Hari nampak jelas sudah larut, bisa diperkirakan sudah memasuki pukul satu menghampiri dua dini hari.
Jeongwoo, pemuda itu baru saja kembali dari kegiatan kumpul bersamanya.
Klek. Pintu telah dibuka, Haruto yang sudah di apartemen lantas bergegas menghampiri arah pintu. Dia merasa kesal, pasalnya Jeongwoo pergi tanpa sepengetahuan dan kembali sangat larut.
Whoa, bagaimana mau kabarin kalau dirimu saja tidak menggenggam ponsel tuan Watanabe?
"Darimana?"
"Dari kumpul sama gue, kenapa?" Nah, yang menjawab bukan Jeongwoo melainkan Jihoon sang Kakak yang ternyata berdiri di belakang sang Adik.
Haruto hanya menghela nafasnya, "Terimakasih sudah anterin Jeongwoo."
Jihoon hanya menganggukkan kepalanya, kemudian menepuk pundak sang Adik. Maniknya bergerak, mengisyaratkan untuk segera masuk ke dalam.
Jeongwoo tak banyak bicara, ia langsung masuk dan melewati Haruto begitu saja. Lantas, Haruto merasa ada yang salah dengan Matenya ini.
"Kenapa dia?"
Jihoon mengangkat bahunya sekilas dengan cepat, "Ada juga tanya diri lo sendiri kenapa."
Balasan dingin didapatkan oleh Haruto, membuat pemuda Jepang itu mengerutkan keningnya bingung.
"Gue balik, Hyunsuk udah nungguin di mobil." Ucap Jihoon sebelum dia benar-benar meninggalkan Haruto yang masih berada di ambang pintu apartemen.
Kuasanya terangkat, tentu Haruto menutup pintu apartemennya. Setelah itu, barulah ia menyusul langkah Jeongwoo.
"Pergi dari jam berapa?"
Jeongwoo yang baru keluar dari kamar mandi langsung disambut oleh kehadiran Haruto yang menyandarkan tubuhnya di dinding tak jauh dari pintu kamar mandi.
"Jam 8 atau 9 tadi, sekitar jam segitu. Gue juga lupa."
"Itu udah malam Woo, untung aja ada Bang Jihoon."
Jeongwoo berdecak, "Dan lo, kemana sampai lama tadi?"
Haruto sedikit tersentak akan pertanyaan Jeongwoo, tetapi sebisa mungkin ia menyembunyikan wajah terkejutnya di dalam ekspresi datar.
"Gue sempat ketemu teman kecil di depan minimarket tadi, agak lama tau kok tadi gue sempat ngobrol banyak dengan dia di sana."
Jeongwoo hanya ber'oh' saja, dalam hati ia tersenyum miris.
He lying.
Jeongwoo tak sebodoh itu, Jihoon berkata jika sudah menjadi sepasang mate maka ada benang kaitan batin antara keduanya. Lantas kini dirinya betul merasakan, merasa telah dibohongi oleh Haruto.
"Yaudah, gue mau tidur." Ucap dingin Jeongwoo, pemuda itu memilih untuk melesat pergi masa bodo dengan Haruto yang menatapnya bingung.
"Wait Jeongwoo!"
Lengan milik Jeongwoo ditarik paksa oleh Haruto. Jelas tenaga pemuda Jepang tersebut begitu kuat membuat Jeongwoo tertarik dengan mudah, berakhir kini dirinya berada dalam dekapan milik Haruto.
"Ada yang lo sembunyikan dari gue, Woo?"
Tak menjawab, Jeongwoo justru memalingkan wajahnya agar tak bertatapan langsung dengan Haruto.
"Park Jeongwoo."
"Tidak ada."
"Yang menyembunyikan sesuatu itu lo, Haruto. Bukan gue."
Tak sesuai memang apa dikatakan oleh pikiran dan yang terucap. Tetapi sungguh, Jeongwoo lelah ingin segera menghempaskan tubuhnya tanpa harus beradu argumen.
"Kalau lo lupa, we are a pair mate. Seperti ini sangat tampak jelas, Woo."
"Terus kenapa? Sudah ah, gue mau tidur To. Gue ngantuk."
Jeongwoo memberontak dari pelukan Haruto, namun lengan Haruto justru semakin erat dalam memeluk pinggang Jeongwoo.
Sial. Tenaga Alpha memang tidak main-main.
Jeongwoo pasrah, ia hanya bisa menghela nafas dan menatap kembali Haruto. Dapat dilihat tatapan Haruto yang tajam---lagi, Jeongwoo memalingkan wajahnya untuk tak bertatapan langsung.
"Jeongwoo." Ucap Haruto sembari menggerakan salah satu tangan agar mengubah pandangan Jeongwoo.
Kedua pemuda itu kini saling bertatapan satu sama lain, lantas Jeongwoo lagi-lagi menghindari tatapan itu dengan menundukkan kepala.
Haruto menghela nafas, lantas tangannya bergerak kembali agar Jeongwoo menatapnya.
"Jeongwoo, lihat gue. Apa yang lo sembunyikan."
Aura Alpha seketika dapat dirasakan oleh Jeongwoo, sial jika seperti ini siapa pun akan tunduk dan tak berani melakukan hal gegabah.
"Gue cuman takut lo bermain belakang Haruto!!" Satu kalimat lolos dengan nada cukup tinggi, membuat Haruto sedikit terkejut.
Saat itu juga, Jeongwoo pun menangis, entah mengapa. Rasa yang sendari tertahan ia keluarkan dalam tangisannya.
Lengan Haruto bergerak menghapus air mata dalam wajah sang mate. Sebenarnya Haruto tak bisa melihat Jeongwoo menangis seperti ini, namun ia tahu ada yang salah dengannya juga.
"Jangan nangis---"
Jeongwoo masih menangis, membuat Haruto panik. Lantas, Haruto mengangkat wajah Jeongwoo dengan perlahan pemuda itu mendekati wajahnya.
Kecupan ringan diberikan kepada Jeongwoo. Perlahan kecupan itu berubah menjadi ciuman lembut, sungguh kali ini tiada nafsu hanya pesan tersirat yang ingin Haruto sampaikan bahwasanya ia tak akan meninggalkan Jeongwoo.
Kian waktu, tautan itu dilepas secara perlahan. Jeongwoo mengatur nafasnya sedangkan Haruto sibuk membersihkan sisa air mata di wajah Jeongwoo.
"Don't be afraid, I'll stay with you." Ucap Haruto sembari mengecup kening Jeongwoo dan Jeongwoo hanya membalas dengan anggukan kepala pelan.
Jeongwoo berharap kalimat tersebut tidak ada kebohongan. Semoga saja sang Alpha memenuhi janjinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reality - HAJEONGWOO.
Фанфик[DISCONTINUE] "Gue benci kenyataan." Dari awal, Jeongwoo sudah membenci akan kenyataan tentang derajat kasta di kotanya. Sekarang ia harus menerima kenyataan bahwa dirinya Omega, membuat kebenciannya terhadap kenyataan semakin besar. ━━━━━━━━━ • • •...