I

392 31 3
                                    

Pagi itu ia berhasil medeskusikan pernak pernik pernikahan usai mengulum kejantanan calon suaminya yang mendengkur nikmat walau berkata mereka akan segera menikah, dan Jimin pergi setelah mengatakan kalau mereka tidak akan punya malam pertama walau sudah menikah.

"kenapa bisa begitu?" pria itu mengerang tidak terima, menahannya yang hendak pergi menemui sang ibunda di bawah.

"Karena kamu akan menyakiti anakmu, Jeon."

Jimin pergi usai mengatakan itu, tertawa mendengar geraman tak terima Jungkook yang terdengar keras hingga memenuhi koridor rumah.

Jimin juga menyampaikan pendapatnya tentang konsep pernikahan yang diinginkannya. Ia juga mendengar desain pernikahan Jieun dan Jungkook lima belas tahun yang lalu, tapi ia menolak halus pendapat Ibu Jeon.  Mengatakan kalau pernikahan mereka terlalu megah, dan Jimin ingin yang lebih sederhana walaupun di iringi beragam pesta untuk para tamu dan juga keluarga.

Jimin diberikan kartu hitam sebelum kekasihnya pergi melihat gedung pernikahan bersama ayah dan calon mertuanya. Dan kegiatan hari ini, dia mulai dengan berdiri di antara para ajudan kerajaan untuk menunggu kepulangan pangeran dan pasangannya, yaitu Kim Taehyung dan Kim Yoongi.

Dirinya ditawari roti dan kopi oleh kepala pelayan istana pangeran Taehyung ketika menunggu, dan Jimin menolak dengan alasan belum lapar. Pria itu melirik ke arah pergelangan tangan, ia masih punya sisa waktu satu jam lagi agar bisa segera pulang dan menyambut kedatangan Jeon Haneul di mansion besar keluarga Jeon.

Jimin terkesiap ketika pekik lengking seseorang menyebut namanya. Berbalut kaos hitam, celana kain, dan sepatu converse, Kim Yoongi berjalan cepat nyaris berlari menemuinya. Dibelakangnya ada sang suami yang menegur agar tidak tergesa gesa karena Jimin tidak akan lenyap saat itu juga.

Pun, kekasih Jungkook tersebut hampir jatuh ketika Yoongi bergerak cepat memeluknya, menabrak tubuh Jimin yang langsung tertawa saat Yoongi mendekapnya erat erat.

"PARK JIMIN!!!"

"Hoi, hoi, tak usah berteriak kak." sungut Jimin sembari membalas pelukkan hangat sahabatnya yang sekarang terkekeh kecil.

"Aku cuma rindu kamu, buntal."

"Aku tahu, karena aku juga rindu padamu,  pucat."

Keduanya tergelak bersama dan Taehyung mengernyit aneh mendengarnya. Ia tahu betul kalau suaminya adalah sosok yang hangat pada orang yang dia sayangi, dan kasih sayang Kim Yoongi adalah hal paling menakjubkan di dunia.

"Oho, matamu menyiratkan kalau pria tua ini adalah semesta." ujar Jimin sembari melirik Yoongi yang menempelinya sangat kuat, "Tapi pangeran, ijinkan aku meminjamnya hari ini, karena siapa tahu, aku tak akan bertemu dengannya lagi dalam waktu dekat." timpalnya lalu mendengkus ringan, menggandeng lengan pria kurus disampingnya, Taehyung mengangguk ringan.

"Ijin diberikan." kata pria itu, membuka sebelah lengannya dan Yoongi dengan patuh beringsut mendekat, mendekap hangat dan berbagi kecupan selamat tinggal lalu Yoongi kembali lagi pada Jimin yang bersorak gembira. "Lagipula aku juga sudah meminjamnya darimu terlalu lama, dan yah, biar ku ikhlaskan dia bersamamu hari ini sebagai imbalannya."

"TERIMA KASIH ATAS KERENDAHAN HATIMU, PANGERAN!!"

Yoongi mengatakan bahwa mobil barunya sudah ketinggalan jaman, dan Jimin enggan membantah karena tipe mobilnya sesuai dengan keinginannnya. Pria pucat tersebut menyingkirkan Jimin yang hendak mengendarai, meraih topi dan kacamata lalu mengerling pada sahabatnya yang terbahak karena tingkahnya. 

"Belok kiri."

Sebelah alis terangkat bingung dan empunya menuruti perintah Jimin yang memerhatikan ponsel dengan raut terlalu fokus.

"...ini bukan arah ke rumah."

Pria itu mengangguk menanggapi pernyataan Yoongi, menoleh sebentar dan berkata, "Kita ke rumah orang tua Jungkook."

Yoongi mengangguk saja, meneruskan perjalanan mereka dengan percakapan ringan hingga Range Rover putih milik Jimin tiba didepan gerbang besar dan petugas jaga langsung bergerak cepat membukakan untuk calon tuan baru mereka.

Jimin menggiringnya, dan Yoongi mengikuti perlahan dari belakang. Dengan tatapan sendu yang terhalang lensa hitam,  dia memperhatikan bagaimana sosok dihadapannya kini dapat mengangkat kedua bahunya dengan sempurna.

Meninggalkan beban dari masa lalu yang ia pikul selama puluhan purnama, membiarkan tiap tangisnya meluap seperti yang sudah sudah, menepis lengannya yang terjulur untuk merengkuhnya yang nyaris gantung diri di awal persahabatan mereka. Semuanya seolah kembali di ingatan Yoongi. 

Rambut pirang panjang itu tersapu angin dan dia menoleh padanya dengan senyum terkembang lebar, melambaikan tangan padanya agar berjalan cepat dan merangkulnya erat. 

Yoongi memegang pinggul pria disampingnya, merebahkan kepala di pundak sahabatnya yang kini bertanya khwatir apakah dirinya lelah.

Yoongi sayang pada Jimin, dia adalah saksi hidup bagaimana seorang Park Jimin berjuang belajar hukum untuk dirinya karena merasa berhutang budi, bagaimana ia tersenyum walau air mata turun deras di kedua pipinya, bagaimana ia berteriak usai mengunjungi ayahnya untuk pertama kali setelah empat tahun, dan bagaimana ia mulai menikmati rokok untuk menghilangkan rasa rindu yang besar di hatinya.

"Hyung? Kamu tak apa?"

Dia menegakkan kepala perlahan, menatap kedua mata cokelat indah yang berpendar gusar melihatnya.

"Apa aku terlihat tidak baik baik saja, Jimin-ah?"

Bukan jawaban melainkan pertanyaan yang membalas perkataan Jimin. Pria bersurai pucat tersebut nampak bingung, untuk mengkhawatirkan pria cantik di dekapan saat sebuah helikopter melintas di atas mereka. 

Badan bergerak menjauh, mencoba menopang seluruh tubuhnya dengan kaki yang sedikit gemetar, Yoongi meliriknya sebentar lalu berkata sambil ikut memerhatikan transportasi udara yang melintas tadi.

"Pergilah, jemput dia." ujarnya, "Lalu bawa dia ke kamar tamu tanpa tangismu, Park Jimin." timpalnya kemudian berlau meninggalkan Jimin dan memasukki rumah besar keluarga Jeon.

Park Jimin mendengus kecil, kembali meniti petak, melangkah meninggalkan pekarangan luas rumah dan menuju helipad yang berada di halaman luas di samping pacuan kuda. Seiring dengan langkah teraturnya, disitu ia juga bisa melihat bagaimana gadis tangguh menuruni anak tangga dengan surai hitam panjang dan gaun lebar berkibar sempurna.

Itu Jeon Haneul yang memamerkan senyum merekah ketika melihatnya. Dan Jimin melanggar perintah suami pangeran Korea karena deru tangisnya yang terisak kecil sekarang.

Perempuan belia itu mendekat usai meminta beberapa ajudan mundur beberapa langkah, meraih kedua tangan Jimin yang tersedu menatapnya.

"Aku pulang, Papa."

Pria itu di dekap erat detik berikutnya, bersama lambaian tangan Kim Yoongi dan Jeon Jungkook tak jauh dari mereka.





























"Anakku akan pulang, dan kamu mau tidur, Hyung?"

Mendecih sembari menyingkirkan lengan dari atas pundaknya, Yoongi menodorong tubuh pria itu dan berlalu dengan gumam menyebalkan.

"Jeon bajingan Jungkook, apa salahnya aku menunggu anakmu disini, dasar bedebah sinting."

Jungkook terkekeh, mengejar suami sepupunya tersebut sambil bergelagat memelas, "Kan, siapa tahu dengan menyambut Haneul, tuhan memberkahi kalian dengan sebuah momongan."

"Ish, bedebah! Mulut iblismu bertingkah lagi."

"Amen."

Yoongi mendengung singkat, "Amen."

Viudo: Bad GentleManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang