimana?"

"Aku juga seorang pria yang memegang kalimatku sendiri, Jungkook-gun. Kalau belum bisa menaklukan hati keponakan, aku tak akan mau menjadi kekasihmu."

Mendengus kecil, kedua tangan sibuk memutar kesana kemari stir mobil mahalnya. Ujung bibir Jungkook terangkat tinggi dan rahang tegas itu semakin terlihat seksi dari samping.

"Percayalah padaku kalau malam ini aku pulang tanpa kabar hyung belum menjadi pacarku, Haneul akan marah besar besok. Dan aku tidak akan mendaptkan kecupan pagi sebelum berangkat kerja, itu menyebalkan omong omong."

Jimin mengerjap "Maksudmu adalah—"

"Yap, Haneul dan Nuna berkonspirasi bersama sejak lama. Dan malam ini, misi mencium mu sudah ku selesaikan dengan baik," laju mobil di percepat di ikuti derum garang yang mewah "mengapa tidak ku selesaikan misi mendidurimu sekalian?"

Viudo: Bad GentleManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang