Kubangan Kenangan

590 70 25
                                    

Tiga hari berlalu keadaan Harum semakin membaik namun tidak dengan hatinya. Hatinya masih tetap sama, setiap saat bayangan itu hadir seperti ada sayatan perlahan yang menggores hatinya.

"Harum!" Harum tersentak dari lamunannya mendengar teriakan Selin.

"Ngelamun terus," ujar Selin sambil mengupas buah apel.

"Masih belum mau cerita?"

Harum hanya mendengus kasar. Dari tadi pertanyaan temannya Selin hanya seputar masih belum mau cerita? Membuat Harum kesal sendiri.

"Sandy belum bisa jenguk katanya, kerjaannya masih banyak," ujar Selin sambil menyerahkan piring berisi potongan apel.

Harum merasa adikknya sedang menghindari dirinya.

Memang sejak kejadian pingsan itu Sandy sama sekali tak menampakkan batang hidungnya di hadapan Harum. Bahkan sampai Harum sadar pun Sandy tak menjenguknya. Dia masih marah dengan keadaan hidupnya yang seolah dipermainkan oleh takdir. Sandy belum bisa melihat wajah polos kakaknya yang begitu tersakiti menanggung beban hidup. 

"Sandy khawatir banget, dia sampai nangis denger kamu koma," ujar Selin dramatis.

Walau tanpa Selin beritahu Harum sudah tahu watak dari adiknya itu. Ya Sandy memang adik yang pengertian, tidak manja, bertanggung jawab, rajin, dan tekun. Dia sangat menyayangi dan menjaga Harum. Wajar kalau adiknya menangis melihat kakak sematawayangnya terbaring koma.

"Rum, jawab ngapa? Dari tadi aku terus yang ngomong. Kamu gak sariawan kan gara-gara nggak sikat gigi pas koma?" ujar Selin panjang lebar.

Harus mengembuskan nafas lelah, beralih menatap Selin, "aku gak papa kok kak," ujarnya.

"Gak papa- gak papa, kalau malam nangis-nangis," cicitan Selin terdengar tengah menyindir Harum.

Hening. Setelah sindiran yang dilayangkan oleh Selin tidak ada lagi yang berbicara, baik Selin maupun Harum. Keduanya memilih bertarung dengan apa yang ada dibenak mereka masing-masing.

Selang beberapa menit pintu ruang inap Harum terbuka, menampilkan wanita dengan riasan yang wah, terkesan terlalu berlebihan.

"Spadaaaaa," ujarnya sambil menenteng parcel buah-buahan.

Selin dan Harum menatap bingung orang yang baru saja masuk itu.

"Gimana? Kamu gak papa Harum? Udah sembuh apa belum? Yang sakit sebelah mana? Kapan pulangnya?" tanya panjang lebar madam Nia.

"Mungkin besok mi, Harum sudah diperbolehkan pulang," jawab Harum.

"Bagus," ujar madam Nia sambil mengusap puncak kepala Harum. " harusnya lebih cepat lebih baik kan yah?" ujarnya sambil menatap Selin.

"Ah iya mami," jawab Selin, kikuk.

Harum dan Selin masih bertukar pandangan. Bingung dengan sikap bosnya yang satu ini.

"Mami kesepian, kerjaan banyak yang numpuk, belum lagi banyak yang cuti ngurus kamu, tapi gak papa yang penting cepet sembuh dan sehat," gumam madam Nia panjang lebar pada Harum.

"Maaf mi, udah ngerepotin," ujar Harum diiringi senyuman tulus.

Madam Nia balas tersenyum tulus kemudian melirik Selin yang duduk tenang di kursi samping bankar Harum," dari tadi gak ditawari duduk perasaan," sindirnya.

"Uhuk uhuk," Selin tersedak air liurnya sendiri setelah mendengar sindiran bosnya itu, ia memilih beranjak dari kursinya dan menyerahkan kepada bosnya itu.

"Duduk aja mi. Selin ke toilet dulu,"

***

"Sandy gimana keadaan kakakmu?" tanya Jaka - Mandor ditempat kerja Sandy.

Karena Aku Bukan GusmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang