10 || Genggaman tangan

11.2K 830 14
                                    

Allura benar-benar tidak mengerti kesalahannya ada di mana sehingga membuat Dokter tercintanya harus memblokir nomornya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Allura benar-benar tidak mengerti kesalahannya ada di mana sehingga membuat Dokter tercintanya harus memblokir nomornya.

Allura itu tidak bisa diginiin.

Dia butuh jawaban dan kepastian, tapi Lura nggak berani pergi menemui Yuvi karena jika Abi nya tahu, bisa-bisa dia dilarang keluar rumah selama sebulan. Gini amat, ya, padahal 'kan niat Lura cuma mau memperjuangkan cintanya.

"Udah, deh, Lur. Mending kita ngantin aja, yuk?" ajak Anika, bosan melihat Lura tiba-tiba menjadi gadis yang tak punya semangat.

"Ayo, deh. Gue juga laper."

"Bagus, mari kita lupakan saja si dokter lo itu untuk sementara."

Mereka akhirnya memilih untuk ke kantin dan bertemu teman mereka yang lain juga.

"Btw, Lur pernikahan lo udah ditentukan?" tanya Anika seraya berbisik.

"Hm, abis lulus. Gila nggak? Lama banget coy!"

"Eh, itu mending, ya udin. Daripada lo di suruh lulus kuliah dulu, gimana?"

"Gue kan nggak mau kuliah, Nik. Cape gue ketemu pelajaran mulu, mending di rumah nggak sih? Nunggu suami pulang dari rumah sakit. Ya Allah enak banget halu di siang bolong."

"Emang tuh Dokter nggak minta lo kuliah? Dia dokter, lho, Lur. Punya jabatan, punya gelar, masa istrinya lulusan SMA? Lo nggak malu kalo misal di ajak-ajak keluar, ketemu di pesta atau reuni suami lo suatu saat nanti, lo di ejek, atau bahkan dia di ejek karena nikah sama lo?" tanya Anika kepo. Merasa sifat bodo amat Lura yang satu itu agak kurang menguntungkan di matanya.

Lura diam sebentar, memikirkan omongan Anika yang ada benarnya juga. Tapi dia 'kan emang nggak niat kuliah dari awal. Tapi ... yang di omongin Nika tuh seratus persen bener. Gimana kalo dia ketemu cewek-cewek yang kerja bareng Dokter Yuvi dan malah di pojokin oleh pertanyaan itu? Bukankah yang rugi dirinya?

"Yaa ... tapi keputusan ada di lo, sih, Lur. Lebih baik lo omongin aja sama ortu lo dan si dokter itu. Dia udah dewasa, dan semoga aja paham sama lo, ngerti 'kan?" ujar Anika menenangkan Lura yang bingung sendiri.

Kini mereka sudah duduk di meja kantin, dan Anika memesan dua bakso untuk dirinya dan Lura.

"Gimana mau ngomongin gituan, gue ketemu tuh dokter aja dilarang mulu. Nomor gue juga tadi pagi di blokir. Lengkap banget kesialan gue udah."

"Ck, bilang aja lo mau ngomong penting, Lur. Pasti boleh, deh."

Makanan mereka sampai, membuat Lura berbinar. Lupakan saja masalah barusan, urusan perut lebih penting.

Baru saja Lura ingin mencicipi kuah bakso yang selalu terasa sangat pas di lidahnya, suara dan gerakan kursi di sampingnya membuat ia terganggu.

"Hai, cantik," sapa pemuda dengan hoodie putih di tubuhnya.

Dokter, nikah yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang