Kembali

448 72 62
                                    

Sakitnya digantungin sama penulis ; ()
.

.

.

Rumah khas jawa yang di lengkapi pahatan kaligrafi di setiap sudutnya menambah kesan artistik dan religius secara bersamaan. Bangunan di antara asrama sebuah pesantren tersebut terdengar ramai dengan suara tawa dan tangis kebahagiaan di dalamnya. Dikarenakan kembalinya putra sang Kyai.

Muhammad Batar Yudazzaman.

"Kamu kemana aja Gus?" tanya Hindun - Ibu kandung Batar, memegang pundak sang putra.

"Maafin Batar yang gak pernah kabarin Umi sama Abah," balas Batar sambil memeluk wanita yang telah melahirkannya tersebut.

Hindun mengusap lembut punggung sang putra, "Makannya kamu kemana aja? Kenapa gak pernah pulang? Waktu Ilham pulang katanya kamu udah beli tiket pulang duluan tapi kamu gak pernah sampai ke rumah. Umi takut Gus. Barang-barangmu dari cargo juga udah sampai tapi kamu gak pernah pulang. Umi cuma takut," ujarnya panjang lebar sambil menahan tangis.

"Sudah ya Buk, sekarang kan Batar sudah pulang," ujar Zaman - Ayah kandung Batar sekaligus Kyai di dalam pesantren Darul Ilmi tersebut.

"Maafin Batar juga ya Bah," ujar Batar pada sang ayah.

"Sudah-sudah. Besok lagi sudah malam gak baik nanti ganggu santri yang lain," ucap Zaman pada istri dan yang lain.

"Kamu istirahat ya Gus, kamar kamu sudah dibersihin anak ndalem tadi," kata Hindun, yang mulai beranjak dari ruang tamu bersama sang suami.

Batar mengangguk, "Umi tenang aja nanti Batar pasti istirahat, ini mau bicara dulu sama yang lain," ujarnya kemudian tersenyum menatap sang ibu.

Ilham dan teman yang lain menatap Batar bertanya, pasalnya saat mereka datang Batar sudah selesai menceritakan kisahnya saat hilang kepada keluarganya.

"Ayo gus cerita dulu, tadi kita masih ngajar santri jadi belum dengar kenapa kok bisa ngilang mendadak," tanya Ilham yang notabene temannya saat diperantauan dulu.

"Sudah hampir sebulan kan?" tanya Afdal, seorang ustad yang juga teman dekat Batar sebelum berangkat ke perantauan.

"Gus Bilal mana? Saya gak mau cerita dua kali," ujar Batar pada teman-temannya yang lain, membuat mereka tertawa pasalnya sangat tahu karakter Batar itu seperti apa.

"Monggo kalih ngopi-ngopi dulu," kata Bilal yang baru keluar dari dalam rumah Batar membawa nampan berisi kopi dan cangkir.

"Kenapa gus kangen sama saya? Kok nyari-nyari," ujar Bilal mengundang tawa untuk teman-temannya yang lain.

Ilham menuangkan kopi ke dalam masing-masing cangkir, hingga menimbulkan kepulan asap yang membawa aroma khas kopi hitam saat cairan itu mendarat ke dalam cangkir.

"Sudah. Ayo gus mulai cerita," ujar Ilham sambil kembali menuangkan kopi ke dalam cangkir.

"Mau mulai dari mana?" tanya Batar.

"Dari awal mula bisa ngilang gus," balas Afdal.

Serentak mulai menyimak apa yang akan keluar dari mulut Batar, menanti seolah ada hal menarik yang akan diceritakan oleh Gus nya tersebut.

"Waktu itu saya di begal jad-"

"Uhuk-uhuk," potong Bilal tersedak setelah mendengar ucapan Batar mendapat mata elang dari teman-temannya yang lain, "Maaf-maaf cuma kaget. Lanjut," ujar Bilal tersenyum kikuk karena ditetapkan teman-temannya.

"Astagfirullah Kang, kebiasaan. Bismillah dulu kalau minum," ujar Nizal salah satu Abdi Ndalem.

Bilal hanya tertawa kecil.

Karena Aku Bukan GusmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang