J

481 55 6
                                    


Lee Mino mempersilahkan Jeon Raewook duduk. Menjamu dengan segelas teh dan sepiring biskuit.

"Mino, senang bisa berjumpa denganmu kembali." sapa kepala keluarga Jeon tersebut tersenyum lebar.

Lee Mino disebrangnya balas tersenyum sembari mengangguk, "Senang juga bertemu denganmu. Raewook."

"Kedatanganku pagi ini punya maksud tertentu, tidak sekedar menyapa teman lama yang pernah menjadi keluarga."

Lee Mino bergumam, melipat kedua tangan di depan dada dan mimik muka berangsur serius. "Dan apakah maksud itu?"

"Membuatmu menjadi keluargaku lagi."

Ayah Jieun dan Jimin itu mengernyit, tanda bahwa ia tak cukup mengerti.

"Jungkook menjalin hubungan yang cukup serius dengan anakmu, Lee, Park Jimin."

"Oh ya? Sudah berapa lama?"

Jeon Raewook kembali menyesap tehnya, mengambil satu bisukit berbentuk beruang dan memakannya sebelum kembali menjawab.

"Mungkin, dua bulan? Entah, aku tidak tahu pasti berapa. Yang penting adalah kamu bersedia menjadi besanku kembali, tidak?"

"Ya, terserah. Kalau sudah ada kemajuan signifikan, kabari aku. Apalagi berita berita baik, kabarkan juga itu."

Oh, Jeon Raewook tidak menduga ini. Rekannya nampak tak terkejut, bahkan marah.

"Kamu tidak marah?"

Lee Mino mendengus, "Tidak, kenapa aku harus marah ketika ini adalah sebuah kabar bahagia?" ujarnya lalu tertawa lebar.

"Kalau begitu, ini juga kabar baik untukku." Jeon Raewook ikut tersenyum tak kalah lebar, setidaknya ada jawaban pasti untuk kegundahan istrinya.

Jungkook menggeser pintu,  melangkah masuk dan mendapati sosok pria yang dua hari terakhir tak menghubunginya. Dan sekarang,  pria itu tengah berdiri menghadap jendela besar dengan pakaian pasien lengkap selang infus dan senyum kecilnya. 

Ia mendekat, meraih sebentuk lengan yang bebas dan mengenggamnya hati hati. Mencium sisi kepalanya dan meringis begitu genggamannya dibalas cengkraman kuat. 

"...aku akan menjadi seorang papa." sahut pria itu pelan,  membiarkan pundaknya di jadikan tumpuan dahi dari kekasih yang mengangguk menanggapi. 

Jimin mendorong pundak kekasihnya, menatap kedua mata besar penuh pertanyaan dan tersenyum lebar. 

"Sudah berapa lama dia disini?" tanya Jungkook sembari mengusap perut rata Jimin yang mendengkur lucu. 

"Ini minggu ke tiga." menggenggam jemari Jungkook yang mengusap telaten, dan membawanya ke depan mulut untuk di kecup pelan pelan. Jimin mengerling lemah dihadapan kekasihnya yang terkekeh jumawa. 

"Mau ke rumah ayahmu?"

"Untuk apa?"

Jungkook merendahkan badan sebentar,  melebarkan tangan dan mendekap tubuh Jimin dalam gendongan kuatnya. Membawanya ke atas ranjang dan mulai memberi afeksi dengan menciumi wajah,  leher,  hingga pundak dan membuat empunya tertawa geli. 

"Bertemu calon mertua." balas Jungkook akhirnya, menjawab rasa penasaran Jimin yang masih terengah karena geli. 

"Dia pernah menjadi calon mertuamu dahulu."

Lelaki itu mengangkat sebelah alis, mencium lamat lamat dahi Jimin kemudian berkata "Bedakan dahulu dan sekarang, Jimin-shi."

Jungkook meraih pinggiran kasur dan menjadikannya sanggahan agar ia dapat menatap Jimin lebih leluasa. 

"Masa lalu tidak berhak melarangku kembali berjuang, meski ada yang serupa. Aku punya keberanian meski takut gagal. Tapi, mempunyaimu dalam hidupku, adalah hal terakhir yang ku ingin setelah beribu bulan ku habiskan untuk mencari siapa yang mengirimiku bekal makan siang dengan kerja kerasnya tanpa ku minta?"

Ada kaca bening meliputi kedua matanya, Jimin menggeleng sembari melipat bibirnya yang terpaku melihat raut wajah menyedihkan di hadapannya. 

"Aku hanya ingin mencintaimu tanpa batasan. Tidak mesti sebatas kontrak kerja sama antar kolega, ataupun keinginan seorang ayah mempunyai cucu dalam dekapannya. Aku tak perlu itu semua!"

Gigi gemerletuk bersama tangis pilu,  Jungkook merunduk dengan bahu bergetar hebat. Berusaha menyembunyikan lelehan air mata yang jatuh karena semua rasa sakit yang tumpah ruah. 

"Aku cuma mau mencintaimu, Jimin."

Kekasihnya tergesa mendekap, memeluknya erat.

"Oke, maaf menyinggung masa lalu." kata Jimin mengusap punggung lebar, merasa bersalah karena perkataannya yang tak sempat di pikirkan lebih dahulu. 

Jemari kecil menghapus jejak air mata, mengusap pipi tirus dan ujung bibir lalu di kecup lembut, "Jangan menangis Jungkook-gun."

Lelakinya sesenggukan menyedihkan, dan Jimin entah kenapa tertawa kecil melihat kekasihnya yang mengusal manja di sekitar bahu dan lehernya. 

"...aku juga cinta kamu."



















aku minta maaf yang sebesar besarnya karena membuat kalian menunggu terlalu lama.  Maaf ya, aku sibuk sekali akhir akhir ini,  mohon di maklumi ya...

Viudo: Bad GentleManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang