🌰JYM-29

16.9K 3.9K 2.7K
                                    

"Mungkin aku bisa bersaing dengan semua perempuan yang ingin bersamamu, akan tetapi aku akan kalah dengan perempuan yang namanya sudah terukir di lauhul mahfudz mu."

-:Meriana Anggelica

=======================

Gadis cantik berpakaian serba putih itu menatap sendu sebuah dekorasi yang menghiasi lapangan sekolah. Sebentar lagi akad nikah akan diselenggarakan, yang artinya ia harus bersiap menata hati. Ia bergumam, "Papa, maafkan putri mu. Gak bisa bawa calon suami sholeh untuk melanjutkan perjuangan papa."

Ini adalah hari yang tak pernah ia bayangkan. Menyaksikan pernikahan laki-laki yang di cinta menikah dengan perempuan yang dulu ia kagumi atau sanjung akan akhlak, rupa dan juga budi pekertinya. Satu-satunya perempuan yang selalu membuatnya insecure.

Perempuan yang sama sekali tak ada di dalam daftar putri Kyai yang akan di jodohkan dengan Haydar. Perempuan yang menyadarkannya bahwa cinta bisa membuat siapa saja berubah. Dari yang buruk menjadi lebih baik, begitupun sebaliknya yang baik seringkali khilaf.

Pakaian yang dikenakan juga bukan tanpa sebab. Ia mengingat bagaimana dirinya bisa memakai pakaian serba putih serta cadar yang menutupi sebagian dari wajah cantiknya.

FLASHBACK ON

Tubuh Meri digiring untuk duduk di meja makan oleh Umi Halim. Bukan untuk makan, namun untuk mengutarakan permintaan dari calon menantunya yang sebentar lagi akan menikah dengan putra keduanya.

"Ada apa Umi?" tanya Meri.

Umi Halim duduk bersebalahan dengan gadis itu. Umi Halim menyentuh tangan dingin Meri. "Nduk, sebentar lagi putra Umi akan melangsungkan pernikahan."

Kelopak mata Meri menutup sejenak ketika mendengar kata pernikahan. Ia tersenyum, membalas genggaman tangan Umi Halim.

"Kemarin Nduk Tiyas bertutur kepada Umi. Katanya Nduk Tiyas mau, Nduk Meri yang menjadi pengiring pengantin perempuan bersama Nduk Riana."

DEG

Kalimat Umi Halim sukses membuat tubuh Meri membeku. Apakah menusuk dari belakang masih belum cukup puas membuat gadis itu gembira?

Meri memalingkan wajah, menggigit bibir bawah. Haruskah ia menerima permintaan Umi Halim? Seandainya bukan Umi Halim yang meminta, akan lebih baik ia pergi dari sini ketika acara itu diselenggarakan.

"Nduk," panggil Umi Halim lembut. "Kalau Nduk Meri ndak berkenan atau menolak ndak papa, nanti Umi yang bicara sama Nduk Tiyas."

Wajah yang berpaling itu melihat ibu dari laki-laki yang dicinta. Umi Halim sudah seperti ibu kedua baginya, ia tak sanggup untuk menolak. Meskipun ia tak menjamin sanggup untuk menjalani. "Kapan Umi?" tanya Meri.

"Tiga hari lagi. Kemarin Kyai Zaini Dahlan meminta pemajuan tanggal pernikahan," jawab Umi Halim.

Jantungnya berdebar hebat, bukan karena cinta. Debaran itu didominasi antara resah, gelisah, dan sakit karena kenyataan pahit yang menyayat hatinya.

"Bagaimana Nduk?" Suara Umi Halim membuyarkan lamunan.

Gadis itu mengangguk tak mau memaparkan wajah merahnya didepan Umi Halim. "Iya Umi," jawabnya parau.

"Alhamdulillah."

"Jahat banget lo Tiyas. Gue salah apa sih sampai lo setega ini sama gue," suara tangis batin Meri.

FLASHBACK OFF

"Teh," panggil Riana lembut.

Gadis cantik itu menoleh, tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Jodohku Yang Mana? [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang