Bab 20

138 7 1
                                    

***

Ikram tengah menatap jendela menghadap keluar di sebuah kafe. Mencoba untuk mengamati sinar matahari pagi menebus kaca serta memancarkan cahaya hangat di sebagian ruangan. Kafe yang ditempatinya untuk rapat itu terkenal dengan dekorasi kayu yang klasik, serta tanaman hijau yang menjadi hiasan, tergantung di langit-langit.

Pagi-pagi sekali, tepat di jam 10, Ikram mengundang semua anggota divisi pemasaran serta kreatif Itime. Dengan jas hitam yang dia kenakan, Ikram tampil berwibawa di hadapan pegawainya.

Para bawahan Ikram tengah menyiapkan laptop serta buku catatan. Jangan lupakan mereka yang menempati meja panjang pojok ruangan di sudut kafe yang tenang. Di antara mereka, ada kepala tim pemasaran bernama Dini, di mana wanita rambut model long bob itu kini tampil energik disertai senyuman ramah.

"Saya tahu. Ini sangat mendadak memanggil kalian semua." Ikram berbicara seakan menginterupsi semua pegawai. "Hanya saja, saya merasa prihatin terhadap sosial media perusahaan kita. Yang menunjukkan tanda 'berdebu', yang artinya tidak ada yang mengurusnya semenjak rombakan tim. Tidak ada yang bisa membenahi masalah ini. Makanya, saya ingin cepat menyelesaikan dengan bantuan kalian semua."

"Emm, maaf, Pak Ikram. Saya menyela ucapan Anda." Dini yang mengenakan kemeja putih itu, spontan mengangkat kedua tangan, mengalihkan perhatian beberapa anggota. "Sejujurnya, saya sudah membahas ini melalui pertemuan secara daring. Namun, sepertinya Anda cuma mencatat dan belum meninjau keseluruhan rapat."

Apa dulu pernah ada yang membahasnya? Ikram merasa benar-benar lupa. Faktor usia yang menyebabkan semua itu, terlebih permasalahan si bungsu sebelum menikah membuatnya makin pusing.

"Itu ... dua bulan lalu, Pak." Fara menyela, yang berada di sisi kanan Ikram. "Bapak juga sempat mengingatkan agar membenahi akun media sosial perusahaan kita. Cuma, belum ada arahan dari Bapak."

Ikram melepas kacamata kemudian memijat bagian tengah kepalanya. Dia merasa situasi agak rumit, walau perusahaan kini mulai baik-baik saja. Permasalahan Arfan juga sudah selesai, jadi apa yang perlu dikhawatirkan?

"Karena dua bulan lalu, kita harus refresh lagi pembahasan kita," celetuk Ikram seraya memijat satu tangan kirinya, agar semangat yang dimilikinya tidak kendor.

"Gimana caranya biar kita bisa menarik perhatian para pelanggan dalam membesarkan brand kita?" Ikram bertanya serius, semua anggota menyimak dengan baik. "Inovasi sudah kita kerahkan untuk membangun perusahaan, cuma bagaimana agar kita reach orang-orang di luar sana supaya lebih aware terhadap Itime?"

Tak lama kemudian, Dini menyahut. "Apa sebaiknya kita ... buat konten yang lebih interaktif dan bervariasi?"

"Saya pernah loh pak, usulin sesuatu saat rapat dua hari yang lalu." Dika–manajer divisi kreatif, bersuara. "Kita manfaatkan media sosial untuk promosi besar-besaran dan mendapatkan reach yang tinggi. Memanfaatkan berarti membuat akun media sosial yang sempat dikelola tim lama, menjadi lebih diperhatikan lagi, Pak."

"Ajak anak bapak aja." Salah satu pegawai lainnya ikut menyahut, memberikan usulan. Dia bernama Gino, yang rapi dengan balutan kemeja lengan panjang warna hijau tua serta kacamata bulat menghiasi wajah. "Pak Arfan kan influencer berpengaruh. Bisa aja Pak Arfan bikin akun medsos Itime jadi berkembang pesat seperti saat dipegang tim lama."

Ikram sudah lama sekali ingin mengusulkan anaknya untuk menjadi talent konten khusus. Namun belum terealisasikan karena Arfan sendiri juga sibuk, hingga Ikram mulai lupa terhadap usulannya tersebut. Beruntung pula diingatkan oleh Gino tadi.

Ikram berdecak mengiyakan seraya mengangguk kuat. "Sesuai dengan yang kamu ucapkan, Gin. Anak saya memang influencer yang sangat berpengaruh. Dan Arfan juga punya gaya yang menarik dan pasti bisa buat interest audiens kita. Saya yakin kalau saya bisa membujuk dia, kita dapat membuat konsep yang tepat untuknya."

Find the Real LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang