🌰JYM-13

14.1K 3.2K 539
                                    

"Lo siap-"
Ucapan Meri terhenti, tak mampu berkata kala matanya menangkap wajah orang yang barusan membalikkan badan. Tubuhnya membeku, pasokan oksigennya seakan berkurang.

Tak lama kemudian ketegangan itu berubah menjadi dengusan kesal. Ia lupa siapa Kevin, sekali ada maunya apapun akan dilakukan. "Dasar Jelangkung! Mau lo apa sih? Ngintil mulu kayak tuyul."

Bibir Kevin tersenyum, wajahnya sangat sumringah ketika melihat wajah Meri. Perlahan kakinya melangkah mendekati Meri yang berposisi di bibir gerbang utama.

"STOP!" Satu tangan Meri mengintruksi agar Kevin berhenti, dengan jarak setengah meter. "Jauh-jauh! Gue risih!"

"Mer. Plis lah, jangan kayak gini. Jakarta-Banyuwangi jauh loh, gue sampek relain ninggalin pekerjaan gue demi ketemu lo doang," kata Kevin dengan wajah penuh permohonan.

"Emang kapan gue nyuruh lo kesini?" tanya Meri sinis. "Jadi, stop nganggap lo kayak orang yang paling ternistakan."

Kevin menghela napas berat. "Gue salah apa sih Mer? Katanya lo udah maafin gue, tapi kenapa lo selalu ketus kalau ngomong sama gue?"

"Gue emang udah maafin lo, dari lubuk hati yang paling dalam malah. Tapi, kalau sikap lo kayak gini terus, gue risih. Yang ada makin ilfil liat muka lo," jawab Meri jujur.

Lagi dan lagi Kevin harus menghela napas berat, penolakan selalu ia dapat. Entah kenapa meski begitu sama sekali tidak menyurutkan tekatnya untuk kembali mendapatkan hati Meri. "Tipe cowok lo kayak gimana sih Mer?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, lantas mata Meri melirik laki-laki yang duduk di tempat jaga gerbang tak jauh dari pijakannya. "Dia ganteng-"

"Gue ganteng," potong Kevin.

Meri melirik Kevin sinis. Akan tetapi ia tidak menanggapi, melainkan melanjutkan kata-katanya. Ekor matanya juga masih tak berpindah dari sosok Haydar. "Sholeh-"

"Gue juga sholeh. Sholat lima waktu, sering bantu orang tua."

Sekarang napas Meri sedikit memburu, berulang kali kata-katanya di potong oleh Kevin. "Tegas-"

"Gu-"

"Anak Kyai! Puas lo?!" potong Meri menaikkan suara beberapa oktaf sangking kesalnya. "Mau apa lagi lo?! Jangan bilang lo juga ngarang jadi anak Kyai!"

Kali ini sebuah dengusan lesu, keluar dari sela hidung Kevin. "Ya gak gitu juga. Gue kan anaknya pak Sanjaya, bukan anak Kyai. Ya kali, papa gue suruh jadi Kyai. Ustadz aja bukan."

"Nah itu tau. Salah satu cowok idaman gue anak Kyai, jadi lo gak masuk dalam kriteria. Jadi, pergi aja gih. Cari cewek lain. Gue bukan jodoh lo," kat Meri.

Sebenarnya Kevin sudah tampak loyo ketika mendengar setiap ucapan Meri. Tapi masa iya, perjuangannya hanya cukup sampai disini. "Emangnya anak Kyai mau sama lo?"

Pertanyaan Kevin sukses membuat Meri bungkam. Serasa menjilat ludahnya sendiri. "Ya mau lah."

"Emangnya apa yang di suka dari lo? Gue peribadi kalau misal jadi anak Kyai, bukan cantik yang di cari. Tapi sholeha. Cantik bisa di permak, kalau sholeha sulit," kata Kevin.

Meri menelan ludah susah payah. Bagaimana bisa si Kevin berbicara hal yang sangat benar. Seorang Haydar mana mau dengan gadis sepertinya. Cantik doang, tapi akhlak masih minum satu.

Mendapati keterdiaman Meri, bibir Kevin sedikit tertarik. "Lo aja gak mau sama cowok kayak gue. Besar kemungkinan kalau anak Kyai itu juga gak suka sama lo. Udah lah Meri, cari yang pasti-pasti aja. Jangan yang gak pasti, ntar jatohnya sakit banget. Beneran deh."

"Gak usah komporin gue! Udah lah, mending lo enyah. Biarin gue hidup tenang."

"Mer, kasih kesempatan buat gue perbaiki semuanya. Gue akan berusaha jadi cowok yang lo mau. Kalau bisa, gue rela masuk pesantren demi lo," bujuk Kevin bersungguh-sungguh. Ia tak main-main dengan ucapannya.

Jodohku Yang Mana? [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang