"Ayo, Bu Lura jangan berhenti. Kembali mengejan pada hitungan ketiga, ya... 1... 2... 3..."Lura kembali mengejan sekuat tenaga. Namun, tubuhnya kian melemah, ia semakin tenggelam rasa sakit. Benar-benar sakit.
Matanya juga memberat, rasanya ia ingin tidur. Bukan tidur karena mengantuk, Lura hanya merasa ia kehilangan tenaga. Ia tahu ia seharusnya tidak selemah ini, ia harus berjuang, tapi kenapa rasanya sangat sakit?
Apa dulu Ummi-nya merasakan hal yang sama dengan apa yang ia rasakan? Apa semua orang yang mengalami ini merasakan rasa sakitnya? Apa sesakit ini?
Sungguh, ia akan langsung meminta maaf pada Ummi-nya saat ia berhasil berjuang di sini. Rasanya ia amat sangat durhaka pada sang Ummi yang telah melahirkan dengan rasa sakit bertubi seperti ini.
Tapi... Lura benar-benar tidak sanggup, matanya terus memberat, bagaimana jika ia harus menutup mata saat ini juga, bagaimana dengan buah hatinya?
"Bu Lura? Bu...? Saya mohon bersabarlah sebentar lagi, hanya sebentar lagi. Teruslah mengejan, yaaa?"
Lura ingin mengiyakan, ia masih bisa, tapi kenapa begitu sulit?
Lura menarik nafas dalam, bersamaan dengan air mata yang tumpah di pojok matanya. Ia memejamkan mata untuk berusaha terus mengejan walau mungkin ini terakhir kalinya karena ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Ayo, Sayang kamu pasti bisa, demi anak kita!"
Belum sempat Lura membuka mata dan mengejan, suara deep yang begitu ia kenal terdengar merdu di dekat telinganya. Tangannya pun tak lagi meremas seprai tipis brankar Rumah Sakit melainkan tangan besar nan hangat milik suaminya.
Di tengah rasa sakit dan putus asa nya, ia bisa tersenyum lega. Akhirnya dukungan yang ia tunggu menjemputnya.
Ia meremas tangan Yuvi, mencakar menggunakan tangan tanpa kuku miliknya untuk menyalurkan rasa sakit. Mengejan sekuat tenaga tak lagi memperdulikan rasa kantuk dan lelah yang hampir menjangkaunya.
"Kamu kuat, Lura. Kamu bisa sejauh ini, hanya tinggal sebentar lagi, berjuang bersama, hm?" ungkap Yuvi, tangan kanannya ia biarkan dalam cengkraman kuat milik Lura. Sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk mengusap kening juga pipi basah milik istrinya.
Yuvi terus mengeluarkan kata-kata penyemangat, kalimat penyejuk dan manis untuk terus membuat Lura kuat melawan rasa sakitnya. Meyakinkan Lura bahwa ia tak lagi sendiri.
Hingga berselang cukup lama akhirnya suara bayi menangis dengan kencang terdengar. Semua orang di ruangan tersebut bernafas lega melihat keluarnya bayi merah yang masih sangat mungil. Bahkan dua keluarga yang masih menunggu di luar dibuat bersyukur karena pendengaran nya telah mendengar kabar baik.
"Terima kasih, Sayang. Kamu memberikan hadiah terbesar yang nggak mungkin aku lupakan. Kita sudah menjadi orang tua, selamat Sayang... I love you, naaa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter, nikah yuk!
Romance"Dokter, nikah yuk!" ajak seorang gadis SMA, Allura namanya. Hari ini sekolahnya sedang kedatangan dokter tampan yang masih terlihat begitu muda, dokter yang sedang menemani temannya mengadakan kunjungan untuk memberikan sedikit peringatan tentang...