"Jeongwoo bangun!" Pekikan suara itu berhasil menggelegarkan satu ruangan petak itu. Balutan selimut Jeongwoo ditarik paksa oleh Sang Kakak, membuat dirinya jatuh tersungkur ke lantai.
"Bangs--"
"Apa? Mau ngomong kasar lo? Mending mandi, katanya lo ada kelas pagi."
Mendengar kata kelas pagi membuat Jeongwoo seketika membulatkan matanya. Bodoh, dirinya baru ingat jikalau ada kelas pagi.
"Mampus!" Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Jeongwoo dengan cepat bergegas ke kamar mandi.
Suara ricuh terdengar begitu jelas dari kamar seorang Park Jeongwoo, membuat Jihoon yang kini di ruang tengah hanya bisa menggelengkan kepala.
"Tinggal tunggu aja kapan rumah ini rubuh." Celetuk asal lolos begitu saja dari bilah bibir Jihoon, selanjutnya ia melanjutkan kegiatan menonton film.
"Hoon gue berangkat dulu, ya!"
Jihoon hanya berdeham, ia lebih memilih untuk fokus ke film ketimbang menyahuti perkataan Jeongwoo.
Bruk! Pintu tertutup dengan keras, dimana hal itu berhasil mengambil alih perhatian Jihoon.
"Kan bener, ini rumah tinggal rubuhnya aja." Jihoon lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat kelakuan Sang Adik.
Dahaganya kering, lantas Jihoon bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur guna mengambil segelas air. Netra Jihoon tak sengaja melirik benda yang berada di atas meja.
"Kebiasaan enggak bawa pil supresan." Helaan nafas lolos lagi, Adiknya itu terlalu menyepelekan bahkan sampai tidak membawa obat khusus untuk berjaga-jaga.
***
Suara derap langkah kaki memenuhi koridor gedung kampus. Jeongwoo datang begitu tergesa-gesa hingga tak jarang tubuhnya menabrak seseorang.
Tapi apa pedulinya dia? Yang di pikiran Jeongwoo sekarang adalah jangan sampai telat!
Bruk! Pintu didobrak oleh Jeongwoo. Mahasiswa yang ada di ruangan itu dengan cepat menengok ke sumber suara. Ya siapa lagi kalau bukan ke arah Jeongwoo?
Persetan dengan tatapan para mahasiswa lain yang penting kini dirinya tidak telat. Tanpa membuang waktu lagi, Jeongwoo pun segera duduk di sebelah kawannya, Junghwan.
"Habis dikejar setan lo?"
Jeongwoo mendelik, detik selanjutnya desusan sebal keluar dari bilah bibirnya.
"Iya, setannya lo." Ceplos asal Jeongwoo membuat dia mendapatkan pukulan buku dari Junghwan.
"Selamat pagi semuanya!" Seruan dosen membuat dua pemuda itu kini memfokuskan pandangannya ke depan.
Kelas dimulai, semua mahasiswa mulai fokus pada penjelasan dosen tetapi tidak memungkinkan juga ada sibuk sendiri; seperti tidur, mencoret-coret kertas, atau bermain ponsel.
Dan Jeongwoo, ia tidak bisa fokus, sendari tadi lengannya bergemetar. Pun, seketika tubuhnya merasa gerah padahal suhu ruang kelas itu terbilang dingin.
"Woo, lo enggak apa-apa? Lo enggak enak badan?"
Junghwan yang berada di sebelah Jeongwoo menyadari bahwasanya sang kawannya itu merasa tidak nyaman.
"Enggak apa-apa, kok. Sumpah, gue cuman lagi kegerahan aja." Jelas Jeongwoo sembari mengelap peluh keningnya.
Junghwan hanya berusaha menganggukkan kepalanya, padahal ia tahu betul ruangan ini dingin.
"Eng--- gue izin ke toilet, mau cuci muka dulu, Hwan izinin gue." Jeongwoo bangkit dari duduknya, pemuda itu keluar dari ruangan melalui pintu belakang.
Jeongwoo meninggalkan Junghwan yang masih terdiam bingung dan membiarkan pemuda So itu menjelaskan kepada dosen kenapa dirinya keluar ruangan secara tiba-tiba.
Lagi dan lagi, Jeongwoo berlari di koridor kampus. Meski kini kepalanya terasa pening, itu bukan suatu halangan untuk dirinya berlari cepat menuju toilet.
Sesampainya di toilet kampus, Jeongwoo langsung saja menyalakan keran dan membasuh wajah dengan harap rasa gerah pada tubuhnya hilang. Namun nihil, hal itu sia-sia.
Tubuhnya tersungkur ke lantai bahkan Jeongwoo membiarkan keran air itu tetap menyala dan kini berakhir menggenangi lantai. Tubuhnya perlahan basah akibat air itu, namun bukannya merasa dingin ia justru semakin pening dan panas.
Pandangannya memudar dengan perlahan, nafasnya pun terasa tercekat.
Namun satu hal yang Jeongwoo sadari, dia melihat sekilas seseorang datang menghampiri kemudian berjokok di hadapannya.
"You're so poor, need help?"
Suara berat itu, Jeongwoo tidak tahu siapa jelasnya. Suara itu begitu asing, tetapi ia tidak peduli. Tubuhnya begitu tersiksa sekarang jadi tanpa ragu...
"Please, help me..."
Itulah ucapan terakhir Jeongwoo sebelum dirinya memejamkan mata tak sadarkan diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reality - HAJEONGWOO.
Fiksi Penggemar[DISCONTINUE] "Gue benci kenyataan." Dari awal, Jeongwoo sudah membenci akan kenyataan tentang derajat kasta di kotanya. Sekarang ia harus menerima kenyataan bahwa dirinya Omega, membuat kebenciannya terhadap kenyataan semakin besar. ━━━━━━━━━ • • •...