Khawatir

3.3K 144 0
                                    

Harum bingung melihat air mata yang terus saja keluar dan membasahi wajah pria yang kini belum tersadar dari tidurnya. Ia merasakan ada kesedihan yang terjadi dalam mimpi pria yang ia tidak ketahui asal-usulnya tersebut. Dirinya merasa tidak tega.

Harum berusaha mendekati pria itu namun kakinya terhalang sesuatu. Kemudian dilihat lah kebawah. Sandy yang terusik dari tidurnya, karena Harum tak sengaja menginjak salah satu jari adik semata wayangnya tersebut.

"Kakak, kakak mau berangkat kerja?" Suara serak khas orang bangun tidur. Sandy yang mengubah posisi nya menjadi duduk dan memandang Harum sudah berpakaian rapi.

"Iya, kakak cuma mau nge-cek orang itu" sambil menunjuk pria yang tertidur diranjang miliknya. Harum berjalan mendekati pria tersebut dan dilihatnya airmata tadi sudah berhenti. Kemudian, tangannya terangkat dan kini punggung tangannya sudah mendarat tepat di dahi pria tersebut.

Harum merasa kan panas ketika tangannya menyentuh tubuh pria tersebut,demam. Ia panik kemudian memanggil Sandy, yang sudah beranjak keluar dari kamarnya. Tak butuh waktu lama datanglah Sandy, wajahnya terkejut melihat kakaknya yang panik, kemudian matanya beralih menatap pria yang belum tersadar dari tidurnya tersebut.

"Kakak kayaknya nggak jadi kerja, mau ijin dulu." Mengalihkan perhatian Sandy yang sedari tadi terfokus pada pria itu. "Kakak mau ke pak mantri dulu, kamu jaga dia" sambungnya dengan nada khawatir.

Harum beranjak keluar meninggalkan adiknya yang masih terbengong melihat sikap kakaknya. Harum hendak ke rumah pak mantri atau bisa disebut dokter yang ditugaskan didesa-desa atau kelurahan. Ia terlihat sangat panik hingga keringat sudah membasahi sragam kerja miliknya.

Sandy, melihat keadaan pria itu ia juga merasa kasihan. Akhirnya ia mengambil kompres air dan handuk kecil, lalu ia taruhlah handuk yang sudah ia basah dengan air di dahi pria tersebut.

Tak berselang lama, terdengar suara deru motor yang berhenti didepan rumahnya. Sandy pun keluar rumah dan melihat kakaknya dan juga pak mantri yang baru saja turun dari motor. Harum mempersilahkan pak mantri masuk dan memeriksa pria itu.

Setengah jam sudah berlalu, tapi pak mantri belum keluar dari kamar Harum. Sandy dan kakaknya, Harum tidak diperbolehkan masuk. Mereka hanya duduk di kursi ruang tamu depan kamar Harum. Perasaan mereka carut marut, takut terjadi sesuatu terhadap pria tersebut.

" Bagaimana pak keadaannya?" Harum bergegas mendekati pak mantri yang sudah keluar dari kamarnya.

"Saya sudah periksa, demam nya akan segera turun tadi juga saya beri suntikan vitamin dan infus. Kalau ingin pengobatan lebih lanjut dibawa saja kerumah saya atau ke rumah sakit terdekat untuk perawatan yang lebih intensif" ucap pak mantri sambil menyerahkan plastik obat.

"Kakak, uang darimana? Kita bilang aja kalau kita nemuin dia, kita lapor polisi" Sandy, menarik tangan Harum menjauh dari pak mantri.

"Nggak sandy" Harum berlalu dari hadapan Sandy. "Kalau dirawat jalan bisa pak?" Tanya Harum kepada pak mantri.

"Kakak" ucap Sandy. Yang tidak dihiraukan oleh Harum.

"Iya bisa, tapi kalau keadaannya menurun segera hubungi saya. Saya takut jika terdapat luka dalam, mengingat hampir seluruh tubuhnya terdapat lebam." Jelas pak mantri.

"Baik pak, jika terjadi sesuatu saya akan segera hubungi bapak. terima kasih." Harum berjabat tangan sambil memberikan uang saku untuk pak mantri. Pak mantri pun meninggalkan ruangan tersebut diikuti oleh Harum. Setelah pak mantri sudah beranjak dari halaman rumahnya, Harum bergegas masuk menemui sandy.

Sandy membuang muka saat Harum melihat kearahnya. Sandy merasa uang yang dikeluarkan kakaknya itu adalah tabungan untuk membayar hutang orang tuanya kepada bibinya.

"Sandy, kakak tau kamu marah sama kakak, tapi kalau kita pikir? Menghubungi polisi sama saja tidak akan membantu? Yang ada kita juga di tuntut mengeluarkan uang lebih untuk mengurus pengobatan dan laporannya." Tangan Harum yang sudah berada di kedua sisi pundak Sandy adiknya.

Sandy menepis kedua tangan kakaknya tersebut. Lalu pergi meninggalkan Harum sendiri. Sandy merasa marah, ia tidak ingin menyakiti kakaknya.

Harum tau adiknya sedang marah kepadanya. Harum berjalan masuk kedalam kamarnya melihat kondisi pria asing yang ada di dalamnya. Dilihatnya wajah pucat, penuh dengan lebam dan perban yang menempel di dahi sebelah kiri sang pria. Ia merasa kasihan terhadap pria tersebut.

Harum mendekat dan duduk diranjang tuanya. Tubuhnya terasa lelah, dengan sragam kerja khas minimarket. Harum sudah berjam-jam menunggu pria itu sadar. Namun, tak kunjung sadar juga.

Akhirnya Harum memutuskan mandi dan berganti pakaian. Mengingat hari sudah gelap jam di dalam kamarnya menunjukkan pukul 20:25 yang berarti ia harus bersiap untuk berangkat kerja part-timenya di club Madam Nia.

Aroma vanilla menyeruak dari kamar seorang pria. Kini wanita dengan Hotpens ketat berwarna denim, dengan tanxtop berwarna baby pink dan juga cardigan lengan panjang berwarna hitam untuk menutupi sebagian kulit putihnya dalam dinginnya malam, keluar dari ruangan tersebut.

Ditariknya sebuah tas usang tapi masih bisa dipakai dari balik pintu kamar adiknya tersebut. Makeup tipis terpampang jelas di wajah cantiknya. Ya wanita itu adalah Harum, dan kamar itu milik Sandy. Selama ini Harum menempati kamar adik semata wayangnya tersebut, sejak si pria malang itu belum terbangun dari tidur panjangnya.

Harum berjalan keluar dengan mengunci pintu dari luar. Diletakkan lah kunci rumahnya tersebut dibawah keset depan pintu rumahnya. Dirinya mulai beranjak meninggalkan rumah peninggalan kedua orang tuanya tersebut. Dan meninggalkan seorang pria tergolek lemah di dalamnya.

__________________________

Tubuh pria itu mengejang, tangannya mencengkram erat seprai usang dibawahnya. Dirinya terlihat gelisah, raut sedih itu kemudian terpampang nyata di wajahnya.

Sedangkan pria disampingnya menatap pemandangan di depannya bingung. Ia tidak tau harus melakukan apa. Berkali-kali ia mencoba membangunkan pria di depannya tersebut, tapi nihil reaksinya tetap sama.

Tubuh pria itu semakin mengejang tak karuan. Hingga seprai yang tadinya masih utuh terlihat seperti sobek dibagian kanan kirinya yang ia cengkram. Keringat dingin mulai membasahi tubuh pria tersebut. Hingga, wajah yang terlihat sedih itu memudar seiring dengan tubuhnya yang mulai melemas.

Namun,

"Apakah aku bermimpi?" Matanya melebar, tatapan itu kosong seperti jiwa yang tanpa raga. Kemudian ia tersadar dan mengedarkan pandangan ke segala arah. Sampai berhenti pada satu titik di sampingnya dengan wajah terkejut. Siapa dia? Sambil mengingat apa yang terjadi? Kemudian, memori kejadian sebelumnya berputar di kepalanya. Kepalanya terasa pening. Di lihatnya pria itu, Apakah dia yang menolongku? batinya.

"Siapa Ka_" belum sampai pertanyaan itu meluncur, tiba-tiba pria itu merasa ada sesuatu ditengorokannya yang ingin keluar. Dan benar saja cairan kental berwarna merah pekat meluncur begitu saja dari mulutnya, ia muntah darah. Darah yang keluar lumayan banyak, tubuhnya melemah hingga terbatuk-batuk. Baju yang ia kenakan terkena cipratan darah. Dan noda darah tercetak jelas dideretan gigi yang tersusun rapi dan disekitar bibir pria tersebut. Dan kini lantai yang semula bersih sudah menggenang cairan merah kental, darah. Bau anyir darah menyeruak kemana-mana.

Pria itu membuka menutup matanya mencari titik fokus. Tapi tetap saja semua terlihat buram. Dan semua menjadi gelap. Ia kembali pingsan.

"Hai bangun,_bangunlah" sambil mengoncangkan tubuh pria tersebut.


________________________________

Bila ada yang tidak suka atau phobia terhadap darah. Saya minta maaf.

Jum'ah, 24 Januari 2020

Karena Aku Bukan GusmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang