Surga Dunia?

1.1K 92 4
                                    

Matahari sudah sejajar dengan tiang, kedatangan Selin membuat Harum kelimpungan. Bagaimana tidak? Baju dengan belahan dada rendah itu begitu pas ditubuhnya, dipadukan dengan celana jins yang sobek-sobek dibagian pahanya. Apa kata Batar nanti?

"Bentar kak" Harum menahan Selin untuk tidak masuk kedalam rumahnya. Sedangkan, Harum langsung masuk kedalam kamar Sandy untuk mengambil sesuatu.

"Nih pake kak" Selin melongo.

"Nggak ah, masa pake gituan" Selin langsung menolak dengan menggeleng cepat.

"Kalau kakak nggak pakai ini, kakak nggak bakal bisa ngeliat Batar" Harum memberikannya kepada Selin.

"Lah emang dia malaikat?"ucap Selin sinis.

"Mau nggak?"

"Iya iya mau. Puas!" Selin mendengus kesal membuat Harum terkekeh.

Bagus. Harum mengacungkan kedua jempolnya pada Selin. Sedangkan, muka Selin udah kayak cucian nggak kering. Kusut banget. 

________________________

Batar baru saja pulang dari pasar setelah membeli beberapa bahan masakan. Ditangan kanan dan kirinya menenteng belanjaan baik sayuran atau kebutuhan rumah tangga lainnya.

Saat memasuki area rumah Batar melihat sebuah motor terparkir didepan rumah Harum, demi kesopanan sebelum masuk kedalam rumah Batar mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumssalam" Selin terkisap melihat ketampanan pria dihadapannya saat ini. Ia menatap Batar dari ujung atas sampai ujung bawah. Surga dunia.

Batar melihat aneh wanita didepannya, " eh, udah pulang" ucap Harum berjalan dari arah dapur sambil membawa nampan berisi minuman.

Harum melihat pandangan Selin mengarah ke Batar memuja. Harum meletakkan nampannya dimeja.

"Kak Selin, kenalin dia Batar" tanpa aba-aba tangan Selin langsung tertarik keatas. "Selina Arvita" kenalnya.

Batar hanya menelangkupkan kedua tangannya, "Saya Batar". Harum melihat tentengan plastik yang dibawa oleh Batar terlihat beberapa sayuran menyembul keluar dari dalam plastik tersebut.

"Kamu habis dari pasar? Mana" Harum mengambil kedua plastik tersebut, kemudian beranjak menuju dapur. Batar merasa tidak enak ditinggal sendiri dengan Selin akhirnya menyusul Harum ke dapur.

"Lho kok kesini?" tanya Harum, "Kenapa?" jawab Batar sambil mengeluarkan beberapa sabun yang ia beli tadi dari dalam plastik.

Harum heran melihat wajah Batar, "Kok malah balik tanya?" Batar menghentikan kegiatannya sembari melihat kearah ruang tamu.

"Itu kenapa temen kamu pakai mukena?" Harum melotot sempurna tak tahu harus menjawab apa. Harum hampir lupa dengan Selin yang memakai mukena pemberiannya untuk menutupi bagian tubuh temannya yang errr tau sendirilah kalian.

Lagian kenapa juga harus Batar tanyain sih? Jawab apa nih ayo Harum pikir.

"Ah iya itu, habis sholat dhuha" ucap Harum kemudian tersenyum, " iya bener kak Selin habis sholat dhuha" lanjutnya.

Mata Batar memincing melihat Harum, sedangkan Harum yang ditatap secara mendadak membuatnya salah tingkah. "Sholat dhuha jam setengah duabelas?"

Mati Harum. Mati kau. Mau jawab apa sekarang!

Batar menggelengkan kepalanya melihat tingkah Harum sambil tertawa, wajah Harum yang semula putih mendadak berubah merah setelah diperhatikan oleh Batar.

Apaan sih?

"Mau nunggu sholat dhuhur juga ya?" Harum menatap tidak percaya pada Batar, ia tidak kepikiran sampai disitu padahal mukena itu cuman kedok. Lah ini Batar malah kasih jawaban.

Harum akhirnya mengangguk.

Batar mengambil beberapa sayuran yang sudah ditata oleh Harum, "Ya udah biar saya aja yang masak, kamu temui aja temenmu" Harum memperhatikan Batar yang mengambil sayuran didepannya.

"Emang bisa?" tanya Harum.

Batar menatap Harum sekilas sambil tersenyum, " udah percaya aja sama saya" ucap Batar sambil memotong brokoli dengan telaten. "Jangan kira saya nggak bisa masak, udah sana" usir Batar.

Harum akhirnya menurut dan pergi dari dapur, sesampainya diruang tamu ia melihat Selin yang melamun sambil senyum-senyum sendiri. Harum heran dengan temannya ini. Jangan-jangan pas ditinggal kerasukan setan penunggu rumahnya.

Hati-hati Harum mendekat ke arah Selin, " Kak Selin, kakak nggak papa kan?" Harum melihat Selin tak bergeming. Berkali-kali Harum menepuk mengayunkan tangannya dihadapan Selin tapi tidak ada reaksi apapun.

Harum mendekat kearah Selin, "KEBAKARAN, KEBAKARAN KAK SELIN LARI CEPET" teriak Harum ditelinga Selin. Selin berjingkat kaget dan langsung berlari keluar rumah.

Harum kaget melihat respon Selin, kemudian mengikuti arah pergi temannya tersebut.

"Mana kebakaran! Harum cepet keluar" Harum yang mendengar ucapan Selin malah tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba Batar datang menghampiri Harum yang tertawa didepan pintu utama.

"Kenapa rum? Apa yang kebakar?" Harum masih saja tertawa sedangkan Selin menatap Harum bertanya. Batar yang merasa pertanyaannya tak digubris melihat ke arah tatapan Harum.

Tawa Harum belum juga berhenti, Batar yang melihat Harum akhirnya juga ikut tertawa. Siapa yang tidak ikut tertawa kalau ternyata ketawanya Harum itu nular.  Selin berjalan mendekat kearah mereka berdua sembari tersenyum, pasalnya ia tak pernah melihat Harum selepas ini saat bersamanya.

"Rum" ucap Selin.

Harum menghapus setitik jejak air matanya, " Ah iya kak maaf" ucap Harum berusaha meredam tawanya. Batar yang disamping Harum juga sudah berhenti tertawa wajahnya terlihat sedikit memerah akibat terlalu banyak tertawa.

"Kalian cocok ya" ucap Selin tanpa sadar. Harum menatap Selin kemudian beralih melihat Batar yang menatap Selin dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan. Harum merasa tidak enak dengan Batar.

Selin yang sadar akan ucapannya langsung memukul mulutnya sendiri. Selin melihat Batar menatapnya aneh ditambah Harum yang menatap Selin sendu. Selin merasa bersalah.

"Maaf ya tadi cuma keceplosan nggak usah dibawa hati" Batar langsung kembali ke dapur tanpa sepatah katapun. Harum yang melihat Batar pergi merasa tidak enak. " Maaf ya Rum" cicit Selin sambil menunduk.

"Udah kak nggak papa kok" Harum merangkul Selin dan membawanya masuk kedalam rumah.

Keadaan rumah Harum sungguh hening padahal beberapa menit yang lalu rumahnya begitu ramai dengan tawa. Harum melihat ke arah Selin menunduk dalam diam, ia juga merasa tidak enak dengan Selin. Bagaimanapun ini juga kesalahannya, coba saja kalau ia tidak berteriak pasti ini semua nggak akan terjadi.

"Kak Selin maaf ya, udah nggak usah dipikirin" ucap Harum untuk menghilangkan kecanggungan yang terjadi. Selin hanya tersenyum samar.  

"Aku pamit dulu ya"

***

Karena Aku Bukan GusmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang