Fitnah yang Sebenarnya

1K 97 16
                                    

"Mulai hari ini hidup lo bakal berubah"

Suara al-Qur'an yang dilantunkan oleh Batar terdengar sangat merdu dipenjuru rumah. Selepas shalat magrib, Batar menyempatkan dirinya membaca wahyu terbesar yang Allah berikan tersebut.

Batar melirik jam berbentuk lingkaran yang menempel di dinding kamar Harum, tidak biasanya sang pemilik rumah belum pulang jam segini. Biasanya Harum akan pulang sebelum magrib, tapi hari ini adzan isya' sudah berkumandang pun batang hidungnya juga belum kelihatan.

Setelah iqamah, Batar akhirnya melanjutkan sholat isya.

_______________

Harum mengelap gelas dengan cekatan, ia tidak mau ketinggalan waktu magrib. Seharusnya dia mengambil cuti libur hari ini, karena ia harus mengurus kepindahan sementara Batar ke kontrakan Adi.

Tapi apalah daya, sejak jam empat sore tadi ia terus saja di telepon oleh Madam Nia untuk segera ke club. Madam Nia mengatakan kalau malam ini akan ada pengusaha besar yang menyewa club tempatnya bekerja tersebut. Madam Nia menyuruhnya datang lebih awal, agar tidak ada  kesalahan atau kekurangan dalam acara tersebut sehingga merugikan club tempatnya bekerja tersebut.

Jadilah sekarang ia tengah berkutik dengan beberapa gelas dan piring diwashtafel. Entahlah, Batar mencarinya atau tidak pasalnya ia tidak meninggalkan pesan atau kabar apapun kepadanya.

"Kak Adi," panggil Harum ketika melihat Adi memasuki ruangan.

"Ya? Kenapa Rum?" Tanya Adi seraya mendekati Harum.

Harum melirik jam di dinding depannya, " Kakak bisa bantu angkatin gelasnya ke bar nggak? Harum belum sholat magrib soalnya," ucap Harum lirih.

Adi menatap Harum sejenak, entah apa yang dipikirkannya membuat Harum bingung.

"Kak?" Panggil Harum sekali lagi.

"Ya?" Adi mengalihkan pandangannya dari Harum setelah menyadari bahwa dirinya menatap Harum, "eh iya Rum, kamu sholat aja ini biar aku yang angkat ke depan," ucap Adi sambil mengangkat nampan yang berisi beberapa gelas yang sudah dicuci oleh Harum, kemudian berlalu begitu saja.

Harum mengendikan bahunya,  tak mau ambil pusing dengan sikap temannya tersebut dan memilih bergegas mengambil air wudhu.

Sejak Batar mengajaknya shalat, sejak saat itu pula Harum tak meninggalkan kewajibannya tersebut kecuali jika ia berhalangan.

Dan ini adalah hari pertamanya sholat di club, pasalnya dirinya selalu berangkat ke club setelah melaksanakan shalat isya dirumah. Bahkan teman-temannya tidak tau kalau dirinya shalat, kecuali Adi karena tadi barusan ia bilang kepadanya.

"Rum habis dari mana? Kok Adi yang ngerjain kerjaan kamu?" Tanya Selin yang baru melihat Harum.

"Oh, Harum habis sholat kak," jawab Harum santai berbanding terbalik dengan Selin yang terlihat syok,

"Sholat Rum?" Tanya Selin, hanya mendapat anggukan dari Harum.

"Batar bener-bener pria baik yang bisa ngerubah diri lo Rum, gue jadi iri," gumam Selin.

"Kak Selin bisa aja," jawab Harum sambil terkekeh.

Harum akhirnya kembali ke pekerjaannya, disisi lain.

Tok tok tok

Batar mendengar ada yang mengetuk pintu rumah Harum, padahal ini sudah tengah malam. Apa mungkin itu Harum? Akhirnya Batar keluar dari kamar dan menyalakan lampu ruang tamu.

Batar berjalan perlahan dan membuka pintu utama, yang dilihat pertama adalah seorang laki-laki yang mengenakan sepasang sepatu usang, jaket kulit yang sudah lusuh dan wajah itu. Batar nggak sampai amnesia saat itu, jadi dia masih ingat persis pria dihadapannya ini.

"Bang Baron?" Gumam Batar tak percaya apa yang dilihatnya saat ini.

"Ternyata lo masih inget gue," jawab Baron kemudian terkekeh.

Batar melihat keadaan disekelilingnya,"Ngapain kamu kesini?" Ucap Batar sedikit meninggikan suaranya.

"Batar, Batar, gue kesini mau ngasih tahu sesuatu sama lo, jadi santai aja. Nah setelah lo tau kebenarannya baru, lo nggak santai nggak papa," ujar Baron yang kemudian melenggang masuk kedalam rumah Harum sambil menarik sebuah koper.

"Bikinin gue kopi, cepet!" Titah Baron, sedangkan Batar yang tak ingin ambil masalah langsung melenggang pergi meninggalkan Baron.

Batar berjalan ke arah dapur dengan perasaan yang campur aduk, entah kebenaran apa yang akan dikatakan oleh Baron padanya. Mengapa Baron bisa mengetahui keberadaannya?

Batar meletakkan dua cangkir kopi diatas meja kaca diruang tamu milik Harum. Batar melihat Baron yang mulai mengambil kopi yang ia buat kemudian menengguknya secara perlahan.

"Batar!!" Ucap Baron tegas sambil meletakkan cangkir kopi keatas meja.

"Kenapa?" Jawab Batar datar.

"Lo pasti nggak percaya, soal apa yang bakal gue kasih tau ke diri lo hari ini. Tapi tenang gue udah sertain bukti-bukti kuat kok. Jadi kesimpulan akhirnya terserah diri lo aja, gue nggak mau paksa lo percaya atau nggak sama omongan gue kali ini," ujar Baron, tersenyum sinis sambil melirik Batar yang menatapnya tajam.

"Katakan sekarang! Jangan bertele-tele. Saya lebih suka yang to the point," ucap Batar tegas.

"Oke kalau gitu langsung aja, nih" Baron menyodorkan sebuah koper, Batar tau itu adalah koper miliknya yang dibegal oleh Baron saat itu.

Batar menatap kopernya kemudian beralih menatap Baron dengan pandangan bertanya.

"Gue mau minta maaf sama lo soal waktu itu, sebenernya gue nggak ada maksud buat ngelakuin itu sama lo," ucap Baron merasa bersalah.

"Gue balikin koper lo, tapi gue nggak bisa balikin hape sama duit lo, karena itu memang udah nggak ada. Tapi tenang aja berkas lo masih lengkap disini," ucap Baron sambil menepuk-nepuk koper disampingnya.

"Soal kebenaran yang perlu lo ketahui adalah..." entahlah Batar merasa tidak enak dengan apa yang akan dia dengar.

"Ekhem," Baron beberapa kali membenarkan posisi duduknya. "Sebenarnya semua ini adalah rekayasa Harum, dan disini gue cuma sebagai eksekutor. Dari awal gue kerjasama sama Harum buat cari mangsa dan kebetulan hari itu gue liat lo di bandara. Ya akhirnya gua nargetin diri lo buat jadi mangsa kita. Pas gue kirim foto lo ke Harum katanya dia setuju, tapi dengan kata lain lo nggak boleh sampai mati. Dan soal lo bisa sampai disini, semuanya itu adalah sekenario dari Harum," ucap Baron panjang lebar.

JEDDDARRRR.

Bagai disambar petir, mendengar pengakuan dari Baron. Entahlah dadanya tiba-tiba terasa sesak mendengar hal tersebut yang belum pasti kebenarannya.

"Kalau lo belum percaya, gue ada buktinya," ucap Baron sambil memberikan beberapa pesan yang dikirim oleh, atas nama Harum. Pesan tersebut berisi tentang rencana pembegalan.

Baron juga memberikan sebuah foto yang menunjukkan Harum dan juga Baron tengah berbicara disebuah club.

"Kalau lo juga belum percaya sama bukti-bukti yang gue kasih, gue ada satu lagi bukti penguat yang lo harus ketahui yaitu, gue Baron adalah sepupunya Harum,"

Batar tak bisa berkata apa-apa lagi.

Entah dirinya harus percaya atau tidak, tapi semua itu terasa sangat menyakitkan baginya. Jika ia merasa tersakiti apakah itu pertanda, apa yang dikatakan oleh Baron adalah suatu kebenaran?

Setelah mengatakan itu semua Baron lantas pergi dari rumah Harum dan meninggalkan Batar sendiri. Kebenaran apa yang ditunjukkan oleh Baron membuatnya bingung.

Jika Harum memang menjebaknya, lalu kenapa Harum menyelamatkan nyawanya? Harum selalu bersikap baik padanya, rasanya tidak mungkin Harum melakukan hal se keji itu.

Ingatan-ingatan saat bersama Harum muncul dalam benaknya, entahlah ucapan Baron telah memenuhi seluruh kepalanya. Bayangan Harum yang melakukan kebaikan? Apa itu wujud balas budi dengan korbannya? 

Arrggggggghhhhhhh. Teriak Batar.

•••


Jadi nggak sabar sama lanjutannya...

Karena Aku Bukan GusmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang