4 || Bukan main-main.

18.7K 1.3K 29
                                    

-Happy reading-
.
.
.

Allura mencoba lari sekuat tenaga. Namun, namanya juga perempuan yang tak ada tandingan nya dengan 3 laki-laki berbadan kekar yang mengejar akhirnya ia tertangkap. Tangannya berhasil ditarik oleh salah satu preman. Membuatnya kian memberontak dengan bringas. Mencoba menjauhkan tiga pria itu dari tubuhnya.

Ia berteriak kesetanan, tapi tak ada satupun yang lewat. Tak ada satupun warga yang menghentikan ini. Ia mulai makin panik. Seandainya ia tak kabur. Tapi nasi sudah menjadi bubur, tak bisa ia kembalikan menjadi nasi utuh.

Ia menangis, mencoba meminta perlindungan pada Allah. Meminta seseorang datang menolong nya sebagai malaikat. Hingga saat tubuhnya sudah berada dalam kukungan kedua preman, ia mendengar bunyi pukulan. Matanya yang berkabut air mata pun melihat preman yang tadi didepan nya jatuh tersungkur.

Bug ...

"Akh, sial! Siapa lo? Mau jadi sok pahlawan?" maki preman yang barusan di pukul oleh seseorang ----yang Lura tak tau siapa dia karena terlihat buram.

"Bukan bakat saya untuk menjadi pahlawan. Hanya saja, pekerjaan saya yang menjadi seorang Dokter menghantarkan saya pada rasa iba saat seorang perempuan hampir kalian lecehkan."

"Ck, nggak perlu ikut campur! Kami tidak memerlukan rasa ibamu!"

"Kalau begitu, lepaskan dulu perempuan itu."

"Tidak. Pergi sekarang juga atau kau mungkin akan masuk rumah sakit, tuan Dokter!"

"Bukan saya yang akan masuk rumah sakit, tapi kalian jika tidak melepaskan perempuan itu. Lepaskan sekarang juga atau dengan terpaksa saya yang akan melumpuhkan kalian?"

Mendegar nada penuh perintah dan ancaman membuat ketiga pria itu terpancing emosi. Seseorang yang pertama terkena pukulan tadi maju dan melawan sang Dokter itu. Hingga tak butuh waktu lama preman itu jatuh tersungkur setelah dadanya ditendang oleh sang Dokter.

Melihat itu, lantas kedua preman yang merangkap tubuh kecil Lura mendorong nya. Membuat Lura jatuh terduduk di aspal dengan tangan yang bergesekan dengan aspal secara langsung.

"Aakhh," ringis Lura seraya melihat tangannya yang kini mulai mengeluarkan darah walau tak banyak.

Lura hanya menunduk, tak berani melihat ke atas ataupun depan dimana perkelahian itu terjadi. Kupingnya seperti sudah bisa menggambarkan apa yang terjadi. Hingga suara pukulan, erangan, dan nafas yang tak beraturan bersahutan dengan suara langkah kaki tergesa yang menjauh membuat Lura berani mendongakkan kepalanya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya sang Dokter yang kini sudah bersimpuh didepan Lura.

"Do--- DOKTER?!" teriak Lura saat menyadari seseorang yang menolong nya adalah orang yang sama saat pagi tadi ia lamar di sekolah.

Dokter Yuvi hanya tersenyum, lalu matanya beralih pada tangan Lura yang tergores hingga mengeluarkan sedikit darah.

"Ayo ke dalam mobil, saya akan mengobatimu. Lalu, mengantarmu pulang. Perempuan tak seharusnya berkeliaran malam-malam seperti ini apalagi hanya dengan pakaian seterbuka itu."

"Dokter Yuvi, ini beneran Dokter Yuvi?" tanya Lura masih tak percaya. Mereka sedang berjalan ke arah mobil Dokter.

"Hm," jawab Yuvi seraya mengambil kotak P3K. Kini posisinya kedua sedang berhadapan di jok depan mobil.

"Dokter, kita ketemu lagi. Berarti kita jodohkan?"

"Hm."

"Dokter beneran mau lamar Lura?"

Dokter, nikah yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang