Tuntutan Habib Rizieq mengenai wacana rekonsiliasi dengan pemerintah adalah penerapan revolusi akhlak. Aktualisasinya dengan membuat semua kebijakan di dalam pengelolaan negara Indonesia harus berdiri di atas dasar akhlak. Beliau melihat sedang ada ketimpangan moral dan akhlak pemimpin atau pemerintahan di Indonesia. Paham liberal yang hendak mengajarkan pemikiran untuk meninggalkan keyakinan umat dan paham ateis yang dianggap berusaha menguasai sektor strategis pemerintahan.
Habib Rizieq menekankan bahwa founding fathers Republik Indonesia sudah memberikan gambaran jelas tentang konsep ketauhidan dalam penyusunan dasar negara. Maka dari itu, konsep agama harus menjadi landasan dasar mengatur semua kebijakan yang beradab dan berkeadilan. Utamanya bisa mencontoh akhlak Rasulullah dalam memimpin sebuah negara atau kelompok masyarakat.
Agendanya, Habib Rizieq beserta Front Pembela Islam (FPI) akan melakukan safari dakwah untuk meyebarkan konsep revolusi akhlak ke berbagai penjuru daerah. Meski kenyataannya banyak daerah yang sudah melakukan aksi penolakan atas kedatangan Habib Rizieq ke daerah mereka. Sebenarnya, wacana revolusi akhlak juga sudah menjadi perhatian serius dari pemerintah dalam berbagai kebijakannya. Mungkin yang menjadi perbedaan adalah konsep dari pemaknaan akhlak itu sendiri.
Pendidikan Akhlak
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pengertian akhlak atau moral menurut Halim (2004) adalah sebuah sistem yang lengkap, yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Ciri ini yang akan membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan nilai yang cocok dengan dirinya. Sedangkan menurut Imam Abu Hamid al -Ghazali, akhlak adalah sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik, pun dengan sebaliknya.
Akhlak yang baik atau mulia tentunya tidak bertentangan dengan kaidah agama, adat, dan hukum yang disepakati oleh negara atau masyarakat. Akhlak mulia tersebut dapat berupa rasa tanggung jawab atas semua yang diucapkan atau dikerjakan, sikap menghormati perbedaan dan cara pandang dengan yang lain, bersedian untuk saling memberi nasehat, bijaksana dalam bertutur dan berperilaku, menjadi pengayom atau penengah di antara perbedaan, bersabar, menghindari konflik atau perdebatan, beramal, dan banyak lainnya.
Akhlak dalam Islam
Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam yang menjadikan kekuatan untuk mengendalikan pemerintahan. Agama Islam selalu dijadikan alat politik untuk menyuarakan aspirasi dalam setiap pegambilan kebijakan. Islam dapat menjadi pendukung dan juga ancaman bagi pemerintah jika tidak bisa mengkonsolidasikan dengan baik. Isu kriminalisasi ulama, kebangkitan komunis, dan kampanye revolusi akhlak adalah sebagian dari kekuatan besar basis muslim di Indonesia.
Mengenai revolusi akhlak, Rasulullah bersabda, bahwa manusia yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya. Menurut Ibn al-Haitsam, manusia yang sempurna akhlaknya memiliki empat kebajikan utama yaitu: (1) adil ('adl), (2) berani (shaja'ah), (3) menjaga kesucian (iffah), dan (4) bijaksana (hikmah). Dalam Kitab Ihya Uluumiddiin, Imam al-Ghazali menyatakan induk dari akhlak dan pokok-pokoknya ada empat, yaitu kebijaksanaan, keberanian, kesucian, dan keadilan. Namun, tidak ada manusia yang benar-benar mampu mecapai kesempurnaan akhlak, kecuali Rasulullah.
Manusia perlu mengetahui tiga kekuatan atau jiwa yang ada dalam dirinya, yaitu kekuatan atau nafsu keinginan (nafs shahwaniyyah), nafsu amarah (nafs ghadhabiyyah), jiwa rasional (nafs 'aqilah). Ibn al- Haitsam mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan jiwa, yang dengannya manusia bisa melakukan suatu perbuatan tanpa pertimbangan dan tanpa memilih-milih. Sedangkan menurut Imam al-Ghazali, akhlak adalah kondisi jiwa yang tertanam di dalamnya, yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan dipertimbangkan.
Ibn al-Haitham menyebutkan 20 akhlak yang secara umum dipandang baik, yaitu: (1) Kesucian (al-Iffah), (2) Merasa Cukup (al-Qanaah), (3) Menjaga Diri (al-Tasawwun), (4) Kemurahan Hati (al-Hilm), (5) Ketenangan (al-Waqar), (6) Cinta (al-Wuddu), (7) Kasih Sayang (al-Rahmah), (8) Kesetiaan (al-Wafa), (9) Menyampaikan Amanah (Adau al-Amanah), (10) Menyimpan Rahasia (Kitman al-Sirr), (11) Rendah Hati (al-Tawadhu), (12) Ceria (al-Bishr), (13) Berkata Benar (Sidq al-Lahjah), (14) Kebersihan Niat (Salamat al-Niyyah), (15) Dermawan (al-Sakha), (16) Berani (al-Shajaah), (17) Berlomba (al-Munafasah), (18) Bersabar dalam ujian (al-Sabr inda al-Shadaid), (19) Cita-Cita yang Besar (izam al-Himmah), (20) Adil (al-Adl).
Mencapai kesempuranaan akhlak seperti Nabi Muhammad mustahil untuk dilakukan manusia lainnya. Setidaknya setiap umatnya berusaha untuk meneladani akhlak Rasulullah. Jangan sampai menjadi "guru" yang menyuruh "murid"-nya untuk memperbaiki akhlak, sedangkan "guru"-nya sendiri tidak mencerminkan keteladanan dalam berakhlak. Jihad paling susah adalah menaklukannya nafsunya sendiri, dari nafsu ingin terlihat alim, terlihat berkuasa, terlihat populer, terlihat pejuang, dan lain sebagainya.
Pernah dimuat di Hidayatuna
https://hidayatuna.com/begini-penerapan-revolusi-akhlak-yang-semestinya-dilakukan/
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Indonesia
RandomKumpulan artikel opini yang dimuat di media daring dan luring. Menyajikan berbagai tema yang dikemas dalam buku Potret Indonesia.