Platform toko online seperti Lazada, Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya begitu lekat menjadi kebiasaan manusia modern, apalagi di masa pandemi. Banyak masyarakat menggantungkan kebutuhan primer, skunder, hingga tersier terhadap e-commerce.
Di dalam e-commerce terdapat ribuan penjual dan pembeli yang melakukan transaksi secara daring. Akhir 2020, tercatat 88% pengguna internet telah menjual atau membeli produk di e-commerce. Berdasarkan penelitian dari RedSeer, pembelian melalui e-commerce meningkat 18,1% hingga 98,3 juta transaksi dengan total transaksi senilai $1,4 juta USD. Diperkirakan ada sekitar 12 juta pengguna e-commerce baru saat pandemi.
Selain adaptasi terhadap kemajuan pesat dunia teknologi digital, manfaat e-commerce secara nyata adalah peningkatan pangsa pasar, penurunan biaya operasional, perluasan jangkauan, penambahan customer loyalty, peningkatan supply management, dan mempersingkat waktu produksi. Bagi pembeli, manfaat berbelanja di e-commerce karena ketersediaan informasi produk yang mudah diakses, kualitas barang yang lebih terjamin, dan harga yang lebih murah (promo atau diskon).
Di tahun 2021, SimiliarWeb mencatat Tokopedia menjadi pemimpin e-commerce dengan jumlah traffic share paling tinggi dibandingkan e-commerce lain. Tercatat ada sebanyak 32,04 persen jumlah traffic share dengan jumlah kunjungan bulanan ke layanan e-commerce tersebut sebanyak 129,1 juta.
Diprediksi pada tahun 2040, sebanyak 95% orang akan berbelanja secara daring di e-commerce. Hal tersebut dipengaruhi karena kebutuhan rumah tangga yang semakin melonjak, integrasi program loyalitas dalam strategi pemasaran, persaingan iklan digital, perubahan kebiasaan konsumen baru, pengalaman belanja daring yang sama seperti belanja secara luring, dominasi e-commerce di pasar global, kemudahan pembayaran, dan meningkatnya emotional dan ethical value.
Sekilas eksistensi e-commerce begitu menguntungkan bagi semua pihak (penjual dan pembeli). Terlihat lebih praktis dan efisien. Dengan modal yang minimal bisa menjangkau pembeli di lintas ruang dan waktu. Bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), program inovatif e-commerce diharapkan mampu membangkitkan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.
UMKM di Indonesia seolah dimanjakan dengan keberadaan e-commerce dengan bantuan efisiensi operasional produk, jangkauan pasar, dan perubahan zaman ke era digital. Bahkan ada beberapa e-commerce yang mendeklarasikan diri untuk membantu membangkitkan perekonomian Indonesia, khususnya produk lokal.
Problem UMKM
E-commerce memberikan ruang bagi setiap orang untuk berjualan secara daring. Bukan hanya produk baru, bekas pun bisa dijual dengan harga kesepakatan transaksi. Persaingan pasar semakin kompetitif di jagad maya. Pasar-pasar luring mulai beralih ke pasar daring dan meninggalkan kios/ lapak berjualan dengan asumsi irit biaya operasional dan dampak penurunan pembeli luring.
Tren perusahaan jasa akan semakin tumbuh seiring perkembangan teknologi di masing-masing daerah. E-commerce memaksa UMKM lokal untuk lebih gigih memasarkan dagangan secara manual (luring). Ilmu atau pengalaman berdagang akan kalah bersaingan dengan kepekaan generasi milenial menggunakan e-commerce sebagai lahan berjualan.
Pedagang lawas produk UMKM yang rendah literasi teknologi pada akhirnya akan tertinggal mengikuti perkembangan zaman. Penurunan pembeli jelas terlihat ketika ada pilihan barang serupa di e-commerce. UMKM dipaksa terjun ke e-commerce agar tidak gulung tikar karena minimnya transaksi dan interaksi secara langsung (penjual dan pembeli).
Kekuatan modal (kapitalisme) juga berpengaruh terhadap keberlangsungan UMKM lokal. Ambil contoh gerai handphone dan pulsa. Setiap transaksi bisa untung seribu hingga duaribu rupiah. Namun ketika e-commerce menyajikan transaksi handphone beserta aksesorisnya dan pulsa, maka konsumen gerai handphone dan pulsa akan beralih ke e-commerce.
Selain harga yang ditawarkan lebih murah, e-commerce juga menjanjikan diskon dan promo bagi pelanggan. Ketika harga yang ditawarkan jauh lebih murah dari pasar umumnya, maka kekuatan kapital menjanjikan harga murah (keuntungan minimal) tapi penjualan bisa maksimal. Gerai handphone, harus menekan keuntungan agar bisa tetap bersaing di e-commerce, meski kadang menjumpai harga produksi lebih mahal daripada harga jual.
Perlu intervensi pemerintah dalam mengelola e-commerce mengenai standarisasi harga agar UMKM tidak mati dimusnahkan korporasi atau penjual dengan kapital yang besar. Tujuannya tentu agar persaingan harga tetap stabil dan UMKM tumbuh sebagai produsen dan distributor di lapak e-commerce. Jangan sampai keberadaan e-commerce hanya dijadikan strategi kapitalisasi perusahaan swasta. Indonesia dengan potensi pangsa pasar yang besar hanya menjadi konsumen, karena menjadi produsen kalah bersaing dengan perusahaan besar.
Pemerintah juga harus memperhatikan pelaku usaha di pasar luring dengan memberikan pelatihan manajemen pasar digital dan inovasi produk lokal. Meskipun marak usaha daring, tapi masih banyak pula pelaku usaha luring yang masih bertahan meski konsumennya digerus e-commerce.
Pernah dimuat di Duta Masyarakat
https://file.lelangdjkn.kemenkeu.go.id/view-file/2021/05/07/6094a290ecd70-48072fcL-pengumuman-3223ran.pdf
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Indonesia
AcakKumpulan artikel opini yang dimuat di media daring dan luring. Menyajikan berbagai tema yang dikemas dalam buku Potret Indonesia.