Siapa ?

2.9K 130 3
                                    

Sandy berlari kearah utara. Kakinya terseok-seok tubuhnya terasa lemas ia sudah berlari dengan cepat tapi tetap saja jarak yang ia tempuh lumayan jauh. Mungkin jika ia memiliki kendaraan tidak akan se-letih ini, pikirnya.

Ia teringat apa yang terjadi, tubuh yang melemas kini kembali bersemangat. Tempat yang ia tuju sudah terlihat dari kejauhan. Rumah dengan lampu berwarna orange menyinari terasnya, kursi memanjang seperti kursi taman sudah tersusun rapi di atas lantai teras tersebut.

Ketika Sandy sudah sampai didepan pintu. Di ketuk lah beberapa kali, hingga mendengar suara langkah kaki berjalan dari arah depannya. Sebenarnya sandy merasa sungkan datang malam seperti ini, tapi bagaimana lagi. Keadaan lah yang membuatnya harus seperti ini.

Setelah di bukakan pintu, berdirilah seorang pria jangkung dengan piama tidurnya dan sesekali menguap.

Sandy langsung menjelaskan maksud kedatangannya. Pria tersebut terbelalak kaget, setelah mendengar perkataan sandy. Ia pun bergegas masuk kedalam rumahnya untuk mengambil sesuatu yang memang dibutuhkan. Kemudian pria jangkung itu mengeluarkan motor tua dari samping rumahnya dan memboncengkan Sandy.

_______________________________
Pukul 01:48

Dentuman suara musik mampu memekakkan telinga siapa saja. Gemerlap lampu warna-warni menghiasi tempat tersebut. Ramai orang menari, mabuk-mabukan, bercengkrama, bercumbu, dan lain sebagainya. Seorang pria dengan tubuh ideal sedang melambaikan telapak tangannya memberi isyarat.

Dari kejauhan wanita dengan dress berwarna hijau tua dengan bagian punggung wanita tersebut terekspos. Melihat ada seorang yang melambaikan tangan kepadanya. Senyum terukir dibibir manisnya. Wanita tersebut menghampiri si pria.

"Apa kabar ? Tumben mampir" sambil membawa segelas minuman beralkohol.

" Baik, oh ayolah aku ingin mengetahui keadaan wanita kecilku" melihat keadaan sekitar. Mencari sosok yang ia rindukan.

"Kau tidak ingin menyewa kamar?" Tawar wanita tersebut. Yang tidak lain adalah Madam Nia.

" hey. Aku sudah berhenti. Bodoh!" sambil tersenyum sinis.

Dapur dengan peralatan lengkap dan tersusun rapi. Lampu remang sudah menjadi bagian dari tempat tersebut. Seorang wanita tengah sibuk berkutik dengan peralatan makan dibawah air kran wastafel. Rambut yang ia gerai sudah tergulung rapi. Dengan cardigan lengan panjang yang sudah dilipat sampai siku.

Setelah selesai mencuci peralatan makan. Wanita yang tidak lain adalah Harum. Segera berkemas mengingat waktu kerjanya sudah hampir selesai. Beberapa temannya yang merupakan pelayan memasuki area dapur.

" mau pulang rum? " Tanya Adi.

"Iya nih, aku pulang dulu ya" seluas senyum diberikan kepada Adi, sebelum meninggalkan dapur.

Harum berjalan menuju sebuah bar. Duduk dikursi berbaur dengan para pengunjung. Jari telunjuknya berputar membentuk lingkaran di atas meja bar. Menunggu seseorang yang sedang melayani pembeli.

"Ini rum. Malah cengar-cengir, Mau balik ya?" Menyodorkan sebuah amplop. Selin sudah tau maksud kedatangan Harum.

"Iya kak, Harum balik dulu ya" Turun dari kursi yang ia tempati. Memasukkan amplop yang berisi gajinya selama satu bulan penuh kedalam tas kecilnya. Senyuman tercetak jelas di wajah bulatnya.

"Ati-ati " ucap selin. Dengan tangan yang sibuk mengelap meja bar tersebut.

Harum berjalan keluar dari club. Hatinya berseri-seri, mengingat ia pulang membawa uang. Yang tidak lain adalah gajinya sebulan penuh. Harum sudah jauh dari jangkauan perkotaan. Mendadak bulu kudunya meremang, merasa diawasi.

Harum melihat ke berbagai arah namun tidak ada siapapun. Akhirnya Harum melanjutkan perjalanannya yang tertunda. Mempercepat langkah kakinya. Jantung yang berdegup kencang terdengar sampai ke telinganya. Suasananya terasa mencekam.

Harum mendengar suara langkah kaki dari arah belakang. Harum semakin mempercepat langkahnya. Semakin cepat Harum melangkah, semakin cepat pula suara langkah kaki tersebut mengikutinya.

Sampai,

"Berhenti!" Harum terlonjak kaget mendengar suara yang mengintrupsinya.

____________________________

Ruangan dengan ukuran 3×4 meter dengan pencahayaan yang kurang. Beberapa deret buku tersusun rapi di atas meja. Aroma obat-obatan menguar dari dalam ruangan tersebut. Kedua pria yang tak sepadan dari segi umur tersebut, terus saja berdebat.

Pria dengan umur yang lebih tua ia mencoba memberikan pengertian kepada lawan bicaranya. Namun tetap saja pria yang lebih muda kekeuh dengan pendirianya.

"Nak Sandy, dengarkan! akan jauh lebih baik jika dibawa kerumah sakit." Ucap pak mantri.

" Nggak, kak Harum aja belum pulang. Lagian aku juga nggak punya uang." Sandy tetap kekeuh.

Pak mantri terus saja mendengus kesal. Dirinya tidak habis pikir, dengan pemikiran anak muda dihadapannya saat ini.

"Biar saya yang bayar!" Ucap tegas

"Nggak" tolak mentah-mentah.

Sandy hendak pergi dari kamar kakaknya. Namun, tertahan saat sebuah tangan tiba-tiba menggengam tangannya.

"Kenapa lagi pak?" Ucap Sandy, mendecak sebal.

Melihat tidak ada jawaban dari pak mantri, sandy langsung memutar kepalanya melihat tangan pucat yang menggengam tangannya. Dilihat dari ujung sampai pada satu titik.

Mata yang beberapa jam lalu terbuka lalu tertutup. Kini, mata itu sudah kembali terbuka. Sandy terkejut tetapi juga heran. Mengapa pria ini menggengam tangannya? Apa dia mendengar ucapanku? Ah tidak-tidak, batinya.

Pak mantri mengecek keadaan pria tersebut menggunakan alat pendeteksi organ bagian dalam manusia, stetoskop. Setelah dilepas, Pak mantri memegang pergelangan tangan si pria, mencari denyut nadi.

Sedangkan, pria tersebut hanya diam menatap bingung keadaan sekitar. Ia hanya belum mengetahui apa yang terjadi. Melihat pria disampingnya ia menduga bahwa pria tersebut tengah memeriksa dirinya.

____________________________________________

Coba tebak siapa yang mengikuti Harum?

Jum'ah, 31 Januari 2020

Karena Aku Bukan GusmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang