***
"Dek. Ngene kon serius opo gak iki? Wes oleh wedok sing arep kon rabi? (Ini kamu serius apa gimana? Kamu udah dapat wanita yang mau kamu nikahi?)" tanya Fikri heran begitu sempat menaruh alat makannya di atas meja. "Apa wanita itu terima dengan tawaran kamu?"
"Abang ni kok kagetan gitu? Permintaan papa yo cepet tak turuti timbang masalah tambah ruwet. (secepatnya aku penuhi daripada masalah makin rumit.)" Arfan mengabaikan keterkejutan abangnya dan menjawab dengan penuh rasa santai. "Ndang cepet ngene timbang ditunda-tunda. (Mending cepat gini ketimbang ditunda-tunda.)"
Mereka berdua makan malam bersama hanya dua orang. Lagi dan lagi Fikri mengajaknya ke restoran bintang lima, namun yang membedakannya adalah menu sederhana mereka seperti soto ayam dan lontong sayur yang dikemas mewah. Fikri sendiri memilih lontong sayur, sementara Arfan memilih nasi goreng kecombrang. Mereka belum juga menyentuh makanannya begitu Arfan berani mengungkap ingin menikahi seorang wanita. Bahkan Arfan blak-blakan wanita tersebut adalah rekan kerjanya di kampus.
"Durung waktune tak kenalno karo abang, papa, lan mama. Isih tak rahasiakke." Arfan mengungkap, harap saja Fikri tidak menanyakan hal aneh lainnya yang bikin dia tidak bisa jawab.
(Belum waktunya aku perkenalkan sama abang juga papa dan mama. Masih kurahasiakan.)
Sembari mengaduk-adukkan nasi gorengnya setelah ditambahkan sambal tumis, Arfan berceletuk lagi. "Dengan aku menikah, mereka ndak bakal bicara omong kosong lagi tentangku. Mereka langsung diam pokoke tahu aku seneng karo cewek. (begitu tahu aku suka sama cewek.)"
"Jadi setelah ini kamu akan konsisten dengan keputusan kamu?" tanya Fikri memastikan niat kuat adiknya, kini tengah fokus mengadukkan makanan. "Berarti meskipun kamu mau nikah, kamu bisa kan kejar S3? Abang masih ingat loh kamu sempat bilang bakal kelarkan S3 meski nggak mau menikah dulu."
"Bukan berarti berstatus sebagai suami dari wanita yang kucintai, impianku yo kudu ngombe-ombe (harus terombang-ambing)," jelas Arfan tegas. "Maka setelah ini, mereka ndak bakal ngujat aku maneh (tidak bakal menghujatku lagi) dan tetap mengejar impian. Jika dipikir-pikir, aku nggak harus selalu terbiasa sendiri. Mungkin aku butuh pendamping sing iso ndhukung aku ing saben momen. (yang bisa mendukungku di setiap momen.)"
Arfan menggigit bibirnya, tak menyangka dia berucap bijak seperti itu di depan Fikri. Padahal sejatinya, Arfan cuma menambahkan bumbu-bumbu kebohongan agar abangnya tak mendelik curiga. Fokusnya kini adalah menyelesaikan masalah dengan tenang.
Untuk Rianti, dia bakal memikirkan cara terbaik terkait nasib pernikahan. Tentu, dia bukanlah pria buruk yang bermain-main dengan keputusan. Jika tidak ada konflik dalam rumah tangganya, maka sudah sepantasnya Arfan lanjut mempertahankan pernikahan. Kalau sebaliknya, Arfan pasti tak akan ragu berpisah dari Rianti.
Aku ndak punya rasa cinta sama sekali terhadap Rianti. Meski aku berusaha mendekatinya, memberikan senyuman atau tawaan ketika Rianti melempar candaan. Kenopo karo atiku yo? (Kenapa dengan hatiku ya?) Apa karena ambisi bikin aku jadi begini?
Arfan mengambil nasi gorengnya sesendok dan menikmati rasanya. Sungguh enak dan otentik, kecombrangnya sangat terasa di mulut. Tidak sia-sia abangnya memilih restoran yang berada dalam hotel ini.
"Mau abang bantuin buat persiapan pernikahan kamu?" Fikri bertanya ketika hendak meraih air minum segelas buat penetralisir.
"Abang mau bantu?" tanya Arfan agak terkejut. Lalu spontan dia tertawa pelan saat tahu satu fakta. "Kalau dipikir-pikir, mergo aku sing rabi lebih disit, malah gawe aku melas karo abang. (karena aku yang menikah lebih dulu, justru bikin aku kasihan sama abang.) Abang kan belum, malah adeknya duluan yang jadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Find the Real Love
RomansaSibuk sebagai dosen membuat Arfan tidak punya waktu untuk hal romantis. Hingga terbuai oleh ambisi justru membuatnya dibenci karena terang-terangan mengatakan tidak menyukai wanita. Sampai saat menyadari Rianti selalu mendekatinya, Arfan pun memilik...