12 || Merindu

10K 801 16
                                    

Bulan bulan penuh kesibukan bagi siswa tingkat akhir, akhirnya datang juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bulan bulan penuh kesibukan bagi siswa tingkat akhir, akhirnya datang juga. Setumpuk tugas, latihan, pembelajaran tambahan dan semacamnya menjadi rutinitas dan makanan yang siap disantap bagi mereka.

Begitupula Lura, gadis tomboy yang biasanya hanya memikirkan bermain dan membolos itu, kini sibuk belajar setengah mati. Dia yang biasanya begitu sibuk dengan kesenangan kini sibuk bergelut dengan segala soal latihan.

Dia benar-benar ingin lulus, setidaknya dengan nilai yang jauh berbeda dari biasanya.

Walau sebenarnya ... Dia hanya ingin dipuji oleh dokter Yuvi.

"Lur, lo kesurupan apa, sih?" tanya Xavier. Mereka ----Lura, Tika, Xavier---- kini berada di kantin untuk istirahat.

Lura yang biasanya banyak bacot dan sangat antusias jika menyangkut makanan kini berubah drastis menjadi seperti kutu buku. Benar-benar bukan Lura.

"Kesurupan cinta dokter Yuvi," jawab Lura masih asik dengan buku catatannya.

"Cih. Dokter aja terus pikiran lo," decak Xavier kesal. Sekarang dia merasa tersaingi dengan dokter yang sok keren itu.

"Apa? Sirik lo?"

Anika mengembuskan napas lelahnya dengan panjang. Kenapa, sih, mereka tidak bisa damai sehari saja? Biasanya suka ribut, pas ada dokter Yuvi makin doyan ribut, lama-lama Nika buang, nih, kedua sahabatnya.

"Najis sirik ama lo." Setelahnya hening. Semuanya kembali diam. Xavier sibuk mengunyah nasi gorengnya dengan tatapan kesal mengarah pada Lura, Nika fokus pada handphonenya, dan Lura kembali fokus pada buku.

"Nik?" panggil Xavier.

"Apa?" sahut Nika seraya menatap Xavier dengan tatapan malas, lalu di balas gelengan oleh Xavier membuat Nika memutar bola matanya malas. Gunanya apa manggil dia? Buang-buang 2 detiknya Nika saja.

"Lur?"

"Lur?"

"Lura?"

"Lulur?"

"Sa~yang?"

Lura melipat bibirnya, kesal setengah mati. "Apa, sih, Pi? Bacot tau nggak? Bacot!"

"Cih, dipanggil sayang baru nyaut. Bilang aja lo maunya gue panggil sayang, nggak usah malu-malu gitu, ah!"

Lura memasang wajah jijik dan ingin muntah, lalu berkata, "Dokter Yuvi aja belum pernah manggil gue sayang, siapa lo mau manggil gue sayang? Jangan gitu, ah, Pi. Nanti calon suami gue marah, lo bisa di bedah hidup-hidup."

"Pi Pa Pi Pa, gue bukan sapi! Lagian dimana-mana dokter emang ngebedah orang hidup, kalo mati ngapain di bedah lagi, oon?!" ujar Xavier masih dengan kekesalannya, membuat Anika tertawa mendengarnya.

"Baru kali ini gue denger omongan lo bener, Xav. Biasanya yang lo keluarin sampah doang," Nika menyahut.

"Sialan lo, Nik. Jangan ikut-ikutan buli gue,ya. Gini-gini otak gue turunan albert es teh."

Dokter, nikah yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang