Terasa lebih segar kala Jeongwoo baru saja usah dari mandinya. Tak lupa, pemuda itu langsung menghampiri cermin guna melihat penampilannya sekarang.
Tak ada beda, hanya penampilan biasa dengan celana pendek dan kaus putih. Bedanya---kini terdapat tanda gigitan pada lehernya.
"Huft." Helaan nafas lolos dari bilah bibir pemuda Park itu, "So, sekarang gue berperan sebagai mate dari Haruto?"
"Tapi---"
"JEONGWOO TURUN! SINI GUE MAU NGOMONG BENTAR."
Suara pekikan Jihoon menggelegarkan satu bangunan, tidak heran, bahkan bisa terguncang rumah ini jika si sulung berteriak dengan kekuatan maksimum.
Tak ingin membuat sang kakak menunggu lama, Jeongwoo pun bergegas turun menuju ruang tengah dimana sang kakak tengah menunggu dirinya.
"Duduk." Dengan patuh, Jeongwoo pun langsung duduk di sofa hadapan Jihoon.
"Lo sekarang bukan lagi anak kecil, lo sudah dewasa---dan sudah memiliki mate."
Jeongwoo hanya menganggukkan kepalanya pelan, tanpa disadari ia memainkan jari-jarinya. Jelas gugup, sebab Jihoon kali ini tampak serius.
"Gue mau tanya, siapkah lo menjadi mate seseorang? Ingat, menjadi mate itu artinya lo hidup selamanya dengan orang, apapun yang terjadi."
Lagi, Jeongwoo hanya menganggukkan kepalanya. Bagaimanapun, ini sudah terjadi. Inilah konsekuensi yang ia dapatkan kala terbuai oleh nafsu malam itu.
Jihoon hanya menghela nafas, pemuda itu memilih bangkit dan menghampiri sang adik. Ditepuklah pundak Jeongwoo yang sendari tadi pemuda itu menunduk.
"Oke kalau begitu. Sekarang lo beresin perlengkapan lo."
"Ha? Lo usir gue Hoon?"
Jihoon berdecak, "Siapa yang usir lo? Lo mate Haruto kan? Yaudah sana lo tinggal sama dia, ngapain disini?"
Jeongwoo membeku, jadi setelah ini ia akan tinggal bersama Haruto??
"Ckk, yaudah iya gue beresin baju dulu." Jeongwoo bangkit dari duduknya, kemudian dengan cepat ia kembali ke kamarnya.
Jihoon hanya menggelengkan kepala pelan melihat perilaku adeknya.
"Puji Tuhan, hemat beras dan pengeluaran bulanan habis ini."
***
"Hai." Sapa Haruto kala Jeongwoo memasuki mobilnya. Jeongwoo hanya membalas dengan senyuman.
Setelah itu? Canggung. Keduanya belum terbiasa di kondisi seperti ini. Notabenenya, Jeongwoo dan Haruto baru kenal dan kini sudah menjadi pasangan.
"Itu, lo mau mampir dulu enggak?" Tanya Haruto melepas keheningan dalam mobil tersebut.
"Gue mau ke---mcd boleh? Gue belum sempat makan."
"Oke, jawaban yang bagus." Tanpa membuang waktu lagi, Haruto pun langsung membelokan arah mobil menuju restoran cepat saji yang dimaksud oleh Jeongwoo. Ia memilih untuk drive thru saja.
"Paket panasnya dua, dan---lo mau apa lagi, Woo?"
"Mcflury oreo, ya." Haruto menganggukkan kepala pelan kala mendengar jawaban dari Jeongwoo.
"Mcflury oreo Mbak satu."
Setelah usai melakukan pesanan, mobil pun kembali melaju untuk mengambil pesanan. Tak butuh waktu lama, kini segala pesanan sudah berada di tangan pemuda Watanabe itu.
"Ini eskrimnya langsung makan aja, kalau nasinya bisa nanti di apart."
Celetuk Haruto sembari memberikan mangkuk eskrim ke Jeongwoo, dengan cepat Jeongwoo pun menerimanya.
Mobil kembali melaju, keduanya saling diam dengan urusan masing-masing. Jeongwoo yang sibuk menikmati eskrim dan Haruto yang sibuk mengendarai mobil.
Sialnya. Kini jalanan ibukota harus terkena macet. Tidak heran, tetapi Haruto malas betul menghadapi hal seperti ini.
"Akh segala macet." Gerutu Haruto dengan sedikit memukul kemudiannya.
Jeongwoo melihat itu hanya menggelengkan kepala dan terkekeh pelan, "Ya namanya juga macet, jam pergi kerja."
Haruto hanya mendesus pelan sedangkan Jeongwoo melanjutkan makan eskrimnya.
"Woo."
"Hm?"
Jeongwoo lantas menengok ke sumber suara, terdapat Haruto yang tengah memperhatikannya. Detik selanjutnya, Haruto lah yang kini terkekeh.
"Lo makan eskrim kaya anak kecil, berantakan."
Dengan telaten, Haruto kini beralih membersihkan eskrim yang berada pada sudut bibir Jeongwoo. Diperlakukan seperti itu, membuat Jeongwoo membeku seketika.
Tanpa sadar, arah pandang Haruto terfokus pada ranum merah muda milik Jeongwoo. Oh shit, jangan sekarang Haruto.
"Haru?"
Sapaan Jeongwoo membuat Haruto berhasil kembali ke realita, untungnya. Dengan helaan nafas lega, Haruto membuang tisunya ke dasbor mobil.
"Haru sini deh, deketan."
"Kenapa?"
"Udah sini deketan!"
Dengan penasaran yang tinggi, lantas Haruto mengikuti perintah dari Jeongwoo untuk mendekat kembali. Dirasa Haruto sudah mendekat, Jeongwoo pun langsung merapihkan surai hitam Haruto yang dirasa berantakan.
"Rambut lo berantakan banget, kaya gembel." Ledek Jeongwoo dengan kekehah pelan seusai merapihkan rambut Haruto.
"Woo."
"Ya?"
"Hm... may i kiss your sweet lips?"
Mendengar permintaan Haruto yang tiba-tiba, membuat Jeongwoo seketika membeku.
"Eh---?"
"Ya kalau enggak boleh---"
"Sure. Why not? We're a pair of Mate, right? Buat apa lo izin, nyatanya gue sudah milik lo."
Mendapatkan izin dari sang empu, membuat Haruto mendekati wajahnya ke arah wajah Jeongwoo. Satu sisi, Jeongwoo sudah memejamkan mata bersiap menerima tautan ranum dari Haruto.
Tertaut sempurna, keduanya memejamkan mata. Dengan perlahan, tautan itu berubah menjadi lumatan kecil. Sungguh, kali ini tidak ada nafsu diantara keduanya. Hanya ada tautan penuh kasih sayang yang dilakukan dengan hati-hati.
Rasa manis dari bibir Jeongwoo akibat tadi memakan eskrim menjadi kesan tersendiri untuk kali ini.
Menit berlalu, Haruto melepaskan tautan keduanya. Tak langsung menjauh, justru kini keduanya saling bertatapan dengan jarak yang begitu dekat.
"Stroberi gum. Have you accepted the reality?"
Jeongwoo tidak menjawab langsung, ia justru masih mengatur nafasnya---karena jujur ia payah dalam kegiatan berciuman. Beda seperti Haruto yang goodkisser.
"Maybe... Yes." Jawab Jeongwoo dengan senyuman kecil, membuat Haruto tanpa sadar tersenyum juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reality - HAJEONGWOO.
Fanfiction[DISCONTINUE] "Gue benci kenyataan." Dari awal, Jeongwoo sudah membenci akan kenyataan tentang derajat kasta di kotanya. Sekarang ia harus menerima kenyataan bahwa dirinya Omega, membuat kebenciannya terhadap kenyataan semakin besar. ━━━━━━━━━ • • •...
