Naruto menatap hamparan hijau padi yang terlihat subur. Senyumnya mengembang begitu mengingat perjuangannya selama 5 tahun ini untuk memperluas wilayah pertaniannya. Awalnya ia hanya mencoba keberuntungan dengan membuka 4 petak sawah untuk digarapnya sendiri. Sekarang ia memiliki hampir 30 orang pekerja dari hampir 30 kepala keluarga dari Desa Konoha.
Area itu berada di bawah bukit Konoha, berbatasan dengan Desa Amegakure dan berada di balik bukit Desa Konoha. Meski jauh, para pekerja Naruto lebih memilih bekerja di persawahan milik Naruto daripada di daerah Desa Konoha yang dekat dengan rumah mereka.
Mereka rela berjalan 1 jam untuk mendapatkan hasil yang sepadan dengan perjuangan mereka daripada di dekat daerah tempat tinggal mereka.Berbekal ilmu perhitungan yang dimiliki para kepala keluarga yang dulu pernah belajar dari Minato, mereka tanpa pikir panjang menerima tawaran dari Naruto.
Intensitas hujan dan area tanah yang subur membuat usaha yang digeluti Naruto membuahkan hasil yang tak terduga.
"Merasa hidup nyaman?"
Naruto berbalik, menatap wanita cantik berambut pirang panjang. Ia melihat wanita itu jauh lebih cantik sekarang daripada saat menjadi istri Sasuke. "Seperti itulah. Bagaimana acara pernikahanmu?"
Ino tersenyum lebar. "Lancar. Jangan lupa datang. Ajak juga kesayanganmu nanti, biar ramai."
"Tapi ...."
Ino menghela napas. "Sudah lama kau hanya berdiam diri di sekitar sini. Sekali-kali turunlah."
"Bagaimana jika aku bertemu dengan ...." Naruto berbalik menatap kembali hamparan padi hijau yang tertimpa matahari senja.
"Tenang saja, aku tidak sudi mengundangnya. Lagipula ia sekarang sudah menjadi kepala desa menggantikan mertuanya. Mana sudi mengurusi perihal mantan. Apalagi aku tak pernah dianggap."
Naruto terkekeh kecil mendengar perkataan Ino. Meski pernah mengalami hal buruk dengan pernikahan pertamanya, Ino merasa tidak perlu untuk terus terpuruk pada keadaan.
"Jika panen tahun ini berlimpah, aku akan membangun sekolah di tanah kosong yang kupersiapkan. Masalah tenaga didik, aku bisa menyuruh Gaara untuk mencarikannya."
"Kau yakin akan membangunnya di daerah sengketa?"
Naruto mengangguk mantap.
"Naruto, kudengar dari Sai ... masalah perbatasan akan jatuh ke Desa Konoha. Kesepakatan itu sudah disetujui kedua belah pihak. Jadi kau harus mendaftarkan lahan milikmu atas namamu segera pada wilayah Desa Konoha."
Naruto menghela napas pasrah. Akankah ia kembali berurusan dengan Sasuke? "Aku akan membicarakannya dengan Gaara nanti."
Naruto memang membeli tanah di balik bukit Desa Konoha dengan sertifikat tanah bertuliskan wilayah Desa Amegakure. Ia tidak tahu menahu jika wilayah itu menjadi sengketa setelah ia membuat wilayah pertanian subur. Dahulu tanah itu terbengkalai tanpa ada yang ingin mengurusnya dan masih berupa padang rumput luas. Naruto yang melihat rumput yang begitu hijau pun memiliki sebuah ide untuk membuat lahan pertanian.
Bukan tanpa tujuan untuk bermain-main Naruto mencoba membeli area yang begitu luas dari pihak daerah Amegakure. Ia hanya ingin berusaha membantu warga Desa Konoha suatu saat nanti. Jika gagal, ia akan terus mencoba sampai berhasil. Berbekal ilmu pengetahuan dari Gaara yang kembali beberapa bulan setelah kepergiannya dari Desa Konoha, Naruto berhasil meraih impiannya tanpa hambatan.
Meski ia bodoh dalam ilmu perhitungan kala itu, Ino dengan senang hati membantunya belajar. Bahkan sekarang ia mempunyai sebuah mobil pribadi, dan dua buah truk untuk mengangkut hasil panen ke kota. Karena kualitas beras yang dihasilkan persawahannya, beras-beras hasil panen sering dipesan jauh hari oleh para pengusaha hotel berbintang dan juga restoran sushi terkenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limit
FanfictionSatu kata untuk menggambarkan kehidupan Naruto, 'menyedihkan'. Yatim piatu, tak diinginkan, selalu dianggap tak masalah jika terjadi hal buruk pada pemuda itu. Toh tak akan ada yang rugi jika Naruto harus mengalami hal menyedihkan. Diantara batas k...