N

423 31 1
                                    


"Kalau dulu aku tidak berteriak marah karena kamu hendak menyerah, mungkin pernikahan ini adalah angan angan dalam mimpimu saja. " kata pria itu lalu terkekeh kecil, mengusap bawah mata sipitnya dan sebuah kecupan mendarat hangat di sisi kepalanya.

"..tugasku maupun tugasmu sudah selesai." Yoongi membiarkan setetes air matanya untuk turun di pipi, jemarinya meremat pundak Jimin kuat saat emosi tidak lagi dapat ia bendung dan tangisnya pecah saat pria dihadapannya mengangguk sembari tersenyum lebar padanya.

"A, aku tidak menyesal memberimu tumpangan tidur sepuluh tahun lalu. Tidak juga menyesal membiarkanmu disayang ibu dan keluargaku." Yoongi menggeleng pelan, "Ku akui itu keputusan bodoh untuk menjual diri di Amerika karena putus cinta, dan bertemu bajingan sepertiku yang memungutmu untuk mengobati kesendiriannya."

"Kamu berharga, dan kehilangan presensimu tidak akan pernah terasa menyenangkan. Jangan lupa untuk terus hubungi aku ketika hendak mengunjungi Bunda," bibirnya di gigit keras sebelum pria itu melanjutkan, dan Jimin segera menariknya dalam pelukan.

"karena beliau juga Bundaku."

Usai mengusap Yoongi yang menangis sesegukan semalaman, Jimin harus dikejutkan dengan kedatangan Jeon Jungkook di jendela kamar.

"Hei! Kita tidak boleh bertemu tahu!" ujarnya berbisik marah, melangkah mendekat pada pria tersebut yang memerhatikan Yoongi di atas kasurnya.

Jungkook beralih menatap Jimin, mengulurkan tangan untuk meraih pinggul rampingnya dan mencium bibirnya tanpa peringatan.

Pemilik surai pirang terkejut, memegang sepasang bahu lebar kekasihnya yang sekarang menyesep bibir Jimin dan sama sekali tidak menghiarukan pekikannya yang minta di lepas.

"Kamu nekat kesini walau sudah dilarang, berani sekali, dengan bantuan siapa memangnya?" tanya Jimin setelah Jungkook puas memangut bibir tebalnya.

Pria itu mengetuk kusen jendela bagian sebelah dan Kim Taehyung muncul detik berikutnya. Jimin sampai terkesiap dan nyaris memukul sang pangeran kalau Jungkook tidak segera memeganginya.

"Dia...menangis?"

Jimin mengangguk menanggapi, ikut menatap Yoongi yang terlelap nyaman di atas kasurnya.

"Aku hanya membawakan anggur kesukaannya karena kita ingin berbincang dan menghabiskan malam kemudian tidur," Jimin mengambil jeda untuk mencium pelipis Jungkook kemudian memeluk pria itu erat erat dan melanjutkan, "tapi entah kenapa, topik pembicaraan kami semakin menjurus pada masa lalu, dan beliau menangis karena teringat momen momen saat pertama kali berjumpa. Aku juga sebenarnya enggan untuk bernostalgia, karena itu yang membuat Park Jimin dan Kim Yoongi menderita."

Taehyung termangu, Jungkook meliriknya sejenak sebelum melepas rengkuhan. Beranjak turun usai berkata 'selamat malam' pada calon suaminya sembari menarik bangsawan tersebut bersamanya.
Mereka berakhir di teras rumahnya. Berdiri bersebelahan di satu pilar besar dengan pemandangan langit biru manandakan subuh akan segera tiba.

"Entah kenapa aku merasa bersalah pada Jimin." tutur Taehyung memecah hening diantara mereka semenjak tadi. Pria itu menghela nafas, merogoh kotak rokok dan mengambil satu batang untuk diapit dibelah bibirnya dan Jungkook segera mengeluarkan pemantik dan menghidupkan batang nikotin milik Taehyung.

"Besok adalah hari yang bahagia untuk kalian, tapi Yoongi malah menangis sebab perpisahan yang tidak serta merta melenyapkan Jimin dari muka bumi detik itu juga."

Jungkook tertawa mendengar penuturan dari sepupunya yang melengos sambil membuang asap melalui hidungnya.

"Tak masalah, pangeran. Sekalipun Jimin hilang dari muka bumi, aku yakin Yoongi-nim akan menemukan keberadannya bagaimanapun caranya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Viudo: Bad GentleManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang