Taeyong menghela nafasnya lega begitu mendengar kabar dari ibu mertuanya bahwa Jaehyun sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa meskipun masih belum sadar. Setidaknya keadaannya sudah jauh lebih baik.
"Biarkan aku melihatnya."
"Pulihkan dirimu dulu, nak." Ibu Taeyong menahan Taeyong yang hendak turun dari ranjangnya.
"Ibu, dulu ketika aku bangun dari koma yang membuat pemulihan kakiku begitu lama adalah karena Ibu terus menahanku untuk tetap di kamar rawat." Taeyong memandang ibunya begitu memelas. "Ibu tidak bisa menahanku terus-menerus. Aku paham Ibu khawatir, tapi aku bukan anak kecil lagi dan aku sudah baik-baik saja sekarang. Aku harus melihat suamiku."
Taeyong menarik nafasnya yang sedikit tercekat. "Aku harus melihat Jaehyun."
Keduanya saling bertukar tatap, sama-sama tidak ingin mengalah atas keinginannya, sampai akhirnya ibu Taeyong menghela nafasnya dan mengangguk pasrah. "Baiklah. Biar Ibu bantu."
Taeyong tersenyum tipis. "Terima kasih."
Taeyong berjalan perlahan-lahan dengan sedikit bantuan dari ibunya. Hubungannya dengan ibunya tidak begitu bagus, tapi tidak begitu buruk. Ayah Taeyong meninggal ketika dia berusia delapan tahun akibat serangan jantung, sejak itu ibunya mengambil alih perusahaan. Sejak itu juga muncul jarak yang terbentang antara Taeyong dengan ibunya.
Mereka tidak pernah berdebat hebat atau semacamnya. Hanya sedikit merasa canggung jika hanya berdua dengan satu sama lain. Semua percakapan mereka akan berujung menjadi percakapan bisnis, tidak peduli topik yang sebelumnya dibicarakan.
Taeyong tidak pernah merasakan sentuhan ibunya, jadi lengannya sedikit menegang ketika tangan ibunya melingkari lengannya untuk membantunya berjalan.
"Nak, kau tidak ingin bertanya tentang Jaehyun? Tentang mengapa Ibu menjodohkanmu dengan Jaehyun."
Taeyong terdiam. Itu sedikit tiba-tiba dan terkesan random. Namun, Taeyong mengerti ibunya hanya ingin berbicara dengannya. Kali ini Taeyong tidak akan menghindar.
"Kenapa?"
"Dia yang meluruskan kenapa kau pulang dengan wajah kacau hari itu. Kau tidak membuat masalah, kau menolongnya. Dia juga menjengukmu setiap hari, sampai hari dia harus berhenti karena harus pergi ke luar negeri."
Dada Taeyong terasa berat. Berapa banyak hal lagi yang Jaehyun lakukan untuknya yang tidak Taeyong ketahui? Taeyong rasa dia tidak akan pernah bisa membalas semua itu bahkan jika dia melakukan semua itu kepada Jaehyun.
Taeyong memandang langit-langit lorong dan menarik nafasnya. "Dia terlalu baik."
Mereka berhenti melangkah dan ibu Taeyong membukakan pintu di kiri mereka. Nafas Taeyong tercekat melihat Jaehyun yang terbaring tenang di atas ranjang. Kepala suaminya diperban, begitu juga dengan kakinya. Selang oksigen tersampir di hidungnya. Melihat keadaan Jaehyun membuat Taeyong merasakan nyeri di dadanya.
"Yong-ah," ibu Jaehyun yang sebelumnya duduk di samping ranjang berdiri dan menyambut menantunya dengan hangat. "Apa tidak apa-apa jika kau ke sini?"
Taeyong mengangguk. "Tidak apa. Aku... aku ingin melihat Jaehyun."
Ibu Jaehyun mengangguk dengan antusias. "Tentu, tentu. Aku dan ibumu akan berbincang di luar."
Ibu Jaehyun dan ibu Taeyong menuntun Taeyong untuk duduk di kursi sebelum meninggalkan Taeyong bersama Jaehyun di dalam.
Taeyong memandangi wajah Jaehyun, kemudian memandangi dada pria itu yang bergerak naik turun dengan halus. Taeyong mengulurkan tangannya dan dengan hati-hati mendaratkan tangannya di dada suaminya. Dapat dia rasakan debaran lembut, tanda bahwa Jaehyun masih bernafas dan hidup. Taeyong memejamkan tangannya dan menghembuskan nafasnya perlahan.
"Tidak, jangan menangis, Lee Taeyong." Gumamnya. Kemudian matanya kembali terbuka dan dia mengulas senyumnya tipis. "Jaehyun-ssi, senang bisa melihatmu bangkit perlahan-lahan dari kondisimu kemarin. Maaf karena aku tidak bisa menemanimu saat kau masih berada di ICU. Baik ibuku maupun mama dan papa terus menahanku untuk tidak mengunjungimu. Niat mereka baik, aku paham."
Taeyong menarik nafasnya. Dia sudah mencoba untuk menahan tangis, tapi entah mengapa dia tidak bisa. Tangannya yang terbebas menyeka matanya dan tertawa hampa. "Maaf, Jaehyun-ssi. Aku tidak tahu kenapa sulit sekali untuk tidak menangis belakangan ini. Um," Taeyong mengulum bibirnya. Rasanya dia seperti akan meledak jika dia melanjutkan kata-katanya. Namun, dia merasa dia harus berbicara dengan Jaehyun. Walaupun keadaan Jaehyun membaik, Taeyong takut jika saat ini adalah saat terakhirnya bisa berbicara dengan suaminya.
"Um, kenapa... kenapa kau tidak bilang jika kau menjengukku setiap hari ketika aku koma dulu? Kau membuatku merasa bersalah, Jaehyun-ssi dan kau juga membuatku bingung bagaimana membalas kebaikanmu." Taeyong menarik nafasnya, "Kau begitu baik kepadaku selama ini. Bahkan sampai menyukaiku. Aku... aku tidak yakin bisa membalas semua itu."
Taeyong mengulas senyumnya. "Tapi aku akan berusaha. Mungkin tidak bisa membalas semua yang telah Jaehyun-ssi lakukan, tapi aku akan berusaha membalasnya. Jadi... jadi pulihkan dirimu dan bangunlah, Jaehyun-ssi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocean Deep [JaeYong] ✓
Fiksi Penggemar✨A Story by Z✨ Mungkin jika Taeyong sudah tidak bisa menahan malunya hingga ingin bercerai dengan pria yang hampir sempurna ini, alasan atas gugatannya adalah "Rasa malu akibat memiliki suami yang serba bisa." ▶️JaeYong ▶️NCT ⚠️BxB [210823] #3 in j...