Perang dingin memang susah untuk dicairkan. Apalagi pihak lawan yang memiliki semangat juang yang tinggi, menggebu-gebu memporakporandakan perasaan. Perasaan ingin dimanjakan oleh oleh pasangan.
"Ayolah, Naruto. Wanita itu yang menggodaku."
"Kenapa tidak menolaknya."
"Untuk pria seusiaku masih digilai wanita cantik mana bisa kutolak."
Naruto menatap tajam Sasuke yang berbicara dengan nada entengnya. Niat hati ingin mengesahkan surat kepemilikan tanah malah berakhir dengan rasa kecewa yang begitu dalam. Semalam mereka baru saja bercinta, sorenya ia melihat Sasuke sedang berciuman mesra dengan Sekretaris Desa. "Jangan pulang ke rumahku malam ini. Jika berani datang, aku berharap sesuatu terjadi padamu. Sesuatu yang mungkin membuatmu tidak dilirik lagi oleh wanita mana pun."
Naruto bangkit dari depan meja kerja Sasuke dan keluar dari ruangan itu dengan membawa beberapa surat kepemilikan tanah. Saat matanya melihat penampakan gadis berambut pirang di ruangan karyawan, Naruto menghampirinya. "Bisakah kau tidak mengganggu suami orang?"
"Apa masalahmu. Salah sendiri kurang memuaskan."
Plak!
"Ingat! Bukan masalah bisa atau tidak, tapi otak kalianlah bermasalah."
Shion menatap sekelilingnya dengan perasaan malu. Wajahnya memerah bukan hanya karena kena tamparan saja. "Kau laki-laki tapi beraninya dengan wanita." Shion bangkit saat melihat Sasuke keluar dari ruangannya.
"Sasuke, istrimu menamparku."
"Wanita tidak tau malu."
"Iya. Seperti tidak ada yang lainnya."
Suara bisik-bisik samar terdengar dari beberapa karyawan yang duduk di pinggir ruangan. Mereka memandang Shion dengan pandangan tidak suka.
"Sasuke, aku tidak suka diperlakukan seperti ini."
"Kalau tidak mau menanggung resiko, ya sudah." Sasuke melepas paksa lilitan Shion di lengannya. "Sayang, kuantar pulang."
"Jangan sok peduli!"
"Tentu aku lebih peduli padamu karena kau istriku." Sasuke meraih tangan Naruto dan menariknya keluar dari ruangan kerja para bawahannya.
Shion menatap penuh amarah akan sikap Sasuke. Saat Naruto belum menjadi istri Sasuke, Sasuke terlihat begitu perhatian padanya. Padahal ia sudah merasa begitu bangga karena menjadi bagian yang lebih penting dari kehidupan Sasuke daripada istri-istrinya yang lain. Sekarang malah sikap Sasuke membuatnya seperti perebut suami orang di mata teman-teman sepekerjaannya.
Shion bergegas mengambil tasnya dan pergi meninggalkan ruangan kerjanya. Tersulut emosi, ia menghubungi seseorang untuk menghiburnya.
***
Naruto menaiki setiap anak tangga menuju rumahnya dengan perasaan kesal. Ia sudah mengusir Sasuke berulangkali, akan tetapi pria itu masih saja mengikutinya.
Naruto mendesah lelah. Tubuhnya berbalik menatap tajam Sasuke yang berjarak tiga anak tangga darinya. "Aku akan memaafkanmu jika kau membiarkanku sendiri untuk menenangkan pikiran."
Sasuke tersenyum tipis. "Baiklah. Aku akan kemari besok."
Naruto menatap kepergian Sasuke dengan hati gelisah. Rasanya ia ingin mencegah kepergian Sasuke, tapi mulutnya enggan terbuka.
"Naruto!"
Naruto berbalik menatap ke atas di mana Orochimaru berjalan tergesa-gesa ke arahnya. "Ada apa, Sensei?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Limit
FanfictionSatu kata untuk menggambarkan kehidupan Naruto, 'menyedihkan'. Yatim piatu, tak diinginkan, selalu dianggap tak masalah jika terjadi hal buruk pada pemuda itu. Toh tak akan ada yang rugi jika Naruto harus mengalami hal menyedihkan. Diantara batas k...