Exceeding the Limit

2.7K 445 95
                                    


Naruto tertunduk, menatap hampa jalan setapak menuju ruang utama rumah Sasuke. Sasuke sudah berlalu beberapa menit lalu dari hadapannya, akan tetapi rasa sesak di dadanya membuatnya tak mampu melangkah lebih jauh lagi.

"Mau sampai kapan di sana? Suamimu kelaparan. Aku menikahimu karena kupikir kau tak terlalu merepotkan seperti wanita, nyatanya kau sama saja."

Naruto mendongak, pancaran kebencian terlihat jelas di matanya. Kedua tangannya terkepal, berharap mampu melayangkan kepalan tangannya. Namun ia tak ingin membuat masalah dan berakhir merambat ke masalah lainnya. Sasuke benar-benar membuat kesabarannya diuji.

Naruto menghela napas panjang. Kakinya melangkah memasuki rumah untuk menyiapkan makan malam. Seharian di luar rasanya ia tak ingin masuk ke kediaman seperti neraka ini.

***

Naruto menatap bayi perempuan mungil dalam dekapannya dengan wajah berseri. Sakura melahirkan bayi perempuan. Beberapa hari ke depan ia izin pada suami serta Dokter Orochimaru dari program kesuburan yang sedang dijalaninya.

"Sakura Nee, lihatlah dia lucu sekali. Tidakkah kau ingin menggendongnya dan memandangnya terus?"

"Hah!? Menggendongnya? Aku sudah lelah membawanya selama sembilan bulan, sekarang aku juga harus yang harus mengurusnya?"

Naruto mengalihkan pandangan ke arah Sakura, yang sedang duduk bersandar pada kepala ranjang. Wajah bingungnya nampak jelas terlihat. "Bukankah tugas seorang ibu memang seperti itu?"

"Itu jika aku terlahir miskin. Aku memiliki uang, jadi bisa saja kuserahkan pada pembantu seperti dirimu untuk mengurusnya. Untuk apa ada orang miskin seperi dirimu, jika bukan untuk dimanfaatkan dengan baik. Jangan memanggilku Sakura nee jika berdua saja, aku bukan kakakmu!"

Naruto menghela napas berat mendengar ucapan Sakura. Perasaan beberapa saat lalu saat mertua mereka berkunjung, Sakura terlihat seperti seorang ibu yang menyayangi anaknya. Menimangnya dengan penuh kasih sayang. Namun setelah kepergian mereka, Sakura malah mengabaikan putrinya.

Naruto berbalik saat pintu ruangan Sakura terbuka, sedangkan Sakura langsung mengubah ekspresinya menjadi lebih terlihat lemah. "Apakah urusannya sudah beー" ucapan Naruto terhenti tatkala kecupan ringan diberikan Sasuke di bibirnya.

"Sebentar lagi kita pulang." Sasuke menoel pipi mungil bayi dalam gendongan Naruto tanpa ada niatan untuk menanyakan keadaan Sakura terlebih dahulu. Semenjak masuk ke rumah sakit, Sasuke hanya sibuk mengurus keperluan administrasi, lalu melihat putrinya. Hanya itu. Tak sekalipun pria itu merasa cemas saat Sakura melahirkan atau menyanjung Sakura karena telah memberinya putri yang lucu.

Melihat pemandangan tak jauh darinya membuat Sakura sedikit merasa terabaikan. "Sasuke kun ... aku ingin menggendong putriku, tapi Naruto tak mengizinkannya."

Sasuke menghentikan pergerakan jarinya, menatap Naruto tajam, memastikan bahwa Sakura tidak berbohong padanya. "Kalau begitu,  kuserahkan Sarada padamu. Aku akan mengantarmu." Sasuke mengambil buntalan putih dalam dekapan Naruto, lalu membawanya ke hadapan Sakura.

"Sebaiknya kita bergegas. Masih ada urusan penting yang belum kuselesaikan."

Sakura tersenyum lebar. Hatinya berbunga-bunga mendapat perhatian khusus dari Sasuke. Memang seharusnya begitulah Sasuke bersikap padanya. Selain ia istri pertama, ia juga yang memberi keturunan pada keluarga Uchiha pertama kali. Bahkan ia berharap kedua istri Sasuke lainnya keguguran, jadi semua perhatian akan tertuju padanya.

Meski Sasuke terlihat acuh, tapi melihat suaminya mau berjalan beriringan dengannya, membuatnya sangat bahagia. Ia tahu jika selama ini Sasuke menikah bukan karena cinta. Mereka ibarat budak belian yang hanya dipakai jika diperlukan saja. Untuk urusan di luar ranjang, Sasuke sangat anti memanjakan istri-istrinya.

LimitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang