The Condition of Being Beyond a Certain Limit

2.2K 369 17
                                    


Karma adalah sesuatu hal yang Sasuke tak pernah yakini dalam hidupnya. Semua yang dialaminya adalah sebuah sifat iri orang lain yang tak suka melihatnya hidup dengan penuh keberuntungan. Meski kondisinya masih lemah, Sasuke bersikeras mengatakan jika ada seseorang yang sengaja ingin mencelakainya. Ia ingin membuat pelajaran dengan membawa pelaku itu masuk jeruji besi. 

"Sasuke …." Melemaskan bahu, Naruto menatap putus asa Sasuke yang terus berusaha meyakinkannya dengan suara lemahnya bahwa kecelakaan yang dialami Sasuke beberapa hari lalu akibat seseorang mengendarai mobil berlawanan arah dengannya dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Ka … kau ti …."

Naruto mengelus dada Sasuke yang berusaha menetralkan deru napasnya yang terlihat lemah. "Bisa kita bicarakan masalah ini setelah kondisimu membaik?"

"Ti … dak."

"Baiklah. Aku akan meminta bantuan Sai. Fokuslah pada kesembuhanmu, Sasuke. Biarkan pihak berwajib mengurus semuanya. Beristirahatlah. Aku ingin melihat keadaan anak-anak. Sudah waktunya mereka makan siang." Tanpa menunggu jawaban Sasuke, Naruto bangkit dari kursi samping ranjang Sasuke dan keluar meninggalkan Sasuke sendiri. Bukannya ia tidak mau menemani Sasuke, tapi melihat kondisi Sasuke yang seperti itu membuatnya tak tega.

Selepas kepergian Naruto, Sasuke termenung memikirkan apa yang akan terjadi padanya setelah semua kejadian ini. Akankah orang-orang masih mau melihatnya seperti dulu atau mereka akan berpaling tanpa sungkan. Ia juga merasa takut jika Naruto meninggalkannya. Istri mudanya itu pasti akan memilih kehidupan yang lebih nyaman dan bahagia bersama orang lain. Apakah ia akan sendirian setelah ini?

Sasuke memejamkan mata perlahan, menenangkan pikirannya yang kian bercabang. Ia tak merasa sekalut dan tak seberdaya ini. Jika selama ini ia mampu mendominasi segalanya, sekarang ia merasa kehidupannya berada di jurang paling dalam. Namun ia tidak mau merasa tidak bisa keluar dari sana. Ia pasti bisa melaluinya meski dengan cara merangkak. 

***

Suara helaan napas berulangkali terdengar begitu jelas di telinga Ino. Wanita itu menatap penuh simpati pada Naruto yang sepertinya hidupnya jauh dari kata tenang. Ketidak tenangan itu selalu hadir kala Naruto berada di sisi Sasuke. "Apa yang akan kau lakukan sekarang? Meninggalkan Sasuke? Bertahan, berarti mimpimu akan tertunda. Kau tidak bisa fokus pada mimpimu jika pikiranmu bercabang ke mana-mana."

Naruto menggeleng, menatap hamparan padi yang menguning, terkena cahaya senja. Sebentar lagi ia tidak akan merasakan keindahan seperti ini setelah kembali ke kediaman Sasuke. Ia sengaja tak menemui Sasuke dua hari ini untuk menjernihkan pikiran. Ia mungkin tidak bisa mengurus keluarga dan ambisinya secara bersamaan, namun ia akan berusaha mencari jalan lain. "Aku akan meminta Gaara untuk mengirim salah satu orang kepercayaannya untuk membantuku. Ironis sekali rasanya setiap kali mendapat masalah aku meminta bantuan padanya. Padahal aku memiliki pendamping hidup yang harusnya bertugas menopangku di saat aku membutuhkannya."

"Apa kau menyesal kembali pada Sasuke?"

"Entahlah." Naruto menghela napas lelah. Ia lelah jalannya selalu terhambat sesuatu. Ia membutuhkan istirahat sejenak sebelum kembali menghadapi kesulitan lainnya. Kesulitan untuk membiasakan diri mengurus anak-anak Sasuke yang lain. Tentu itu bukanlah perkara mudah karena ia tidak mengenal kedua anak Sasuke yang lain. Ia ingin mendidik mereka agar tumbuh dengan baik. Melihat dari sifat Uchiha yang cenderung merasa benar dalam segala hal membuatnya khawatir jika keduanya dirawat oleh mertuanya.

Bukan ia tidak percaya pada mertuanya, hanya saja melihat hasil dari cara membesarkan Sasuke membuatnya ragu jika mertuanya tidak bisa sedikit lebih tegas pada cucu-cucunya.

"Bagaimana perkembangan kasus Sasuke?" Naruto mengalihkan pembicaraan. Masalah ini harus cepat selesai agar tidak mengganggu kondisi Sasuke yang terus memikirkan masalah ini dan berakhir dengan lambatnya proses penyembuhan.

"Sai masih berusaha untuk menyelidikinya. Sepertinya memang kecelakaan Sasuke adalah sebuah tindak kejahatan. Dari keterangan Dokter Orochimaru, Sai berkesimpulan seperti itu."

"Entah mengapa aku merasa tidak terkejut akan hal itu. Tak selamanya orang lain akan diam mendapat perlakuan dari Sasuke yang terkadang bertindak seenaknya." Naruto tersenyum miris mengingat kondisi Sasuke saat ini adalah hasil jerih payah atas tindakan suaminya itu.

***

Layaknya kedatangannya tidak diinginkan, Naruto dipandang sinis oleh kedua mertuanya. Niat hati ingin berdamai, malah mertuanya mengadilinya di ruang utama kediaman Sasuke. Mertuanya merasa kerepotan mengurus Sasuke yang uring-uringan akibat tidak melihat Naruto selama 3 hari lamanya. 

"Sebagai seorang istri, harusnya kau selalu ada untuk suamimu yang berada dalam kesulitan."

Naruto menatap Mikoto yang merasa dirinya sudah berperan baik bagi keluarganya. Ia tidak akan mengalah seperti sebelum-sebelumnya. Usianya sudah bukan remaja polos seperti dulu. Pengalaman pahit menempa jiwanya untuk berpikir lebih luas lagi. "Kalian menganggapku istri Sasuke di saat anak kalian tertimpa musibah. Ke mana kalian selama ini saat aku tertimpa musibah? Apakah kalian menganggapku menantu?"

"Berbicaralah sopan pada yang lebih tua, Naruto."

Naruto mengalihkan pandangan ke sebelah Mikoto, di mana Fugaku duduk sambil menatapnya tajam. "Aku sudah sopan berbicara dengan kalian. Aku tidak menggunakan bahasa kasar ataupun nada tinggi. Jika kalian berada di posisi sulit sepertiku, apakah kalian akan tetap diam? Aku bisa saja meninggalkan Sasuke kapan saja jika aku mau, tapi aku bertahan karena aku mengabdi pada suamiku. Ada kalanya manusia membutuhkan istirahat sejenak untuk mengumpulkan tenaga kembali. Kenapa kalian masih saja menganggap aku menantu tidak berguna dibandingkan menantu kalian yang pergi meninggalkan Sasuke saat dalam kesulitan. Apakah kalian menganggap jika meninggalkan Sasuke adalah hal yang berguna bagi kalian, aku akan melakukannya."

Baik Fugaku dan Mikoto hanya terdiam. Jika Naruto pergi, lalu nasib Sasuke bagaimana? Mereka yakin kondisi Sasuke akan lebih terpuruk karena merasa semua orang meninggalkannya saat kondisinya seperti sekarang ini. Bahkan jabatannya sudah diambil alih sementara. Jika Sasuke masih belum bisa menjalankan tugasnya, maka posisi itu tidak akan dikembalikan pada Sasuke. Dan lagi Naruto pasti akan memenangkan hak asuh kedua putra Sasuke karena dari segi apa pun Naruto lebih unggul dari Sasuke.

"Bisakah kalian belajar untuk lebih memikirkan perasaan orang lain? Orang yang terlanjur sakit hati akan melakukan apa pun demi membalasnya. Jika orang itu berpikiran luas, mungkin orang itu akan membuktikan jika dirinya mampu hidup lebih baik dari orang yang menyakitinya. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang berpikiran sempit? Hasilnya kalian sudah melihatnya dari keadaan putra kalian."

"Maksudmu?" Mikoto bertanya dengan nada bingung.

"Sai menyelidiki kasus yang menimpa Sasuke. Sepertinya ada seseorang yang merasa diperlakukan kurang baik oleh Sasuke, sehingga orang itu berusaha untuk mencelakai Sasuke. Jika kalian terus bersikap seperti ini, tidak menutup kemungkinan salah satu keluarga Uchiha akan menjadi korban." Naruto bangkit, melangkah menuju dapur yang berada di ruangan sebelah ruang tamu. Ia ingin menyiapkan makan siang untuk anak-anaknya. Kedua anaknya ia tempatkan di kamar bekas kamar Ino dulu, sedangkan kedua putri Sasuke menempati kamar ibu mereka masing-masing.

Sejak kedatangannya beberapa saat lalu, ia belum sempat menyapa keduanya. Entah apa reaksi keduanya jika ia menggantikan ibu mereka menjadi orangtua sambung. Meski mungkin jalannya tidaklah mudah, ia akan tetap berusaha. Bukankah kerja keras sudah menjadi kebiasaannya? Maka masalah seperti ini tidak akan menjadi masalah yang mengejutkannya. Hantaman kuat bertubi-tubi membuatnya kebal terhadap hantaman kuat lainnya. 

TBC.


LimitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang