🌰JYM-16

14.6K 3.5K 1.3K
                                    

"Woy, minggir! Kaki gue sakit lo tindih. Subhanallah."

Mendengar suara orang Meri-pun kaget, ia noleh ke samping. Matanya mendelik. "Heh! Lo siapa?!" tanya Meri keras sembari berusaha bangkit.

"Harusnya gue yang tanya. Lo siapa? Berasal dari mana? Bisa-bisanya jatoh nimpa gue," omel laki-laki yang kakinya di timpa Meri.

Setelah berhasil duduk, kaki si laki-laki itu pun terbebas. Meri memberi tatapan sinis. "Biasa aja kali! Disini gue yang paling kesakitan. Lo gak liat gue habis jatoh dari pohon?!"

"Heh! Lo pikir di timpa manusia gak sakit? Apalagi dari ketinggian. Lagian lo ngapain sih, cewek kok kayak monyet."

"Sembarangan kalo ngomong! Gue manusia, bukan monyet."

"Emang siapa yang bilang lo monyet."

"Lo pikir gue budek?! Sorry, telinga gue masih sehat wal afiat."

"Gue cuma ngomong lo kayak monyet, bukan lo monyet. Jadi lo sendiri yang mengklaim diri lo sendiri adalah monyet."

"Eh, lo siapa sih? Nyolot amat jadi cowok. Gue aduin Umi tau rasa lo!"

"Aduin aja. Emang gue lagi cari Umi," balasnya.

Kepala Meri menggeleng frustasi, kedua tangan berkacak pinggang. Kepalanya mendongak karena ia masih dalam posisi duduk. "Wah bener-bener nih cowok. Udah lancang masuk halaman ndalem santri putri, pake nyolot lagi. Gue aduin Haydar tau rasa."

"Udah gue bilang, aduin. Silahkan!"

Deru napas Meri memburu, terbawa suasana kesal. "Siapa sih lo?!"

"Gue anaknya Umi. Kenapa? Kaget?" ujar si cowok dengan tampang songong.

Bibir Meri berdecih. "Cih, udah nyolot. Sekarang ngaku-ngaku jadi anaknya Umi. Semua santri yang ada disini anaknya Umi kali. Gue juga anaknya Umi. Mau apa lo?"

"Dasar cewek gila."

Meri bangkit dengan sedikit kesusahan. "Lo yang gila!"

Laki-laki itu menghela napas berat. "Plis, gak usah buat gue tambah mumet. Gue capek, sekarang mana Umi?"

Melihat wajah frustasi laki-laki ini membuat pikiran Meri berlabuh ke suatu perkara. "Jangan bilang, lo Haikal?" tebak Meri menunjuk dengan jari.

"Udah tau pake nanya," balas Haika ketus.

Meri menelisik penampilan Haikal. Bercelana jeans hitam, kaos hitam, di padukan dengan sebuah jaket putih. Tak lupa ada sepatu sneakers yang menambah kecurigaan seorang Meri. "Lo anak nya Umi?"

Sejenak gadis itu terdiam, tak lama keterdiaman itu berubah menjadi ledak tawa. "Hahaha. Sangat tidak meyakinkan. Mana mungkin seorang anak Kyai modelan kayak gini. Beda jauh sama Haydar. Ckk, ckk, ckk. Gak yakin gue."

"Emang lo pikir gue apa? Pemulung?" sahut Haikal kesal. "Udah gak mau minta maaf, nyerocos mulu kayak cabe di goreng."

"Apa? Gue minta maaf?" Meri memutar bola mata malas. "Enggak! Orang lo yang salah juga. Di pikir gak sakit apa badan gue."

Haikal melongo. "Heh, Mbak. Jangan bertingkah kayak orang yang paling ternistakan deh. Disini gue yang lo timpa. Tau kan rasanya di timpuk batako? Itulah yang gue rasain pas lo nimpa gue."

Kini mata Meri-lah yang mendelik. "Heh, Mas-nya! Di pikir gue mau gitu jatuh dari pohon? Di pikir gue sengaja jatuhin diri gue sendiri?"

"Kali aja. Siapa tau lo modusin gue dengan cara sengaja jatuhin diri, berharap kayak sinetron ftv. Langsung jatuh cinta. Dih, katrok amat," balas Haikal.

Jodohku Yang Mana? [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang