***
"Heh, Pak Arfan! Jangan kabur kamu!"
Satu kampus mendadak teralihkan perhatiannya begitu pria dengan rambut bergelombang itu berteriak dan menghentakkan kedua kakinya menghampiri Arfan yang tengah berjalan menuju ruang dosen.
Tanpa lama-lama, tonjokan dari pria tersebut melayang spontan ke rahang Arfan dan membuat Arfan langsung terkapar.
Kali ini, Juan benar-benar menuruti kehendaknya dari dalam diri untuk menonjok Arfan sampai berdarah. Dia tak dapat menahan amarah saat tahu Arfan mengabaikan Rianti. Bukankah seharusnya Arfan berubah dan menjadi lebih baik pada Rianti, alih-alih merontokkan kepercayaan yang Rianti berikan?
"Dasar tidak tahu diri. Mentingin ego! Sudah tahu salah, malah kamu perparah dengan membuat Rianti menangis. Dasar kurang ajar!" Juan terus-menerus melayangkan pukulannya ke rahang Arfan, tak lupa di bagian pipi.
Rianti melotot saat memasuki gedung kampus, tahu dua pria yang dia kenal sedang bertarung dan adu otot satu sama lain.
Amarah Arfan kali ini terpancing, gara-gara Juan. Tanpa ragu-ragu pula, dia langsung berdiri dan menghadang Juan hingga tubuh si lawan menubruk tembok.
"Bilang sekali lagi. Aku apa tadi? Mentingin ego? Tidak tahu diri? Justru aku berusaha agar rumah tanggaku baik-baik saja. Kamu jangan nuduh yang nggak-nggak deh, kalau kamu nggak punya bukti," ucapnya berusaha membela diri. Dan tak lupa kedua tangannya menarik kerah kemeja Juan sangat kencang.
"Rianti sendiri yang bilang sama aku, kalau kamu mengabaikan dia. Rianti juga butuh kasih sayang oleh kamu. Masa kamu nggak balas usaha Rianti? Harusnya kamu sebagai suami sadar diri, dan ingat dengan kewajiban kamu!" Juan meninggikan suaranya sembari memberikan saran pada Arfan, sengaja melakukannya agar Arfan mendengar baik-baik. Setidaknya Arfan memasang kedua telinga dengan benar.
"Aku juga tengah berusaha membalas usahanya, kok!" balas Arfan tak mau kalah. "Kenapa kamu jadi marah-marah begini? Kamu juga bukan siapa-siapanya Rianti, kamu cuma 'sahabat'-nya aja." Arfan menyangkal sekali lagi tuduhan Juan padanya.
Tentu saja, pernyataan omong kosong Arfan membuat Juan menaikkan kadar amarahnya dan spontan kedua tangannya mendorong dada Arfan dan melepaskan kepalan dengan sangat kuat.
"Pak Ju! Udah, jangan berkelahi di koridor kampus! Nanti dilihat anak-anak dan teman kita gimana?" Rianti berusaha melerai kedua pria itu. Rianti memegang satu tangan Juan yang berniat memukuli Arfan sekali lagi.
"Suami kamu sungguh kelewatan, aku harus kasih pelajaran!" Juan tak mengindahkan leraian Rianti dan lanjut menarik kerah Arfan dan mengarahkan kepalan tangannya sampai Arfan terkapar.
"Pak Ju, tolong! Jangan bersikap kayak gini!" Rianti belum menyerah untuk melerai mereka berdua, meski dia kewalahan menghadapi Arfan dan Juan yang terus menerus adu otot.
"Nggak, Bu Rin. Aku nggak boleh biarin dia lolos. Seenggaknya, aku mau bikin wajah dia tidak berbentuk. Bodo amat, aku beneran marah sama Pak Arfan."
Juan seakan dikendalikan sesuatu hingga tak ragu menepis tangan Rianti yang mencoba melerai aksinya. Memang, kala mendengar pengakuan Rianti hampir beberapa hari lalu, justru membuat Juan memanggil sisi kerasnya untuk memberi pelajaran pada Arfan. Sebagai sahabat, dia berusaha melindungi Rianti dari masalah apa pun. Termasuk Arfan yang katanya tidak melakukan kewajiban sebagai suami. Juan cuma ingin agar Arfan sadar, belum lagi kesalahan yang telah berlalu.
Di sisi lain, Jenny dan Junita menonton aksi pertengkaran antar sesama dosen itu. Mereka berdiri di dekat akses koridor kampus. Jenny melipat kedua tangannya lalu mematri senyuman, seolah-olah menggambarkan rasa syukurnya sebab tak perlu menguras tenaga untuk berbuat niatnya memukul Arfan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find the Real Love
RomanceSibuk sebagai dosen membuat Arfan tidak punya waktu untuk hal romantis. Hingga terbuai oleh ambisi justru membuatnya dibenci karena terang-terangan mengatakan tidak menyukai wanita. Sampai saat menyadari Rianti selalu mendekatinya, Arfan pun memilik...