Vaksinasi merupakan proses pemberian vaksin yang disuntikkan maupun diteteskan ke dalam mulut untuk meningkatkan produksi antibodi sebagai penangkal penyakit tertentu. Vaksinasi Korona dinilai langkah strategis untuk segera mengentaskan pagebluk Covid-19 di seluruh penjuru dunia. Akhir tahun adalah rencana uji klinis terakhir yang kemudian bisa diaktualisasikan (pemberian vaksin) ke masyarakat Indonesia di awal tahun.
Sekira 15 juta vaksin impor didatangkan ke Indonesia pada bulan November. Vaksin tersebut tentu sudah mendapatkan restu dari WHO untuk dikonsumsi secara masal. Namun, vaksin impor tak lantas langsung disuntikkan ke seluruh warga. Pemerintah harus tetap menjalankan prosedur klinis yang nanti akan menunggu hasil lab dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
Proses impor vaksin sempat dikritisi karena dianggap tim medis atau bidang kesehatan domestik tidak mampu membuat vaksin sendiri. Apalagi gen setiap daerah atau negara berbeda satu sama lain. Alasan impor vaksin karena memang kasus Covid-19 di Indonesia tidak secepat negara lain. Sehingga penanganan, termasuk pembuatan vaksin, dinilai lebih lambat. Toh, ke depan Indonesia juga berencana akan memproduksi vaksin sendiri untuk menghemat anggaran impor vaksin.
Keputusasaan Masyarakat
Sejak awal pandemi, pemerintah berusaha memberikan sugesti positif ke masyarakat melalui influencer dalam menghadapi covid-19. Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, pada awal bulan Maret sempat mengeluarkan pernyataan yang membuat heboh jagad maya, bahwa flu dan batuk memiliki angka kematian yang lebih tinggi dari korona. Kemudian disusul respon dari Menko Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, yang mengatakan akhir bulan Mei persebaran kasus positif covid-19 akan melandai. Nyatanya sampai sekarang Indonesia masih kesulitaan keluar dari jeratan Covid-19.
Prediksi lainnya dari Jokowi, Mahfud MD, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid, hingga LSI semuanya meleset. Masyarakat dibuat geram dengan iming-iming BLT dan bayang-bayang PHK. Sikap "menyepelekan" pandemi yang sejak awal dinarasikan pemerintah akhirnya ditanggung oleh rakyat. Tingkat pengangguran dan kemiskinan meningkat pesat. Ekonomi mengalami resesi dan kematian akibat korona meningkat dari hari ke hari.
Belum selesai menormalkan kehidupan yang baru, pemerintah sudah membuat heboh dengan UU Cipta Kerja yang akhirnya menjadi isu baru di tengah pandemi. Demonstran dari berbagai daerah yang tidak lagi mengindahkan protokol kesehatan. Terakhir adalah pemberitaan penyambutan Rizieq Shihab dan pernikahan putrinya yang dianggap membiarkan aturan-aturan yang sebelumnya sudah sedemikian rapi disusun oleh pemerintah daerah untuk mengurangi persebaran kasus Covid-19, bebas untuk dilanggar.
Melihat keadaan pandemi yang tidak bisa diprediksi kapan berakhirnya, masyarakat bawah melakukan berbagai pelanggaran terkait protokol kesehatan. Kegiatan berkerumun sudah mulai banyak terlihat di desa-desa untuk melangsungkan resepsi pernikahan, menghadiri rapat warga, dan melakukan pengajian-pengajian tanpa pemberitahuan perijinan ke kepolisian.
Belum lagi budaya kampanye dalam menyambut musim pemilu yang sudah banyak dilanggar oleh para pendukung kontestan pilkada dari berbagai daerah. Kepatuhan terhadap pemerintah tidak serta merta diikuti oleh masyarakat yang sudah mulai muak dengan narasi penanggulangan pandemi. Mereka hanya butuh bertahan hidup dengan bekerja, meskipun berisiko tertular covid-19. Bahkan bulan lalu, Bali mengadakan aksi konser musik dengan melibatakan UMKM sekitar. Kondisi di Jogja juga mulai kembali ramai di pusat-pusat kota dengan berbagai aktivitas normal biasanya.
Setelahnya?
Sambil menunggu hasil uji klinis vaksin impor, masyarakat sudah perlahan keluar dari ketakutan akan ancaman virus covid-19. Warung-warung sudah mulai tidak menyediakan tempat cuci tangan di depan pintu masuk, pengguna masker mulai berkurang saat berkendara, hingga aktivitas berkerumun yang mulai tampak di berbagai sudut keramaian.
Aturan-aturan yang sebelumnya begitu mengikat mulai mengendor saat banyak masyarakat yang bersamaan melanggar protokol kesehatan. Dengan atau tanpa adanya vaksin, masyarakat sudah membiasakan diri untuk menjalani kehidupan seperti biasanya. Bukan mempercayai adanya teori konspirasi elit global, namun lebih kepada kemuakan informasi yang simpang siur dari berbagai media.
Vaksinasi terhadap masyarakat juga dinilai akan menemui banyak masalah. Mulai dari ketidakpercayaan terhadap vaksin, biaya yang ditanggung untuk melakukan vaksinasi, hingga jangkauan masyarakat yang menerima vaksin karena Indonesia adalah negara besar dengan 263 jutaan jumlah penduduk yang mempunyai latar belakang berbeda satu dengan yang lain.
Setelah pemberian vaksin, masyarakat akan menyesuaikan kehidupan yang baru. Kegiatan-kegiatan berkerumun mungkin akan kembali dibuka, aktivitas ekonomi kembali berjalan normal, dan pelaku industri kreatif akan kembali memperoleh hak hidupnya kembali.
Namun jika yang terjadi sebaliknya -vaksinasi korona gagal-, maka kita akan di hadapkan masa depan Indonesia yang lebih suram. Menjauhkan prediksi generasi emas tahun 2045 yang sudah mulai dicanangkan dari beberapa tahun yang lalu. Masyarakat hanya akan mengharapkan bantuan dari pemerintah yang bisa berhutang ke luar negeri untuk sekedar bertahan hidup karena kehilangan pekerjaan. Pariwisata akan hanya menjadi museum karena tidak pernah dikunjungi oleh wisatawan.
Karena vaksinasi dianggap jalan satu-satunya mengatasi pandemi, mari berpikir positif dan optimis keberhasilan vaksinasi. Meskipun dalam perjalanan kehidupan manusia dibolehkan untuk menganalisis risiko, termasuk berprasangka akan gagalnya vaksinasi covid-19.
Pernah dimuat di RMOL Jateng
https://www.rmoljateng.com/read/2020/12/05/32465/Bagaimana-Jika-Vaksinasi-Corona-Gagal--
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Indonesia
RandomKumpulan artikel opini yang dimuat di media daring dan luring. Menyajikan berbagai tema yang dikemas dalam buku Potret Indonesia.