1 || Paksaan berujung keputusan

34.3K 2K 30
                                    

Jangan lupa bersyukur dan tersenyum untuk hari ini, ya!
Happy reading <3
.
.
.
.

"Abi, udah dong, jangan paksa Lura terus. Lura cape, lho, nolaknya."

Allura Putri Aisyah, itulah nama seorang perempuan yang baru saja mengutarakan penolakan terhadap Abi nya.

Allura lelah sekali terus mendengar penuturan atau bahkan ceramahan Abi nya tentang dirinya yang diwajibkan memakai hijab. Ia tahu kok itu wajib, tapi ia malas, ia belum siap menutup keseluruhan dari tubuhnya.

Nanti jika ada waktunya ia pasti pakai, kok. Tapi, ya nanti. Nanti jika ia sudah merasa ia mau melakukannya atas kehendak dirinya, bukan paksaan apalagi perintah orang tuanya.

"Ya, karena itu, nurut sama Abi, nak. Apa susahnya sih menutup aurat yang sudah Allah wajibkan atas semua umatnya?"

Allura menghembuskan nafasnya bosan. Oh ayolah, ini masih pagi, hari minggu pula, apa tidak bisa ia mendapatkan ketenangan sehari saja?

"Iya, Abi ... nanti."

"Nanti yang kamu maksud itu, kapan? Coba jawab dengan yakin, nak."

"Ya, nanti Abi."

"Ikuti omongan Abi ya? Abi nggak perduli dengan omongan orang lain yang mengatakan anak dan Abi nya berbeda jauh hanya karena Abi seorang ustadz di pesantren. Tapi Abi mengatakan ini untuk diri Abi, Ummi dan kamu, sayang."

"Abi nggak pernah meminta satu hal pun sama kamu selama ini. Tolong ya, turuti permintaan Abi sekali saja yang ini, hm?"

"Enggak, Abi. Kalo Allura bilang nanti, ya,berarti nanti. Lura nggak suka dipaksa, Abi. Lura pasti pakai, kok. Lura juga tau itu kewajiban Lura sebagai wanita muslim, ya ... tapi Lura belum mau. Abi ngertiin Lura, dong?"

"Abi sudah selalu mencoba mengerti Lura, kok. Masa hal ini nggak bisa gantian Lura yang mencoba mengerti Abi?"

"Ummi ... suruh Abi stop bicarain ini, dong. Lura capek, lho, nolaknya. Cara apa lagi, sih, yang harus Lura pakai biar Abi tau, kalo Lura belum mau?"

"Kalo gitu, Abi balikin. Cara apa lagi, sih, yang bisa Abi gunakan agar putri Abi ini mau melakukan hal yang seharusnya, hm?"

"Nggak ada, Lura belum mau, ya ... berarti nggak ada cara apapun."

"Kalo begitu Abi pun sama! Sekeras apapun kamu menolak, maka Abi akan terus memperingatkan kamu lebih keras."

"Ish, Abiiii."

"Sudah, Abi tidak mau dengar rengekkan kamu. Abi mau ke pesantren, kamu harus sholat setelah ini. Jika tidak, Abi akan kunci kamu dikamar selama seminggu, penuh!"

"Umm---"

"Tidak, sayang. Keputusan Abi sudah benar. Ummi akan awasin Lura, jika Lura tidak ada di masjid, Ummi akan langsung lapor kepada Abi."

"Ish, semua sama aja. Nggak ada yang ngertiin Lura!"

"Kami lebih mengerti kamu, nak. Karena itu kami memaksa dan menyuruh Lura untuk mulai memperbaiki diri, ya? Seharusnya tidak ada alasan menolak, tapi kamu, selalu saja punya alibi."

"Ya, karena emang Lura nggak mau."

"Yasudah, jangan bahas ini. Sekarang kita ke masjid ya? Sholat Dhuha berjamaah."

Allura bangkit mengikuti Ummi nya dengan langkah yang enggan. Kaki nya ia hentak-hentakkan ke lantai. Ia tau, kok, ia anak ustadz dan pemilik pesantren yang berdiri megah di depan bangunan rumahnya. Ia sadar, kok, ia selalu dijadikan bahan gosip para ibu-ibu kampung karena cara berpakaian, penampilan, dan sifatnya yang lebih mirip lelaki dan tak memperhatikan aurat.

Tapi, apa salahnya sih jika ia mempertahankan jati dirinya? Ia juga tau semua hukum dan syariat islam kok karena sudah sejak kecil tinggal di pergaulan yang penuh akan kedamaian islam.

Dia sadar, ya ... tapi dia hanya belum ingin. Belum, tentu kan nanti akan ada waktunya? Nanti pasti ada. Tapi sekarang ia ingin menjadi apa dirinya sendiri, apa adanya.

Lelah sekali rasanya mendengar terus menerus perintah dan paksaan kedua orang tercintanya, tapi dia sudah bilang sejak awal, ia tidak suka paksaan!

Rasanya bibir nya pun berbusa karena terus mengeluarkan penolakkan dan bantahan, tapi ... ya mau bagaimana lagi?

Ia sholat, kok. Baca Al-Qur'an juga setiap hari. Jadi masalah hijab, ya ... Nanti saja.

««««»»»»

Senin kembali tiba, Allura siap dengan seragam khas SMA nya. Baju putih juga rok abu-abu pendek. Rambutnya yang sedikit pirang akibat sinar matahari ia biarkan tergerai indah di sisi pundak kanannya.

Setelah siap dan sudah memakai tas ia segera turun untuk sarapan, hari ini ia harus datang pagi karena upacara nanti ada yang spesial. Penyuluhan bahaya pergaulan bebas, itu yang disampaikan saat jumat kemarin.

Dan yang datang adalah 2 Dokter muda yang bekerja sebagai Dokter kandungan juga Dokter spesialis tulang. Itu yang dijelaskan oleh Guru nya disekolah.

Walau ia tidak suka dengan upacara karena harus berdiri lama, namun jika ada hal yang menggiurkan seperti itu ----melihat Dokter muda dan tampan---- ia tak bisa menolak. Jangan lupakan bahwa dia ini sebenarnya perempuan tulen.

"Abi, Ummi, Lura udah sarapannya. Makasih Ummi, selalu enak. Lura berangkat dulu, Assalamualaikum!"

Muhammad Al-Syafi'i, begitu nama dari Abi Lura. Ia menggelengkan kepalanya melihat kepergian putri satu-satunya, seraya menyesap teh, ia memikirkan sesuatu.

"Mungkin, Abi harus segera menikahkan dia, ya, Umm? Setelah menikah pikirannya pasti sedikit lebih dewasa."

Aisyah Nuraini, Ummi dari Lura itu menyatukan alisnya, menatap suaminya dengan bingung. "Maksudnya, Abi mau menikahkan Lura?"

"Iya, Abi punya banyak kenalan, siapa tau salah satunya jodoh dari putri kita. Kita coba saja dulu, ya?"

"Jika itu keputusan Abi, Ummi bisa coba menyakinkan Lura. Ummi tau, keputusan yang Abi buat pasti selalu jadi yang terbaik untuk keluarga."

Mungkin memang inilah keputusan yang benar. Ia tak bisa selalu membiarkan putrinya keluar dengan dosa yang juga terus berjalan ke arahnya. Ia harus melakukan satu hal yang kemungkinan besar bisa membuat Lura berubah.

Dan jalan satu-satunya adalah menikahkan anaknya dengan seseorang yang sudah siap membina rumah tangga, sudah siap menanggung amanah, sudah siap menjadi imam juga pemimpin menuju Arsyi-Nya.

Dan dalam kepalanya sesorang yang sangat ia kenal telah muncul, semakin menguatkan nya bahwa mungkin inilah jalan yang Allah tuntun untuk ia ikuti.

Sebagai Abi, ia tak ingin putrinya semakin terperosok. Dan sebagai Abi, ia harus berani mengambil keputusan walau sebenarnya memberikan putrinya kepada orang lain sangatlah berat.

««««»»»

TBC
.
.
.
.

Assalamualaikum, hawo hawo hawo!
Hai :') aku kembali membawa cerita perjodohan baru niih, ehe.

Mau cari suasana baru karena ide CAKK lagi kusut ya di aku, gomenasai T_T

Dah, sekian. Jumpa di next part.
Jangan lupa vote dan comment!

Maaf & terimakasih <3

Dokter, nikah yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang