Bab 17

124 8 1
                                    

***

Di ruang rapat lantai sepuluh, Ikram duduk di ujung meja panjang dengan tatapan penuh konsentrasi. Ruangan itu dihiasi dengan dinding kaca yang memberikan pemandangan kota Jakarta yang sibuk. Proyektor di depan menampilkan grafik penjualan Itime yang menunjukkan tren peningkatan. Suasana serius namun penuh semangat memenuhi ruangan, di mana para eksekutif serta pegawai Itime berkumpul untuk membahas masa depan perusahaan.

"Penjualan tiap cabang stabil." Ikram sebagai pemimpin rapat sedang menunjuk data-data berupa grafik dengan menggunakan pointer. "Kerja bagus semua. Saya suka dengan pembenahan kalian dalam memulihkan perusahaan. Dan saya harap, ke depannya akan seperti ini terus. Saya menyukai kerja keras kalian."

Ikram menepuk tangan hingga semuanya bergemuruh mengikuti tepukan dari pimpinan perusahaan tersebut.

"Untuk inovasi ..." Ikram menaruh kedua sikut di atas meja dan menaruh pointer di sekitar barang-barangnya. "Inovasi dari kalian, terutama para eksekutif, tentu bakal sangat membantu dalam memajukan perusahaan ini. Saya minta pada kalian agar jangan terlalu mendengar beberapa pihak yang ingin menjatuhkan perusahaan kita. Semenjak kejadian yang sengaja dilakukan putra bungsu saya, membuat Itime hampir runyam. Untunglah, dengan berita Arfan menikah, membuat perusahaan perlahan-lahan bangkit."

"Saya setuju, Pak Ikram." Budi, kolega terdekat Ikram yang menggunakan jas abu-abu, menyahut dengan semangat.

"Baiklah." Ikram melanjutkan dengan suara tenang namun tegas, menatap satu per satu orang yang hadir. "Jadi mulai sekarang, kita harus pastikan rencana menaikkan penjualan berhasil. Ini adalah kesempatan kita untuk mengukuhkan posisi Itime sebagai pemimpin pasar."

Ikram mengalihkan pandangan pada Dika, kepala pemasaran, yang mana duduk di sebelah kanannya sembari laptop terbuka di atas meja. Ikram kenal betul Dika, sebab terkenal dengan ide-ide yang inovatif dan selalu siap dengan strategi baru.

"Dika, tolong tetap dengan inovasi-inovasi baru ya. Saya tunggu." Ikram merentangkan tangannya dan menepuk lengan Dika dengan lembut.

"Emm, kamu sudah catat apa yang penting dari awal rapat, Tara?" Giliran Ikram yang bertanya pada Tara, si manajer produk.

Tara, gadis berambut pendek sebahu itu, langsung menyahut pertanyaan Ikram. "Iya, pak. Sudah." Tara mengangkat buku catatan kecilnya beserta pulpen yang menghimpit agar menjadi pembuktian bahwa dia benar-benar bekerja.

Setelah memastikan semuanya beres, Ikram menginterupsi. "Oh iya, ngomong-ngomong. Bulan depan, kita akan meluncurkan menu baru di semua cabang Itime," lanjut Ikram, kini mulai menunjukkan beberapa slide yang menampilkan foto-foto menggugah selera dari menu baru tersebut. "Ini dari beberapa anggota tim yang telah bekerja keras membuat prototype-nya. Semoga ini bisa masuk ke tim pengembangan produk, biar mereka mengembangkan produknya.

Ikram mengalihkan interaksi pada si manajer produk. "Untuk Tara, berarti kamu yang mengkoordinasi pengembangan produk. Saya minta tolong ya, pastikan semua persiapan berjalan lancar. Jangan sampai ada yang terlewat. Kita harus pastikan setiap cabang siap menerima dan mengimplementasikan tiap inovasi."

Tara mengangguk dengan mantap. "Baik, Pak Ikram."

Dika, yang biasanya selalu punya ide segar, menambahkan, "Oh iya, Pak Ikram. Saya memikirkan sesuatu, kalau ... kita bisa manfaatkan media sosial untuk promosi besar-besaran. Sekarang saat yang tepat untuk mendekatkan pelanggan dengan brand kita. Mungkin kita bisa membuat kampanye interaktif yang melibatkan pelanggan dalam memilih menu favorit mereka."

Mendengar hal itu, Ikram teringat dengan si bungsu, Arfan. Putranya itu influencer dan berpengaruh besar terhadap sosial media. Apakah Ikram mau melempar tawaran pada Arfan, untuk membuat kampanye promosi?

Find the Real LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang