"Sering kemari?"Menggeser mangkuk ramen ke hadapan Jimin seraya menggeleng, memisah sumpit dan menatap lawan bicara.
"Tidak, ini kali pertama saya makan di kedai pinggir jalan."
"Oh, iya." Jimin tersenyum riang sambil mengetuk meja menggunakan sumpit sebelum menyantap ramennya sendiri. Kepul asap daging di panggangan menggugah selera Jungkook yang ragu menyentuh.
Di suguhi pemandangan seperti itu Jimin malah gemas mau membawa pacar Yoongi ke tempat seperti ini juga. Mungkin bangsawan satu itu akan masuk angin karena kedinginan.
Menyeka noda kuah di pipi, respon jengit dari yang bersangkutan memantik tawa. Gerakannya tidak sama sekali canggung, seperti pernah melakukan sentuhan fisik bersamanya dahulu. Jungkook tak mau bertanya, takut si empunya tidak nyaman karena pertanyaannya.
"Kamu tidak usah bicara formal begitu, agak aneh mendengarnya dari teman kencan."
Jungkook menegak soju dan mengangguk setuju. Mengusak hidung yang memerah karena udara malam hari yang makin dingin, dan sialnya ia lupa pakai syal walau Haenul sudah menyiapkan di sofa dekatnya berganti pakaian.
Sebentuk tangan berjari mungil meraup sisi kepalanya. Mendekap erat dan memaksa nyawa Jungkook hilang saat itu juga.
Hangat, tangan Jimin-shi, hangat.
Memejamkan mata perlahan, seulas senyum kecil bersemat gigi kelinci muncul di belah dua tangan mungil yang menangkup pipi. Jimin mengusap, dan Jungkook tertawa begitu pucuk hidungnya di cium, mesra.
"Kamu tidak boleh mencium hidung orang sembarangan, Jimin-shi"
Beralih turun ke leher, Jimin usil mencubit main main rahang tegas karena gemas "Kalau calon pacar sendiri kenapa harus tidak boleh?"
Rona merah menghiasi sepanjang muka, Jimin sudah terbahak hingga nyaris jatuh dari kursi kalau saja Jungkook tidak menahannya.
"Memangnya mau jadi pacar saya?"
"Aku—Jungkook-gun," menyipit kesal lalu angkat bahu "kamu tipe kesukaan Yoongi-hyung, dan aku harus berusaha merebut hati keponakan baru bisa terima ajakkan menjadi pacar."
"...mau di panggil papa?"
Mengangguk semangat membalas, Jimin merapat setelah dapat ijin dari lelaki disampingnya yang lanjut menyantap mie pedas diatas meja.
Lengannya di peluk, Jungkook merasa bahwa jaket bulu yang ia kenakan sekarang sama kali tidak berguna karena hangat tubuh Jimin begitu sempurna.
Nafas hangat menerpa leher dari kepala bersurai pirang yang rebah dibahu kanannya.
"Aku boleh berkata jujur?"
Mengangguk kecil, Jungkook mendesis dalam hati, seharusnya membawa pria ini ke restoran langganannya saja kalau tahu suasananya akan begini.
"Jeon Jungkook, pemuda empat belas tahun, anak konglomerat negeri ini yang terserang pilek sewaktu menggeret badan tiba di sekolah hari pertama usai masa orientasi." lelaki itu memulai, intonasinya tenang seperti tengah berdongeng. Sedangkan teman kencannya mematung disamping begitu namanya di sebut.
Wejangan sebelum datang kesini mengingatkannya akan perkataan Jieun yang menyebutkan seribu sifat adiknya, dan salah satunya adalah; blak-blak'kan. Ibu Haneul tersebut bahkan menyuruhnya bersabar karena Jimin terlalu to the point dan Jungkook paham sekarang.
Degup jantungnya terlalu kuat, Jimin menggumam melanjutkan, "Kita bertemu di taman belakang, kamu membaca buku dan aku yang memperhatikan dari samping."

KAMU SEDANG MEMBACA
Viudo: Bad GentleMan
Short StoryDefinisi dari seorang duda tampan, mapan, adalah Mr. Jeon, tapi Park Jimin selaku mantan iparnya menolak keras pendeskripsian di atas. "Kamu tidak pernah memberiku uang untuk belanja, makanya aku tidak suka!" "...kamu bisa ambil dompetku Jimin-shi...