1. LYAN

24 2 1
                                    

Sebuah motor matic berwarna hitam memasuki kawasan parkir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik. Setelah memarkirkan motornya dengan rapi, sang pengendara melepas helm beserta jaketnya. Menolehkan pandangan ke sekitar, perempuan berambut hitam sebahu itu mencoba mencari seseorang yang mungkin ia kenal. Tapi keberuntungan tengah tidak berpihak padanya, karena area parkir terlihat sepi. Entah dirinya yang telat datang, atau teman-temannya yang ngaret sehingga belum terlihat batang hidungnya di kampus.

Perempuan bernama lengkap Lyan Agnia Chalya itu bergegas meninggalkan area parkir menuju lab Jurnalistik yang terletak di lantai empat. Setelah menaiki tangga yang jumlahnya tidak sedikit itu, akhirnya ia sampai di koridor lantai empat.

Lyan mendudukan dirinya di bangku yang terletak di sepanjang koridor lantai empat. Sambil mengatur napas yang ngos-ngosan, ia mengipasi wajahnya yang terasa gerah. Perempuan berkemeja hitam itu mengedarkan pandangan ke arah kiri dan kanan, barangkali menemukan seseorang yang ia kenal. Nyatanya yang Lyan temukan hanya segerombolan adik tingkat dari berbagi semester.

"Hai, kak Lyan." Salah seorang adik tingkat menyapanya. Lyan yang tengah memejamkan mata karena kelelahanpun terlonjak kaget.

"Eh, hai. Ngapain?" setelah mengatur nafasnya dengan baik, Lyan kembali menyapa adik tingkat yang ia ketahui bernama Rere.

"Ini, kak, nanti mau hunting gitu buat praktik fotografi. Jadi abis nemuin pak Dekan buat ngurus kamera." Jelas mahasiswi khas dengan gaya ala Jepang itu, yang hanya ditanggapi Lyan dengan sebuah anggukan. "Eh, duluan, ya, kak." Lanjut Rere pamit, setelahnya ia pergi ke arah tangga.

Lyan kembali mengipasi wajahnya dengan tangan kanannya. Rambutnya yang terkuncir rapi jadi sedikit berantakan akibat terkena keringat. Jujur saja, saat ini ia sangat membutuhkan air untuk meredakan rasa kering di tenggorokannya. Tapi nahas, ia lupa membawa air minum.

"Woi, Ly! Rajin amat, lo." Suara menggelegar itu sontak membuat seluruh pandangan orang-orang di lantai empat teralih kepadanya. Perempuan tinggi berkulit putih pucat itu segera menghampiri Lyan tanpa memperdulikan pandangan orang-orang.

Xia, perempuan keturunan China itu memang orang yang tidak akan ambil pusing dengan orang lain. Selama tidak ada sangkut pautnya dengan ditinya, ia akan cuek bebek dengan sekitarnya.

Lyan hanya membalas lambaian tangan kepada Xia. Sesampainya disamping kiri Lyan, Xia segera menumpukan tangan kanannya di bahu kiri Lyan. Ternyata dia juga kelelahan, terlihat dari nafasnya yang ngos-ngosan.

"Lo, nggak bawa air minum, Xi?" Tanya Lyan sambil memerhatikan wajah Xia yang memerah.

"Nggak. Bentar lagi juga dateng air minumnya, tunggu aja." Jawab Xia sambil mengibaskan rambut panjang pirangnya yang tergerai.

"dateng darimana? Dari langit?"

"Iya, lo, itu yang dateng dari langit." Jawab Xia asal. "Itu si anak-anak tadi pada ke kantin dulu, sekalian gue suruh beli minuman yang banyak. Naik ke lantai empat kan harus punya stok air minum berliter-liter." Xia mengedarkan pandangan ke segala arah, yang diikuti oleh Lyan. Entah apa yang mereka perhatikan.

Tak lama, terdengar suara riuh dari arah tangga, sudah bisa dipastikan siapa orang-orang itu. Xia yang sudah merasa kekeringan baik pada tenggorokan maupun tubuhnya segera menghampiri sumber suara. Sedangkan Lyan dengan sabar hanya berdiam diri di tempat semula.

Dara menghampiri Lyan lalu menyodorkan sebotol air mineral. Karena ia hafal, Lyan memang orang yang barbar tapi tidak serempong Xia. Setelah menerima air mineral, Lyan segera meminumnya hingga tinggal setengah botol. Baru setelahnya ia mengucapkan terimakasih kepada teman kalemnya itu.

Tak lama Xia dan dua teman lainnya ikut mendudukkan diri di bangku.

"Gila aja sih, gue tiap hari naik turun tangga tapi nggak kurus-kurus. Kurang olahraga apalagi coba, gue?" cetus Bria dengan tangan yang sibuk menguncir rambut yang tadinya tergerai.

KalyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang