Bab 11

118 12 2
                                    

***

Kabar pernikahan Arfan dan Rianti sontak tersiar di beberapa elemen kampus Jayabhakti. Tentu sesuai dugaan si pihak laki-laki, banyak yang mendukung. Arfan kini disanjung oleh beberapa rekan dosennya. Tidak semua menerima, namun ada juga yang masih julid. Banyak di antara para mahasiswa belum memercayai kabar tersebut. Bahkan mereka masih denial bahwa Arfan menyukai laki-laki.

Arfan menggunakan cara ini supaya hujatan terhadapnya berkurang, atau setidaknya berubah menjadi pujian. Arfan rela memposting cincin yang akan digunakan untuk lamaran nanti, dan ketika memasangnya di story, spontan Direct Message miliknya jadi penuh dengan pertanyaan 'siapa ceweknya Pak Arfan?' 'kapan Pak Arfan nikah?' dan sederet pertanyaan lain yang berkaitan dengan kabar bahagia itu.

Menyinggung masalah perasaannya dengan Rianti, dia masih harus menunggu waktu. Dia belum juga menemukan rasa cinta dalam dirinya. Entah apakah setelah pernikahan ini dia masih tidak jatuh hati pada Rianti, atau dia bakal berpisah, dia tetap perlu menunggu dirinya berkeputusan. Harap saja masih sama seperti dulu. Menganggap Rianti sebagai teman dan memberikan kenyamanan meskipun tidak intens.

Dua pekan setelah acara pertemuan orang tua Rianti, Arfan jadi lebih sering dekat dengan Rianti namun pendekatannya mengarah kepada seorang sahabat. Akan tetapi agar Rianti tidak curiga, Arfan memakai teknik pendekatan intens layaknya orang berpacaran. Arfan riset sedikit tentang apa keinginan wanita dan apa yang disukai wanita ketika menjalin suatu hubungan. Beruntung Arfan cepat tangkap hanya sekali baca. Dengan berbuat hal-hal barusan, Rianti jadi makin senang.

Terbukti, di koridor kampus, mereka berdua saling berpegangan tangan. Meskipun Arfan harus menahan perasaannya, tetap bersikap denial.

"Ciee, ada yang pegangan tangan nih." Suara cempreng Juan mengalihkan aktivitas mereka, justru Rianti menoleh lebih dulu lalu Arfan setelahnya.

"Pak Ju. Tumben godain orang kayak gitu," ucap Rianti agak heran, dia menyertakan senyum jahilnya pada Juan.

"Habisnya, sahabatku satu-satunya ini bakal menikah dengan pujaan hatinya. Yaitu Pak Arfan." Juan merentangkan kedua tangannya, memberikan dukungan penuh terhadap Rianti dan Arfan, mengungkapkan rasa senangnya sebab Rianti akan menyandang status sebagai istri Arfan.

"Maaf ya, Pak Arfan. Saya pinjam calon istri Bapak dulu bentar." Tak ragu Juan memegang punggung tangan Rianti sambil mematri lengkungan bibir secara lebar, agar Arfan dapat memaklumi.

Setelah terdiam sebentar, barulah Arfan mengizinkan. "Ya boleh. Silakan. Kalian kan masih sahabat."

Arfan tersenyum ringan kemudian berjalan lurus meninggalkan mereka berdua, untuk segera menuju kelas yang akan dia ajar.

"Kamu kok kelihatannya nyaman banget sama Pak Arfan? Bukannya kamu biasanya canggung di dekat dia, bahkan sebelum kabar pernikahan itu tersebar di satu kampus?" tanya Juan tak menghilangkan rasa senangnya. "Wajah kamu juga ... kelihatan ceria banget."

Rianti tertawa pelan sebelum menjawab, bahkan genggaman tangannya oleh Juan belum dilepasnya. "Oh, apa aku nggak bilang dulu ya sama kamu? Pak Arfan yang ikut dekat-dekat aku waktu sempat nyelonong di meja kantin, terus berubah jadi intens dan tak ragu merangkul lenganku pas nge-date. Rasanya melayang saat tak sengaja menghidu aroma parfumnya yang beda tiap hari."

"Kamu wanita beruntung, Rin. Kuakui itu." Juan menaruh telapak tangannya pada puncak kepala Rianti dan lagi, dia mengacaknya tanpa ragu. "Jadi sungguh di antara kalian nggak ada rasa canggung?"

Rianti mengangguk kuat. "Iya, serius. Pak Arfan juga mengubah nama panggilannya ke aku. Bukan 'Ibu' tapi manggilnya nama. Kadang dia juga kusuruh panggil dia 'Rin' sama kayak kamu."

Find the Real LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang