4. BARENG

4 1 0
                                    

Pagi ini Lyan sarapan bersama keluarganya seperti biasa. Memang dia tidak banyak bicara, bahkan saat ketiga keponaknnya bertanya padanya, Lyan hanya akan tersenyum sambil mengangguk atau menggeleng. Pikirannya belum benar-benar jernih.

Selesai sarapan, Lyan kembali ke kamarnya untuk mengambil barang-barang yang masih ada di kamar. Tak membutuhkan waktu lama, karena tak sampai lima menit, Lyan sudah turun lagi. Sesampainya di ruang tamu, Lyan melihat ada Kanaka yang tengah berbincang dengan papanya. Kedua kakak iparnya sudah berangkat kerja, jadi hanya papa yang menemani Kanaka di ruang tamu.

"Eh, ini Lyannya sudah siap, mau langsung berangkat?" suara mama berasal dari belakang Lyan mengalihkan perhatian Kanaka dan papa.

"Iya, kami langsung berangkat saja, ma." Kanaka berdiri lalu menyalimi papa dan mama Lyan. Semetara Lyan hanya diam, lalu ikut menyalimi papa mama, tak lupa kedua kakanya yang ikut mengantrakan mereka berdua ke teras rumah.

"Kami berangkat dulu, ma, pa, mbak." Pamit Kanaka pada keluarga Lyan. Sementara Lyan hanya mengikuti tanpa bersuara. "Assalamu'alaikum." Setelah mengucapkan salam, Kanaka bergegas menuju mobilnya yang berada di halaman, disusul Lyan.

Pikiran Lyan benar-benar kosong. Tahu-tahu saja dia sudah di dalam mobil. Ia baru sadar saat Kanaka mengingatkannya untuk mengenakan seatbelt.

Sepanjang perjalanan, Lyan hanya diam. Ia menatap keluar jendela, memerhatikan jalanan yang ramai, karena ini masih pukul tujuh pagi, dan hari senin pula. Saat melihat kendaraan yang melintas, tiba-tiba Lyan seperti mengingat sesuatu. Baru setelah mobil yang ditumpanginya berhenti di perempatan lampu merah, Lyan melihat sebuah pengendara motor di depannya, ia terlonjak.

"motor gue gimana?" heboh Lyan. Entah ia bertanya pada dirinya sendiri atau Kanaka. Mendengar seruan itu, Kanaka mengalihkan perhatian ke arah Lyan.

"motor kamu di rumah." Balas Kanaka kalem.

"Nah iya itu dia, motor gue di rumah. Gue berangkat kuliahnya gimana dong, anjir." Lyan masih saja heboh. Tidak memperdulikan tatapan mata Kanaka yang langsung teralih padanya saat ia mengumpat.

"Ly, kamu berangkat sama aku." Kanaka berkata lembut. Lyan kira, lelaki yang saat ini memakai kaos hitam polos itu akan memarahinya, nyatanya suaranya sangat lembut. Raut wajahnya juga meneduhkan, yang jujur saja membuat hati Lyan seketika merasa tenang.

"iya, gue sama lo sekarang. Karena lo mau ganterin gue ke kontrakan. Lalu gue di sana pakai apa? Jalan kaki?" Lyan masih tidak bisa memelankan suaranya, meskipun hatinya tadi sempat merasa tenang mendengar suara kanaka. "cobaan macam apa ini, Ya Tuhan." Keluh Lyan setelah menghembuskan nafas kasar.

"Kamu tahu? Aku satu Universitas sama kamu. Kita hanya beda jurusan. Jadi selama kita di kota ini, aku yang bakal anter kamu, kemanapun dan kapanpun." Jelas Kanaka masih dengan lembut, sesekali ia tersenyum saat menatap Lyan.

Lyan mengubah posisi duduknya menghadap Kanaka. Bahkan ia menaikkan kakinya ke atas bangku. Bodo amat dengan tanggapan Kanaka yang menilai ia perempuan barbar, karena nyatanya memang seperti itu.

"Kanaka,"

"Panggil Naka aja." Potong Kanaka sebelum Lyan sempat melanjutkan kalimatnya.

"-oh oke, Naka. Seandainya, seandainya nih, gue tiba-tiba ada hunting foto di luar kampus, dan tidak satupun kendaraan yang bisa gue tumpangi. Gue harus?" tanya Lyan dengan wajah serius.

"kamu harus menghubungi aku." Jawab Kanaka kalem.

"Dan, kalo lo lagi ada kuliah?" tanya Lyan lagi, kali ini wajahnya berubah menantang.

"Aku izin sama dosen." Jawab Kanaka tetap kalem.

Lyan membelalakkan matanya. "Oke! Lo semester berapa?" Tany Lyan lagi dengan sisnis

KalyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang