Pintu di buka bersama seulas cengir, menampilkan Jieun yang berdiri sembari menenteng bungkus besar sandwich di sela jemarinya.Jimin membuka pintu lebih lebar, mempersilahkan kakaknya masuk ke dalam rumahnya dan Yoongi.
Pekerjaan Jimin menghasilkan banyak uang sebenarnya, dan Yoongi bukan tipe yang suka menikmati hasil kerja kerasnya walau berasal dari keluarga terpandang.
Mereka hanya menyimpulkan kenapa tidak tinggal bersama kalau menjadi partner sekamar selama lebih lima tahun lamanya. Rumah yang mereka tempati adalah hadiah dari kekasih Yoongi yang notabenenya seorang pria bangsawan. Dan mendapati Jimin yang bergelung di bawah selimut ruang tamu membuat Yoongi memutuskan untuk tinggal bersama sampai Taehyung siap menikahinya.
Jieun membuka kertas pelapis sandwich dan menyodorkan itu ke depan Yoongi yang berucap terima kasih dengan suara serak. Jimin datang membawa nampan berisi tiga mug cokelat panas, hapal diluar kepala kalau Yoongi harus minum pengganti kopi di pagi hari.
"Haruskah aku pindah kembali ke Korea? Sepertinya mengurus kalian dan anak anakku akan menyenangkan disini." ujar Jieun menata salad dari mangkuk plastik untuk di geser ke depan Jimin yang menguap lebar.
Yoongi tertawa, "Kalau kamu tak keberatan, aku dengan senang hati menyutujuinya."
Jimin mengangguk dalam diam, jiwanya masih belum terkumpul sepenuhnya walau sudah menegak setengah gelas cokelat panas. Kakak tirinya mengusak surai sambil tertawa, begitu juga Yoongi yang menarik pipi Jimin gemas.
"Oh ya, kemarin telpon katanya ada yang mau dibicarakan, masalah apa? Kamu mau kembali ke Amerika lagi?"
Jimin mengibas tangan bersama kepala yang menggeleng tak tentu arah. Menarik nafas dalam dalam dan mulai berbicara.
"Amerika tak lagi menarik di mataku, kalau Nuna mau, bawakan saja Jungkook untukku."
"Hah?"
Yoongi melahap sandwich di tangan dengan santai, mendengarkan perbincangan keduanya.
"...Jungkook? Jeon Jungkook?"
Jimin mengangguk, "Memangnya ada Jungkook lain ya di dunia kecil ini?" ujarnya membuka mata, melahap sandwich satu suapan dan menatap Jieun yang terpekur lama.
"Aku suka mantan suami Nuna sejak akhir kelas sekolah menengah keatas. Aku tak sengaja mendengar percakapan Ayah bersama orang tua Jungkook malam itu, dan pergi begitu saja karena Ayah tetap ingin menikahkan kalian berdua walau aku berteriak di depan wajahnya bahwa aku menyukai Jungkook."
"..malam dimana kamu pergi kabur ke Amerika tanpa berpamitan denganku?"
"Hm-mm."
Jieun kembali terpekur, benaknya berpikir dua kali lebih keras akan pengakuan yang terlalu lambat.
Sumpit mengapit kue beras berlumur saus merah kental sebelum masuk ke dalam kerongkongan. Jimin memperhatikan kakak tirinya yang mendadak diam dan dirinya masih bisa makan tanpa merasa canggung.
"Aku tidak bermaksud mengungkit ini karena sakit hati ataupun marah kepada Nuna, mujur karena kesalahpahaman yang kubuat saat datang dan perlu memastikan kalau Nuna tak masalah kalau Jungkook berniat ku jadikan target berikutnya."
Yoongi terkekeh, nyaris mengumpat "Bah, target apanya, punya teman kencan yang bertahan tiga bulan saja kamu tidak punya." ujarnya membuka kartu. Jimin balas menggeplak bisep sambil mendelik tak senang.
"Aku menikah karena Ayah, dan bercerai dengan Jungkook juga karena Ayah. Kami tidak tinggal bersama sejak Haneul lahir, dan aku sudah mulai berkencan sejak Jungkook memilih merawat Haneul sendiri," Jieun menjeda, meraih sisi kepala Jimin dan mengusap telinga adik tirinya dengan senyum terulas lebar "aku menganggapnya teman, jangan ragu dan terimalah ajakkan kencannya nanti."
Jimin tersenyum, mengangguk senang. Berucap terima kasih seraya mengedip usil pada Yoongi yang terbahak, ikut bahagia.
•
•
Pintu lift terbuka, Jimin melangkah dengan aura berwibawa seperti biasa. Pembawaannya yang ramah dan murah senyum membuat suasana senyap bangunan menjadi lebih riuh.
Ada yang bersiul menyemangati, menggoda bahkan berteriak sangking gemasnya.
Jimin sudah biasa. Tujuan pertama setelah sampai adalah kantor Yoongi selaku direktur utama yang berangkat kerja setelah membuat sarapan untuk dirinya yang masih bergelung di alam bawah sadar.
Berucap terima kasih dan berlalu kembali ke ruangannya sendiri, rutinitas setiap hari kecuali sabtu dan minggu. Yeonjun menghampiri dengan senyum lebar seperti biasa, sepupu pacar Yoongi itu sudah pasti kaya raya, dan kenapa pula Yoongi menampung anak sultan ini disini, Jimin juga tidak tahu kenapa.
"Selamat pagi senior Jimin, saya berniat memberitahu kalau ada surat terselip diantara bunga tapi senior sudah pergi lebih dulu akibat alergi bersinnya kambuh kemarin," menyodorkan kertas merah muda terlipat rapi sambil mencicit "saya tidak melihat barang sedikitpun isinya, maafkan kecerobahan saya."
Jimin menerima sembari mengusak surai biru si junior, maklum, berkata tidak apa dan terima kasih juga maaf karena merepotkan. Petugas kebersihan keluar dari dalam ruangan dan berlalu sehabis menyapa Jimin yang melambai senang.
Pun berjengit kaget karena gumam suara menyapa gendang telinga. Isi surat yang baru di baca setengah membuktikan alasan kehadiran si jangkung bertubuh besar di sofa kesayangan.
"Selamat pagi Jimin-shi"
Dear Jimin-shi,
Ini saya Jeon Jungkook, mantan suami kakak kamu, Jieun.Kalau boleh, saya ingin bertemu esok hari saat jam kerja tiba, dibawakan makaron sesuai selera.
Saya tunggu besok,
jam delapan pagi,Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Viudo: Bad GentleMan
Historia CortaDefinisi dari seorang duda tampan, mapan, adalah Mr. Jeon, tapi Park Jimin selaku mantan iparnya menolak keras pendeskripsian di atas. "Kamu tidak pernah memberiku uang untuk belanja, makanya aku tidak suka!" "...kamu bisa ambil dompetku Jimin-shi...