Disabilitas dan Ruang Teknologi

3 0 0
                                    

Pandangan negatif tentang penyandang disabilitas berakar dari pola pikir masyarakat yang didominasi oleh konsep normalitas. Memandang sinis disabilitas sebagai ketidaknormalan dalam konsep kehidupan. Istilah lain untuk menggambarkan disabilitas seseorang adalah cacat, tuna, kelainan, anak berkebutuhan khusus, dan difabel (Differently abled people).

Sikap dan perilaku diskriminasi atas dasar disabilitas bertentangan dengan hak-hak asasi manusia yang diakui secara universal di seluruh dunia (Ollerton & Horsfall, 2013). Diskriminasi juga bertentangan dengan aspirasi hak-hak asasi manusia dan keadilan sosial yang menjadi komitmen dalam disiplin Pekerjaan Sosial. (International Federation of Social Work, 2000; Zastrow, 2004).

Penyandang difabel sering dianggap tidak berguna di masyarakat, bahkan dianggap bahwa mereka hanya akan merepotkan orang-orang di sekitarnya. Penyandang disabilitas seringkali merasa terkucilkan di masyarakat. Menimbulkan perasaan kurang percaya diri, penolakan diri, depresif, serta terganggunya pembentukan konsep diri.

Individu difabel menghadapi keterbatasan fisik dan stigma negatif masyarakat dengan membuktikan bahwa mereka bisa berdikari tanpa merepotkan orang lain. Peningkatan potensi diri hingga tercapainya kemampanan kesejahteraan hidup penyandang disabilitas merupakan bentuk tanggungjawab pemerintah dan sikap sosial masyarakat untuk mengedepankan prinsip kesetaraan.

Menurut data dari Kemensos melalui Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas (SIMPD), hingga tanggal 13 Januari 2021, jumlah penyandang disabilitas yang terdata sejumlah 209.604 individu. Kabinet Indonesia Maju menggagas konsep mewujudkan Masyarakat Inklusi Indonesia dengan sikap yang terbuka, ramah, dan meniadakan hambatan, serta saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ada poin yang ditujukan untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia penyandang disabilitas.

Bagi pemerintah atau negara ada amanat khusus terkait penyandang disabilitas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, khususnya terkait pasal tentang ketersediaan data nasional disabilitas. Tujuannya adalah untuk mengakomodasi kebutuhan dan hak-hak penyandang disabilitas.

Partisipasi difabel masih minim di ranah sosial maupun politik. Sehingga difabel semakin terasing dari lingkungan sosial dan terjerat pada masalah kemiskinan. Minimnya informasi dan komunikasi tentu berpengaruh pada keadaan sosial dan ekonomi karena kesulitan membuka jaringan sosial (social networking) untuk mengakses dunia pekerjaan.

Dalam UU No. 4 Tahun 1997, difabel mempunyai hak yang sama dengan orang lain. Mereka berhak memiliki akses yang setara dalam kehidupan sosial dan politik, pendidikan, kesejahteraan sosial, perawatan medis, pekerjaan, serta akses ke fasilitas-fasilitas dan layanan-layanan umum.

Aksesibilitas Teknologi

Menurut Rahardjo (2002), internet dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan karena mampu menghilangkan batas waktu dan ruang yang memungkinkan seorang pelajar berkomunikasi dengan pakar di tempat lain. Selain itu dapat memberikan kemudahan terkait dengan sumber informasi bagi masyarakat. Masalah utama yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia adalah kurangnya sumber informasi yang didapat.

Kebutuhan khalayak terbagi ke dalam 5 jenis kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan afektif, integrasi personal, intergrasi personal, personal sosial, dan pelepasan ketegangan. Teknologi diciptakan untuk memudahkan pekerjaan manusia mengakses informasi dan peluang mendapatkan penghasilan, termasuk bagi penyandang disabilitas.

Tidak perlu pergi ke kantor, tidak perlu berfokus pada kekuatan fisik tubuh, dan tidak perlu terikat kontrak dengan perusahaan untuk menghasilkan uang dari internet. Penyandang disabilitas mempunyai peluang yang sama untuk bersaing dengan mengandalkan keahlian dan kreaktivitas memanfaatkan media. Teknologi berperan mengurangi jurang sekat antara manusia normal dengan penyandang disabilitas.

Namun diperlukan Bimbingan Teknis (Bimtek) Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi penyandang disabilitas agar dapat mengakses dan memanfaatkan peralatan dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Tujuannya adalah untuk meningkatkan layanan dan produktivitas penyandang disabilitas agar memperoleh keadilan dan penghidupan status sosial yang layak.

Selain itu juga dibutuhkan kerelaan orang-orang yang mempunyai kompetensi tertentu untuk membantu penyandang disabilitas memperoleh keadilan sosial. Memberikan akses atau jembatan untuk merasakan manfaat media sebagai ruang mengekspresikan keahlian para penyandang disabilitas.

Dibutuhkan sikap empati dari cendikiawan atau ilmuwan teknologi untuk menyediakan wadah bagi penyandang disabilitas agar bisa berinteraksi di jagad maya. Menjual dan membeli (pasar) karya yang dihasilkan tanpa perlu menitikberatkan pada fisik semata. Ruang teknologi akan berperan aktif melihat potensi penyandang disabilitas tanpa ada perasaan diskriminasi atau dikucilkan dalam status sosial masyarakat.


Pernah dimuat di Koran Independen

https://www.koranindependen.co/opini/r-8869/disabilitas-dan-ruang-teknologi

Potret IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang