Arus perkembangan teknologi tanpa disadari telah mengubah sistem kehidupan manusia. Mulai dari bertani untuk sekedar bertahan hidup dan transaksi satu sama lain, beralih menjadi industri untuk meningkatkan produktivitas barang dan pembangunan, hingga terakhir adalah era informasi dan teknologi. Manusia secara perlahan dibiasakan akan perubahan yang signifikan. Mulai dari permainan anak, pendidikan, transaksi ekonomi, hingga wawasan ilmu yang semakin mudah didapatkan.
Dulu banyak permainan anak yang sarat filosofi, dari cublak-cublak suweng, jamuran, hingga petak umpet. Sekarang anak-anak sudah khusuk memainkan gadget di rumahnya masing-masing. Selain kehilangan sikap sosial, pendidikan karakter zaman sekarang membuat rumus kehidupan tidak sejalan dengan prioritas kemanusiaan.
Di sisi lain, teknologi membuat manusia lebih adaptif terhadap isu lingkungan, sosial, hingga politik dunia. Manusia tidak lagi terkungkung dalam prodeo informasi lokalitas sekitar. Melatih cakrawala berpikir tentang kemajuan dan kemandirian hidup. Tak mengherankan jika Indonesia berharap kepada generasi penerus, mengingat tahun 2045 (seabad kemerdekaan), Indonesia akan menyentuh generasi emas berdasarkan demografi jumlah usia produktif (15-64 tahun).
Banyak pengamat memprediksi bahwa fase generasi emas yang mencapai 70% pada tahun 2020-2045, akan berdampak postif terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Sebaliknya membludaknya demografi usia produktif akan menjadi beban negara jika yang terjadi adalah banyak pengangguran dan kemiskinan.
Sebab itu, pemerintah beserta instansi terkait harus mempersiapkan dengan matang generasi milenial yang sudah mulai terbuka wawasan dan pemikirannya. Sikap optimisme harus selalu ditanamkan kepada setiap warga negara agar tidak terbelenggu pada konflik elementer soal perbedaan pendapat dan isu hoax. Setiap orang punya peran masing-masing untuk menatap masa gemilang Indonesia di mata dunia.
Teknologi Budaya
Hootsuite (Kanada) dan We are Social (Inggris) merilis bahwa dari total 272,1 juta penduduk di Indonesia, pengguna internet sudah mencapai 175,4 juta jiwa. Meningkat 17% dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah smartphone yang terkoneksi mencapai 338,2 juta unit, hampir dua kali lipat jumlah pengguna internet. Artinya, hampir rata-rata orang Indonesia punya lebih dari satu smartphone. (Data per Januari, 2020)
Peningkatan kuantitas pengguna internet nyatanya tidak dikuti dengan kualitas konsumennya. Budaya yang terlihat sampai sekarang masih seputar eksistensi dan perang argumen antar dan intra-kelompok. Perbincangan juga kental nuansa politik dan agama. Cukup dipahami bahwa akhirnya banyak media yang gencar meliput isu-isu seputar politik dan agama.
Bahkan masih banyak pengguna internet yang mempercayai berita hoax atau berdasarkan sumber yang tidak kredibilitas. Pemacunya ada banyak variabel yang mendukung tersebarnya berita hoax, seperti konfrontasi pandangan politik, kurangnya wawasan informasi, hingga tingkat pendidikan para konsumen media daring.
Menghadapi kemajuan teknologi harus dimulai dari budaya pengguna internet itu sendiri. Jangan sampai kebiasaan buruk menebarkan kebencian, berita palsu, dan intimidasi individu atau kelompok marak di media daring. Masyarakat Indonesia harus mulai belajar meningkatkan kualitas skill dan wawasan berpikir untuk kemajuan daerah, bahkan negara.
Tahun 2020 adalah titik mula bagaimana gagasan generasi emas diciptakan. Keteraturan bermedia harus mulai diajarkan di dalam dan luar pendidikan formal. Bukan hanya sebagai konsumen, tapi juga harus siap menjadi produsen yang cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Budaya berteknologi harus selalu dikampanyekan agar masyarakat terbiasa dengan arus informasi yang sehat.
Menyimak Kekuatan Indonesia
Beberapa stasiun TV swasta sudah mulai mengagas sisi kemanfaatan dari media digital. Pemberitaan baik tentang orang-orang inspirasi di Indonesia. Gagasan ini timbul karena kegelisahan tentang informasi negatif dan sentimen terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Selain itu, platform media YouTube dan Podcast juga mulai memunculkan wajah-wajah Nusantara. Bahkan beberapa kali orang Indonesia masuk tranding YouTube sebagai media digital visualnya dan tranding di Spotify sebagai media audionya. Menariknya, beberapa di antaranya sudah ditawari sebagai brand ambassador di salah satu korporasi media digital tersebut.
Pengguna Internet di Indonesia harus melek informasi media. Sehingga kemajuan negara tergantung pada Sumber Daya Manusia, bukan lagi pada Sumber Daya Alamnya. Meskipun diakui bahwa Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kekayaan alam yang luar biasa. Kemajuan teknologi dapat menjadikan segala hal yang menarik di sekitar, bisa ikut dipromosikan dan dipasarkan. Mulai dari hasil pertanian, iklan pariwisata, hingga penawaran jasa kepada masyarakat luas.
Ketika Indonesia sudah banyak dilirik investor asing, hendaknya masyarakatnya juga harus mempersiapkan diri untuk senantiasa mandiri menciptakan peluang usaha. Tidak bergantung pada kekuatan kapitalisme modern, sehingga tetap bisa berdikari di tengah globalisasi teknologi.
Tahun 2020, harus mulai menghilangkan iklim perdebatan yang tidak ilmiah, sikap kefanatikan terhadap iming-iming politik, pencitraan untuk menarik simpati banyak orang, dan narasi-narasi khayalan akan sebuah konsep ambiguitas. Indonesia harus tetap merdeka dalam berpikir dan berperilaku. Tidak gampang dijajah dengan arus opini yang membuat kekacauan baru di dalam masyarakat. Prestasi atau penghargaan tertinggi adalah ketika prediksi tentang genarasi emas berhasil diwujudkan dengan kemandirian bangsa yang berbudaya.
Pernah dimuat di Geotimes
https://geotimes.co.id/opini/mempersiapkan-generasi-emas-indonesia/
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Indonesia
RandomKumpulan artikel opini yang dimuat di media daring dan luring. Menyajikan berbagai tema yang dikemas dalam buku Potret Indonesia.