I

403 51 9
                                    

"Senang bertemu denganmu lagi, Jeon Jungkook."

Yang di tegur bergeming di ambang pintu,  membungkuk sembilan puluh derajat dan Jimin terkekeh usai memberikan peluk juga kecup sapa seperti biasa mereka berjumpa kepada ayahnya.

Lee Mino memberi gestur 'ayo' dan Jungkook dengan patuh mengikuti, sedangkan Jimin memilih ke dapur dan menyiapkan cemilan juga minuman. 

"Duduk, Jungkook-ah. Kamu seperti bertemu siapa saja." Lee Mino menggelengkan kepala singkat, membiarkan lelaki itu menyamankan posisi dan mulai menatapnya hati hati. 

"Saya kemari unt—"

"—menjadi menantuku kembali?"

Jungkook diam, menundukkan kepala sebentar kemudian mengangguk. Meremat jemarinya yang gemetar dan berdeham kecil sebelum menjawab. 

"Iya, untuk meminang putra anda, Lee, Park Jimin." ujarnya dengan suara tenang. Mencoba menimalisir suaranya yang nyaris pecah karena gugup.

Ayah Jimin itu mengangguk anggukkan kepala sambil menatap anaknya yang datang untuk menyuguhkan minuman dan cemilan. Lelaki itu meliriknya sekilas,  lalu memberi gestur semangat dan kembali ke dapur. 

Jungkook terpaku, tidak mengira akan di abaikan kekasih yang hendak di pinangnya tersebut dalam pertemuan mendebarkan ini. 

"Kamu mau memberikan apa sebagai mahar?" Lee Mino menyeruput kopi dari atas meja sembari tetap menatapnya. 

"Jimin menolak saat ku tawarkan separuh saham, dan sebagai gantinya, aku memberikan sepuluh juta dolar dan mansion yang ku bangun di dekat pantai Busan, lokasi kesukaannya."

Lee Mino mengangguk lagi, dahinya berkerut dalam dengan dengung kerasnya. 
"Oke, kapan pernikahannya diselenggarakan? Minggu depan? Atau, bulan depan?"

Jungkook diam, bola matanya membulat besar dengan rasa keterkejutannya. Lee Mino menangkap reaksi kekasih putranya,  terkekeh sembari meletakkan gelas kembali ke tatakan, pria itu kembali berkata.

"Wajahmu nampak sekali bahwa kamu terkejut, Jungkook-ah."

Yang di balas empunya dengan memalingkan muka ke samping sambil mendesah gelisah.

"...tidak mengharapkan akan semulus ini ya?"

"Iya." katanya lugas,  menjawab dengan binar percaya diri dan tatapan yang jelas sekali sirat seriusnya. 

Lee Mino tertawa kecil, suka melihat keseriusan sang duda yang tak pernah luput semenjak bertahun tahun lamanya. 

"Sepulang dari sini tanya pada ayahmu kenapa kamu bisa dapat restu secepat ini, lalu tanya ibumu kapan waktu yang bagus untuk pernikahan, setelah itu," pria itu menatapnya tepat dimata, "kabarkan padaku keputusan akhirnya, dan menikahlah."

###

"Kamu dimana?"

Ada jeda sebentar, dan Jimin memilih berhenti memindahkan barang barangnya dari sebuah kotak ke atas meja dan beralih memegang telpon dengan benar ketika tidak mendapati jawaban melainkan deru nafas yang tidak beraturan.

"Hei, bunny. Sesuatu terjadi?"

"Seharusnya aku yang bertanya," kekasihnya menjawab dengan suara rendah, serak, dan nampak menyedihkan. "kamu tak ada disini saat kubutuhkan. Where are you, babe?"

Jimin bergumam prihatin, menyandang tas dipundak dan melangkah keluar kantor barunya. 

"Gedung pengadilan Busan, kantor baruku." pria itu menyapa beberapa orang yang lewat, dan kembali berbicara "Maaf karena meninggalkanmu sendiri disana. Kebetulan Yeonjun mengabariku kalau barang barang sudah tiba dan kebetulan juga aku sedang berada disini, makanya aku kabur, membiarkanmu berbicara dengan Bapak Lee Mino. Kalian juga sudah lama tak bersua, kan?"

Ada deham berat yang candu menjawabnya, Jimin tidak kuasa meremat jemari dan mengigit bibir menikmati, sebelum netra menangkap sosok familiar di pelataran kantor barunya bersama maserati MC20-nya.

Oh, Jimin tidak menyadari rambut panjang itu telah dipangkas apik menjadi lebih pendek. Dan membingkai pesona Jeon Jungkook lebih ketara dengan senyum kecil menjemput kedatangannya.

Tangan yang semula menggenggam ponsel disamping telinga turun perlahan, menggantung bebas di sisi paha dan dibiarkan panggilan yang tersambung diputus sepihak oleh seseorang di sebrang. 

Jimin mengakui kalau dia adalah penjahat.  Jeon Jungkook itu duda yang pantas di labeli jahat karena telah membuatnya jatuh cinta. Terlalu cinta bahkan. 

"Kenapa kamu diam saja? Tidak ingin memeluk calon suami-mu, Jimin-shi?"

Pria bersurai pirang itu mendecih, membawa sepasang tungkainya berlari ke arah Jeon Jungkook yang tertawa sembari membuka lebar lebar lengannya. Membiarkan Jimin menabrkanya dengan kekuatan penuh hingga Jungkook nyaris kehilangan keseimbangan dan akhirnya berhasil mendekap si cantik kesayangan. 

"Untuk seterusnya jangan berlari kalau mau menghampiri," kata Jungkook pelan, menarik diri dan merunduk untuk mengusap perut rata yang tampak sedikit menonjol "karena kamu punya kehidupan lain disini."

Kekasih cantiknya menganggukkan kepala, meraih tengkuk Jungkook dan hendak menciumnya sebelum pria itu berkelit sambil terkekeh pelan. Pun segera menjelaskan maksud dari tindakan menghindarnya karena Jimin sudah memasang raut bingung dan sedih.

"Aku habis merokok."

"....aku selalu merokok saat, ataupun tidak disaat kita bercinta. Dan kamu menciumku dengan sukacita, duda."

Jungkook tersenyum lebar, memberi kecup di pipi kanan hingga yang bersangkutan memukul dadanya risih karena suara aneh yang dibuat olehnya.

"Baru ku tinggal tiga jam setengah sudah berani potong rambut. Nanti kalau ku tinggal seharian penuh, bisa jadi sudah potong alis ya?" Jimin membiarkan dirinya di tuntun memasuki mobil mahal yang berada di depan mereka. 

"Kalau potong karet bagaimana?"

"Hn? Karet apa?"

Menaruh tangan di atas kepala kekasihnya yang bergerak memasuki mobil, Jungkook ditahan pergi karena kekasihnya yang tak mengerti. Ada senyum jahil yang menggemaskan, dan detik berikutnya Jimin merona mendengar jawaban Jungkook yang mencuri kecup di bibirnya. 


"Karet celana dalam, cantik."

















Hehe, halooo

Viudo: Bad GentleManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang