"MERIII, bangun kau! Macemane nak dapat jodoh kalau bangun saja masih Mamak bangunkan!" Maria menarik paksa selimut yang membungkus tubuh Meri.
Dengan mata yang masih enggan terbuka, tangan Meri menarik kembali selimut yang hampir di lempar Maria. "Sebentar lah Mak. Masih pagi juga, udah pada rusuh," gumamnya. Semakin mempererat pelukan pada bantal guling.
"Mamak rusuh kau bilang?!" Kedua tangan Maria berkacak pinggang. "Terus saja kau peluk itu bantal guling! Memangnya kau tak mau dipeluk guling hidup?!"
"Mana ada guling hidup. Mamak jangan lawak, ini masih subuh Mak," gumam Meri.
"Jam sembilan kau bilang subuh? Astagfirullahal adzim, macamana saya punya perawan tidur macam komodo. Pantas jodoh kau macet, tak sampai-sampai pada tempatnya."
Meri terduduk, tanpa membuka matanya. "Macamana jodoh macet. Mamak suka bener kalau ngomong." Ia kembali merebahkan tubuhnya.
Maria geram, ia menarik tangan sang anak hingga jatuh di atas lantai.
"Arrggh." Meri merasakan sakit di sekujur tubuhnya. "Ishh Mamak ah. Sakit tau, nanti kalau tulang Meri patas semua gimana? Kalau jodoh Meri nolak Mamak yang Meri salahin."
"Sudah. Cepat kau mandi, terus tengok bengkel. Lima belas menit Mamak balik kesini masih tak siap, tutup panci Mamak melayang lagi di kepala batu kau!" ancam Maria melenggang pergi meninggalkan decakan dan hentakan kaki sang anak.
"Mamak ngeselin. Niatnya mau leha-leha malah di ganggu."
Dua puluh menit berlalu sedangkan Meri masih senantiasa berdendang di dalam kamar mandi. Tak tahukah dia jika Maria sudah berkacak pinggang di tengah pintu dengan sebuah wajan dan spatula.
BRAKK
BRAKK
BRAKK
"Astagfirullah Meri! Mandi kau seperti pengantin baru, cepat kau urus bengkel sebelum kuliah," teriak Maria.
Dari dalam kamar mandi sosok gadis yang masih lengkap dengan busa menggerutu. "Si mamak kenapa sih, tiap hari kerjaan ngomel mulu."
BRAKK
BRAKK
"MERI! KALAU KAU TAK CEPAT KELUAR BESOK MAMAK COPOT PINTU KAMAR MANDI INI. CEPAT! JANGAN LELET!"
"Ya Allah. Mak, bentar napa sih. Ini masih pake sabun. Jangan ngomel mulu, cepet tua," sahut Meri dari dalam.
Meri segara membilas dan memakai handuk. Itu lebih baik daripada Mamaknya tak berhenti ngomel. Ia membuka pintu.
TENG
TENG
TENG
Tubuh Meri jongkok dengan kedua tangan membekap telinga. Begitu keluar dari kamar mandi muncul Maria memukul dua benda dapur tepat di wajah Meri.
"Melek itu mata. Jangan merem!"
"Ihh Mamak. Meri bukan di gondol wewe gombel! Telinga Meri sakit, Mamak tanggung jawab."
Seperti biasa seorang emak-emak, tak ada wajah bersalah yang ada hanya wajah kebenaran. Emak-emak selalu benar, anak selalu salah. Maria melenggang begitu saja.
"Kenapa Mamak gue gak bisa selembut sutra? Seperti tumpukan jerami, kasar. Untung anaknya penyabar," gumam Meri seraya membuka lemari.
Baju sudah dikenakan. Berhubung sekarang jadwal kuliah Meri masuk siang dan sekarang ia masih memiliki dua jam untuk bersantai sebelum bergelut dengan materi yang di berikan dosen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Yang Mana? [Segera Terbit]
Чиклит⚠️BACA HUA DULU BARU BACA CERITA INI BIAR GAK BINGUNG⚠️ Kandidat orang yang mencintai gue!!! -Haydar, putra kedua pengasuh pondok pesantren At-Ta-aruf. -Hito, dia adalah dosen pembimbing gue. Anak dari pemilik kampus yang gue tempati. -Zaenal, di...